Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Kamis, 28 Februari 2013

Paus Janjikan Ketaatan

Paus Benediktus XVI menjanjikan penghormatan dan ketaatan kepada Paus penggantinya di hadapan para kardinal di Aula Clementinus, Vatikan, Kamis (28/2). Pesan itu disampaikan beberapa jam sebelum Paus resmi mengundurkan diri dari takhta kepausan.

Dalam pidato yang tak diduga di Aula Clementinus, tempat para kardinal berkumpul, Paus berusaha menepis kekhawatiran akan kemungkinan konflik antara Paus yang baru dan dirinya sebagai Paus emeritus.

"Salah seorang di antara Anda akan menjadi Paus, dan kepadanya saya janjikan penghormatan dan ketaatan tanpa syarat," ujar Benediktus XVI (85).

Benediktus menjadi Paus pertama dalam hampir enam abad yang mengundurkan diri dengan alasan kondisinya menurun dan tak lagi mampu menjalankan tugas berat sebagai Paus. Paus terakhir yang mengundurkan diri adalah Gregorius XII tahun 1415, pada era Skisma Barat, untuk menghindari perpecahan Gereja.

Situasi ini terbilang unik dan belum pernah terjadi pada era modern. Paus, mengenakan jubah putih dan penutup bahu merah beludru, mengucapkan salam perpisahan kepada para kardinal yang membantu dirinya selama 7 tahun 10 bulan 9 hari memimpin 1,2 miliar umat Katolik.

Para kardinal kemudian satu per satu menyalami Benediktus XVI dan mencium cincin Paus terakhir kali. Cincin itu, bersama segel kepausan, akan dihancurkan saat berakhirnya kepemimpinan Benediktus XVI, pukul 20.00 waktu setempat atau Jumat (1/3) pukul 02.00 WIB.

Beberapa kardinal terlihat tercekat menahan haru. Namun, sebagian lain terlihat bisa menguasai diri dan berbincang satu sama lain sambil menanti waktu bersalaman dengan Paus.

Selain menjanjikan ketaatan, Paus juga menyampaikan pesan kepada para kardinal yang akan memilih Paus ke-266 untuk menggantikannya. "Semoga Dewan Kardinal bisa bekerja seperti orkestra, saat keragaman—yang menjadi ekspresi Gereja universal—selalu bergerak bersama menuju harmoni," ujarnya.

Hal ini dilihat sebagai referensi yang jelas atas timbulnya perbedaan pendapat di Vatikan pada beberapa bulan terakhir, terutama setelah terungkapnya kebocoran dokumen kepausan yang dilakukan pembantu Paus.

Tinggalkan Vatikan

Momen bersejarah ini berlanjut saat Banediktus XVI meninggalkan Vatikan sebagai Paus untuk terakhir kalinya pada pukul 17.00 waktu setempat. Dengan menggunakan helikopter, Paus diterbangkan ke rumah peristirahatan musim panas kepausan di Castel Gandolfo.

Paus kemudian menyapa warga kota kecil di sisi Barat Danau Albano itu dari jendela. Tepat pukul 20.00 waktu setempat, pintu dan jendela rumah peristirahatan itu ditutup, menandai akhir kepemimpinan Paus.

Pasukan pengawal Swiss, pengawal resmi kepausan, kemudian dibebastugaskan hingga terpilihnya Paus baru.

Benediktus XVI akan tinggal selama dua bulan di kota itu sebagai Paus emeritus, sebelum kembali ke Vatikan dan menempati Biara Bunda Gereja yang tengah direnovasi.

Warga Castel Gandolfo menyiapkan prosesi obor di lapangan dekat rumah peristirahatan itu untuk menyambut penampilan publik terakhir Benediktus XVI. "Sangat berarti bagi kami, Paus Benediktus memilih menyampaikan salam perpisahannya di sini," ujar Patrizia Gasperini (40), yang bekerja di toko suvenir di sebelah istana Paus.

Spanduk bertuliskan "Terima kasih, Benediktus, kami semua bersama Anda!" terpasang di sebuah gereja kecil, yang menjadi tempat berkumpul para wartawan di kota itu.
(Kompas cetak, 1 Maret)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 20 Februari 2013

Doa untuk Paus dan Gereja

Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.

Ya Allah, Engkaulah Allah yang dengan perantaraan Santo Petrus bertitah, "Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri" (1Petrus 5:2).

Kami semua terkejut, merasa kehilangan, ketika mendengar dan membaca Paus Benediktus XVI mengumumkan keputusan untuk meletakkan jabatannya sebagai Uskup Roma, pengganti Santo Petrus, mulai 28 Pebruari 2013 ini. Kami merenungkan setiap kata yang dipilih oleh Paus ketika menyampaikan rencana pengunduran dirinya. Hati kami digetarkan oleh perasaan kagum dan hormat pada Paus, akan kebebasan batinnya, kerendahan hati, dan rasa cintanya yang mendalam pada Gereja.

Kami kenang dalam gambar, pada 19 April 2005, ketika Kardinal Angelo Sodano – Dekan Kolegium Kardinal – dalam pelantikan Kardinal Joseph Ratzinger menjadi Paus baru, bertanya, "Apakah Anda menerima pilihan kanonis untuk mengemban Takhta Suci ini?". Yakin, tetapi dengan suara bergetar, dia menjawab: "Ya". Bukan "ya" dari seorang yang menganggap sebentar lagi akan menjadi sang penguasa. Melainkan "ya" dari seorang Bunda Maria ketika menerima kabar dari Malaikat Gabriel: tidak pantas, tetapi tetap menerimanya karena Tuhan sendiri yang akan menyelenggarakan. Atau lebih spesifik, menyerupai gejolak perasaan Petrus nelayan sederhana dari Galilea yang ditatap dengan cermat penuh selidik tetapi dengan sikap percaya oleh Tuhan Yesus Sang Guru, yang kemudian memberinya berkat pengutusan,
"Gembalakanlah domba-domba-Ku" (Yoh 21:17).

Kami percaya bahwa Paus sudah memimpin Gereja Katolik ini dengan sangat baik selama delapan tahun. Bukan dengan pendekatan kekuasaan, melainkan dengan semangat servus servorum Dei, "hamba dari para hamba Tuhan", yang pernah Kau wariskan lewat hamba-Mu Santo Gregorius Agung (590-604) yang kemudian digunakan terus menjadi pilar spirit sejak Paus
Gregorius VII (1073-1085). Keyakinan dan sikap kerendahan hati yang mengajari kami apa arti menjadi pengikut Kristus yang hidup di tengah-tengah budaya yang mengagung-agungkan kekuasaan ini. Dengan demikian kami percaya bahwa setelah pengundurannya, dalam kesunyian dan keheningan doa, Paus tetap mendedikasikan hidupnya untuk Gereja.

Bersama dengan seluruh umat Allah, kami ingin berdoa untuk Gereja dan mereka yang diberi hak dan kewajiban memilih pengganti Santo Petrus yang ke-266 untuk mengandalkan Roh Kudus yang menjadi sumber terang dan arah. Di tengah-tengah Masa Puasa dan Pantang Pra-Paskah ini kami juga
tetap berharap kiranya Tuhan yang bangkit tetap setia pada Gereja sebagaimana yang dijanjikan-Nya.

Ya Allah, kami mohon semua doa-doa ini demi Kristus Sang Pemimpin sejati, yang menjadi pengantara kami, yang hidup dan berkuasa, kini dan sepanjang masa.

Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus. Amin.

Sumber:

http://m.hidupkatolik.com/index.php/2013/02/20/doa-untuk-paus-dan-gereja
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Saatnya bicara tentang konklaf

oleh Mathias Hariyadi

SETELAH hiruk-pikuk berita mengenai isu imunitas Kardinal Joseph Ratzinger selepas lengser keprabon sebagai Uskup Roma sekaligus Paus, kini ada saatnya kita bicara tentang konklaf. Acara penting dengan agenda utama memilih Paus baru ini sudah direncakan harus digelar selambat-lambatnya pertengah Maret 2013.

Mari kita bahas tahapan konklaf:

1. Vatikan memanggil semua Kardinal
Hal pertama-tama yang harus dilakukan Vatikan adalah memanggil semua Kardinal dari seluruh dunia untuk segera datang menghadiri hajatan gerejani maha penting ini. Kardinal ini resminya bukan sebuah 'jabatan hirarkis', melainkan lebih merupakan sebuah 'gelar kehormatan' yang dianugerahkan Tahta Suci kepada para pastur dengan kualifikasi bermartabat, suci, dan loyal kepada Vatikan.

Untuk menjadi seorang kardinal, Vatikan-lah yang punya 'kuasa' untuk menetapkan seorang imam apakah dianggap layak dinobatkan menjadi 'pangeran' Vatikan ini. Jadi, kardinal tidak selalu harus diberikan kepada seorang uskup yang memerintah sebuah wilayah gerejani ( diosis) tertentu. Kardinal juga bukan sebuah 'gelar' yang diperoleh dari sebuah tahbisan. Monsinyur biasanya ditambahkan kepada seorang uskup lantaran mendapat tahbisan uskup. Tidak ada tahbisan kardinal. Namun, bisa juga seorang pastur 'biasa' lalu mendapat panggilan titular sebagai Monsinyur karena posisi jabatan atau kerja fungsionalnya yang strategis berikut jasanya yang gemilang bagi Gereja. Untuk urusan konklaf pertengahan Maret mendatang, Vatikan hanya akan mengundang Kardinal Julius Darmaatmadja, mantan Uskup Agung Jakarta dan Semarang. Sekalipun menjabat Ketua KWI, Vatikan tidak akan mengundang  Mgr. Ignatius Suharyo Pr datang menghadiri konklaf, karena beliau bukan seorang Kardinal.

2. Konklaf super rahasia
Acara utama  konklaf adalah serangkaian  tahapan pemilihan (eleksi) paus baru. Diselenggarakan dengan kaidah ketat yakni super rahasia.

3. Pemungutan suara
Pemungutan suara adalah 'acara inti' konklaf dimana 203 orang Kardinal dari seluruh dunia akan memberikan hak suaranya untuk memilih satu di antara
"college of cardinals" yang mereka anggap paling layak dan bermartabat untuk bisa dijadikan Paus. College of Cardinal sudah barang tentu terdiri dari para kardinal senior –baik dari segi umur maupun pengaruh mondialnya—dan mereka biasanya adalah para uskup tertahbis yang kemudian mendapat 'gelar kehormatan' Kardinal.

Namun aturan konklaf yang mulai berlaku sejak tahun 1975 membuat amandemen penting, konklaf hanya akan menyertakan pesertanya yakni para kardinal dari seluruh dunia yang umurnya tidak lebih dari 80. Karena itu, dari jumlah cardinal sebanyak 203 orang dari segala penjuru dunia ini, nantinya hanya 120 Kardinal saja yang akhirnya datang memenuhi undangan hadir pada Konklaf.

Saat ini, Ketua College of Cardinals adalah Kardinal Angelo Sodano yang kini berumur 85 tahun. Karena usianya ini, beliau tidak 'berhak' lagi datang menghadiri Konklaf, sekalipun beliau sangat berpotensi bisa menjadi Paus karena senioritasnya dalam banyak hal. Kedudukannya akan digantikan oleh Kardinal Giovanni Battista Re. Komposisi jumlah Kardinal yang berhak masuk ruang Konklaf adalah sebagai berikut: 67 Kardinal adalah hasil pengangkatan Paus Benedictus XVI; sisanya berjumlah 50 Kardinal adalah pengangkatan mendiang Beato Paus Yohannes Paulus II. Dari jumlah itu tercatat 61 Kardinal berasal dari Eropa (21 orang Kardinal berdarah Italia), 19 Kardinal datang dari kawasan Amerika Latin; 14 Kardinal dari kawasan Amerika Utara (Kanada dan Amerika Serikat); 11 dari Asia dan satu Kardinal dari kawasan Oceania di Lautan Pasifik.

Selama berlangsung periode vacuum of power di Vatikan pasca pengunduran diri Paus mulai 28 Februari sampai waktu terpilihnya Paus baru pertengahan Maret 2013, maka kekuasaan Tahta Suci akan berada di tangan Kardinal Tarcisio Bertone. Dalam bahasa Italia, beliau akan menjabat sebagai camerlengo.

Dalam posisinya sebagai camerlengo inilah Kardinal Bertone akan bertanggungjawab atas seluruh proses Konklaf pertengahan Maret mendatang. Kardinal Joseph Ratzinger adalah camerlengo pada konklaf terakhir yang mana malah menjadikan dirinya sebagai Paus Benedictus XVI. Dalam Konklaf ini pula, seluruh proses eleksi dilakukan dalam prosedur protocol rahasia dan di bawah bimbingan Roh Kudus. Maka, para Kardinal dilarang keras melakukan kontak dengan dunia luar; mereka hanya dan hanya boleh sembahayang dan sembahyang saja.

Paus Yohannes Paulus II memberi amandemen proses konklaf yakni siapa yang mendapat angka terbanyak, nama itulah yang 'berhak' menjadi Paus. Namun, Paus Benedictus XVI mengubahnya di kemudian hari yakni kuota harus 'terpenuhi' yakni 2/3 plus 1 dari semua keseluruhan peserta konklaf yang menyetujui 'kandidat potensial' ini menjadi Paus. Itu berarti, di sini ada unsur 'diskresi bersama' atau 'musyawarah untuk mufakat'. Pilihan terbaik tidak serta merta datang karena punya suara terbanyak.

Dua dokter boleh masuk dalam ruangan konklaf, berikut sejumlah romo untuk mendengarkan pengakuan. Seluruh proses eleksi Paus baru dalam Konklaf berlangsung di Kapel Sistina. Begitu para Kardinal itu memasuki Kapel Sistina, mereka harus mengucapkan sumpah untuk menjaga kerahasiaan proses eleksi tersebut. Setelah semuanya mengucapkan sumpahnya, maka protokoler akan berseru lantang extra omnes yang berarti semuanya harus segera keluar dari ruangan ini (tentunya ini tidak berlaku bagi para kardinal peserta Konklaf).

4. Proses eleksi
Di hadapan para kardinal akan diberikan semacam kertas khusus untuk proses eleksi.
Hari pertama hanya akan diberikan satu kertas eleksi. Hari kedua dan ketiga akan diberikan dua kertas eleksi. Berbentuk persegi panjang, kertas eleksi Konklaf ini berisi kata-kata berbahasa Latin yang berbunyi: "Eligio in Summum Pontificem" yang kurang lebih berarti "Saya memilih (Kardinal ini) sebagai Paus". Tulisan Latin ini menghiasi hampir separoh dari kertas suara tersebut, terutama di bagian atas. Sementara di bagian bawahnya kosong mlompong karena di bagian inilah, para Kardinal harus menuliskan nama Kardinal tertentu yang dianggapnya layak dan bermartabat untuk menjabat sebagai Uskup Roma dan sekaligus menjadi Paus.
Begitu nama sudah ditulis, para Kardinal diminta segera melipat kertas itu sehingga nama kandidat Paus baru yang dia 'lirik' tidak sampai terlihat oleh para Kardinal lain.

Setelah diadakan pemungutan kertas-kertas suara dan dihitung sesuai jumlah Kardinal yang hadir, maka satu-per-satu kertas bertuliskan "Eligio in Summum Pontificem" dibuka dan dibacakan bersama. Dengan menggunakan jarum khusus, petugas protokoler akan menembus kertas persis dimana tertulis kata "eligio" agar yang sudah ditembusi jangan sampai terulang kembali pada kertas-kertas lainnya. Kertas-kertas suara itu kemudian dibakar dan asapnya keluar melalui sebuah cerobong kecil. Kalau asap itu berwarna hitam, berarti Konklaf belum berhasil mencetak Paus Baru. Ketika asap yang keluar dari cerobong itu berwarna putih, maka Paus baru pun berhasil terpilih.

Kalau proses pemungutan suara pertama belum mencapai kuota yang diharuskan, maka proses kedua pemungutan suara dengan mekanisme prosedur yang sama dilanjutkan dan demikian seterusnya sampai jumlah kuota suara sah berhasil dicapai.

DALAM Konklaf, apakah voting dimungkinkan?
Setelah tiga hari proses eleksi berlangsung  namun ternyata jumlah suara sah yang dibutuhkan untuk 'menghasilkan' paus baru juga belum tercapai, maka diberikan waktu seharian penuh bagi para Kardinal ini untuk berdoa guna minta petunjuk ilahi Roh Kudus agar proses eleksi berikutnya berhasil. Pada kesempatan ini biasanya diadakan semacam puncta alias siraman rohani dari seorang Kardinal senior anggota Order of Deacons. Kalau saja Paus baru berhasil digulirkan di sesi pemungutan suara berikutnya, maka sebuah dokumen berisi hasil-hasil pemungutan suara itu akan diberikan kepada Paus tertunjuk dan kemudian dokumen penting ini akan disimpan rapi oleh Paus tertunjuk dalam posisi "terkunci" alias dilem.

Habemus Papam!
Ketika seorang calon Paus tertunjuk berhasil diperoleh dari sebuah proses eleksi, maka sebelum semuanya dipublikasikan melalui jendela kepada dunia tentang nama Paus terpilih dan nama kepausan yang dia pilih sebagai pengganti namanya sebagai kardinal, Konklaf akan tegas menanyai kardinal terpilih ini dengan pertanyaan: "Apakah Kardinal bersedia menerima jabatan ini sesuai dengan yang diperintahkan Hukum Kanonik?"
Kalau yang terjadi adalah anggukan tanda persetujuan, maka berlanjut dengan pertanyaan kedua sebagai berikut: "Dengan nama kepausan apa, Kardinal ingin menyebut diri sebagai Paus?". Begitu nama kepausan diucapkan , maka setiap kardinal akan segera mendatangi Paus tertunjuk ini untuk menyatakan sikap setia dan hormatnya kepada pimpinan Gereja yang baru. Segera setelah ritual tanda loyalitas dan hormat kepada Paus baru ini diungkapkan oleh semua peserta konklaf, maka jubah kepausan akan segera dikenakan kepada Paus tertunjuk ini. Vatikan biasanya menyediakan sejumlah jubah kepausan dari segala ukuran untuk 'menjawab kebutuhan' sesaat. Bisa jadi, untuk menit-menit terakhir pun perlu dilakukan penyesuaian ukuran tubuh Paus tertunjuk. Ternyata, tukang jahit pun berperan penting dalam proses Konklaf ini.

Nah, begitu semua aturan protokoler ini selesai dan jubah kepausan sudah dikenakan kepada Paus baru, maka melalui sebuah  jendela Basilika Santo Petrus kemudian lantang terdengar pengumuman berikut ini: "Annuntio vobis gaudium magnum… habemus papam!"  "Dengan ini, kami umumkan dengan perasaan gembira luar biasa:  Kita mempunyai Paus!" Sedetik dua detik kemudian, lantas diumumkan nama kepausan yang baru dan sejurus kemudian Paus baru pun muncul di jendela untuk untuk "dipertontonkan" kepada publik.

Setelah Paus baru mengucapkan semacam salam perkenalan, maka sesuai tradisi Paus baru ini pun segera melayangkan berkat Urbi et Orbi –untuk kota Roma dan Dunia—kepada khalayak ramai yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Roma. Sejurus kemudian, maka masa pemerintahan Tahta Suci di bawah kepemimpinan Paus baru pun dimulai. Karpet merah pun tergelar di Vatikan tanpa disertai tahbisan.

Ingat ya, tidak ada ritual tahbisan imamat paus untuk seorang kardinal yang terpilih menjadi Paus. Ia terpilih bukan karena tahbisan, melainkan dipilih oleh Allah melalui tangan para kardinal peserta Konklaf.
(Milis mitra hukum)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 17 Februari 2013

Gereja

Minggu, 17 Februari 2013
Jemaat makin tak terlihat di negeri kelahiran Paus Benediktus XVI yang
mengundurkan diri.
Peribadatan lengang. Gereja-gereja jadi gedung menganggur yang harus
dibongkar. Majalah *Der Spiegel* 14 Februari yang lalu mencatat: di Jerman,
selain di wilayah Protestan, juga di Bavaria yang Katolik, misa tak ramai
lagi.
Di Börssum, di Niedersachsen, cuma 5% penduduk yang datang ke misa di
Gereja Santo Bernward tiap Minggu (sementara biaya perawatan mencapai €
134.500). Kesimpulan: gereja yang hanya makan ongkos itu harus dirobohkan.
Lain lagi biara St. Maximin di Trier: jadi tempat olahraga sekolah.
Herz-Jesu-Kirche di Kaltenberg: tempat latihan dansa dan pilates. Di Essen,
ada 83 rumah peribadatan Katolik yang harus diratakan dengan tanah.
Pastor Michael Kemper ingat ia memimpin misa Corpus Christi terakhir di
Duisburg. Dengan sayu ia mengenang bagaimana dulu ia berjalan di bawah
kanopi altar, dengan jubahnya yang berwarna pucat, melewati barisan umat
yang makin muram. "Menutup gereja ini membuat saya sakit," ia berkata.
Tapi barangkali telah tiba suatu tanda, bukan tentang akhir zaman,
melainkan tentang satu "pandangan dunia yang punah, sebuah kebudayaan yang
melenyap", untuk meminjam kata-kata Octavio Paz. Penyair ini berbicara
tentang satu bagian sejarah Meksiko, negerinya, dan bukan tentang nasib
Gereja Katolikâ€"tapi di sana juga, gereja itu kini terasa jadi satu *visión
del mundo* yang sedang kehilangan daya hidup.
Roberto Blancarte, seorang sosiolog dan sejarawan, (dikutip *Latin American
Herald Tribune* 15 Februari) mencatat bahwa lebih dari 1.000 orang di
Meksiko meninggalkan Gereja tiap hari selama dasawarsa terakhir.
Tentu, di tempat lain, di Asia misalnya, Gereja Katolik masih kukuh dan
penuh. Tapi tahun ini di mana-mana seakan-akan ditandai seorang Paus yang
tua dan kelelahan hingga mengundurkan diri. Di abad macam ini, seberapa
kuatkah Gereja sebenarnya? "Paus, berapa batalion dia punya?"
Pada 1944, itu pertanyaan Stalin, seorang komunis yang menganggap agama
hanya takhayul. Agaknya ia hendak mencemooh, atau ia heran, bahwa
negara-negara pemenang Perang Dunia II macam Inggris sangat memperhitungkan
sikap sebuah negeri seluas 44 hektare yang cuma didiami 800 manusia yang
tak punya tentara: Vatikan.
Dengan kata lain, Stalin mungkin tak paham makna "ikonik" kota kecil Italia
itu. Sang pemimpin Kremlin hidup di masa ketika bedil dan batalion
pasukanâ€"yang begitu fisik dan begitu langsung efektifâ€"menentukan
kekuasaan.
Tapi bukan salah dia agaknya. Sejarah posisi Paus adalah sejarah yang rumit
tentang silih-bergantinya yang fisik dengan yang "ikonik".
Pada mulanya adalah sebuah ketegangan. Yesus berpesan bahwa para murid
adalah sesama saudara. Jangan memanggil siapa pun "Rabi" atau "Bapa",
katanya, karena "hanya satu Bapamu, yaitu Bapa yang di Surga". Tapi selama
tiga abad pertama Masehi, ada sekitar seratus aliran kepercayaan
Kristenâ€"dan pelan-pelan diperlukan "bapa" yang mengelola perbedaan.
Perbedaan itu makin kompleks terutama setelah Paulus menyatakan bahwa hukum
Taurat tak memadai. Baginya, ajaran Yesusâ€"yang berakar pada
Yudaismeâ€"terbuka meliputi Yahudi maupun Yunani, budak maupun tuan, pria
ataupun wanita.
Universalitas yang dikumandangkan Paulus (di zaman ini ditirukan bahkan
oleh seorang atheis seperti Alain Badiou) menggugah. Tapi keanekaragaman
yang tercakup bisa membingungkan. Tak jarang aliran yang satu mengutuk
aliran yang lainâ€"satu hal yang juga terjadi dalam agama lain, Islam
ataupun Buddhisme. Apalagi di masa itu belum ada pusat yang menentukan.
Menurut Will Durant dalam *The Story of Civilization,* yang disebut papa
(kemudian jadi *pope,* "paus") adalah tiap uskup di sebuah wilayah. Belum
ada yang berkuasa atas yang lain.
Tapi berangsur-angsur, ada kebutuhan rupanya. Berangsur-angsur, uskup dari
Roma didengar dan dipandang. Roma punya makna "ikonik" sebelum fisik. Di
sanalah Rasul Petrus dulu membangun gereja. Memang tak serta-merta makna
"ikonik" itu efektif. Pada 218, ketika Callistus ditunjuk jadi pemimpin
Gereja Roma, perpecahan terjadi.
Tapi sejarah berpihak kepadanya. Roma, di mana bangunan politik yang kukuh
beberapa abad berdiri, mengajarkan kepada Gereja gabungan antara yang
"ikonik" dan kekuatan fisik: organisasi. Ketika penguasa politik Romawi
merosot peran dan wibawanya, Gereja Roma mengambil alih perannya.
Salah satu momen yang menentukan di abad ke-8, ketika Roma terancam
serangan dari Lombardia dan Charlemagne, raja bangsa Franka,
menyelamatkannya. Di malam Natal 800, sang raja mendapat imbalan: berkah
Tuhan. Ia berlutut di depan Paus Leo III. Di atas kepalanya, uskup Roma itu
memasang mahkota Imperium Eropa Barat.
Tradisi ini berlangsung sampai berabad-abad kemudian. Tapi gabungan yang
"ikonik" dan yang fisik mencapai puncaknya ketika sebuah dokumen palsu
dibuat: di situ dicantumkan bahwa kepada Paus dihibahkan otoritas,
kekayaan, dan wilayah kemaharajaan Roma oleh Raja Konstantin. Bahwa dokumen
palsu tentang hibah itu dibuat di abad ke-8, sekian abad setelah Konstantin
mangkat, menunjukkan: kekuasaan fisik memerlukan sesuatu yang
lainâ€"pengesahan dari masa lalu yang gemilang.
Kekuasaan fisik itu kemudian menciut ketika abad ke-20 yang nasionalistis
datang. Yang tinggal, dan dicoba dikukuhkan, adalah makna "ikonik".
Makna ini dibentuk mithos dan ingatan orang ramai tentang mithos itu. Tapi
ia juga dikekalkan oleh panggilan yang di awal sejarah agama Kristen sangat
kuat: panggilan keadilan dan kebebasan. Ketika panggilan itu mengalami
distorsi, di abad ke-21 tak banyak gembala yang datang lagi.
*Goenawan Mohamad*

Powered by Telkomsel BlackBerry®


















Misa & diskusi pasca-penemuan kerangka wanita dewasa & 2 bayi di Lela, Flores

Sudah tersiar luas di NTT dan berbagai daerah di Indonesia, dan bahkan sudah mendunia, berita ditemukannya kerangka Yosephine Keredok Payong (Ex Suster Mary Grace SSpS) dan kedua bayinya di Lela, Sikka, Flores di taman bunga depan tempat TOR (Tahun Orientasi Rohani) para novis projo yang akan melanjutkan ke Seminari Tinggi Ritapiret dan studi di STFK Ledalero, 10 km dari Maumere, Kabupaten Sikka, NTT pada hari Minggu 27 Januari yang lalu. Si tersangka adalah Romo Herman Jumat Pr yang di sekitar tahun 1998 - 2006 menjadi pembimbing rohani para frater. Menurut informasi, romo ini telah diberhentikan uskup Larantuka tahun lalu dalam tugasnya sebagai imam.
Mary Grace (teman-temannya di Ledalero tetap ingin menggunakan nama ini walaupun saat kejadian ia telah keluar dari tarekat SSpS) adalah sarjana filsafat tamatan STFK Ledalero setelah studi selama 4 tahun di kampus Ledalero. Setelah melepas tudung suster, ia bekerja di Rumah Sakit Lela, menjadi penyuluh rohani bagi pasien. Pada waktu ini terjalin hubungan khusus dengan Rm Herman Jumat (keduanya sama-sama berasal dari Kecamatan Ile Boleng, Adonara, Flores Timur). Tahun 1999 ia hamil dan melahirkan bayi di kamar romo tersebut. Bayi itu meninggal entah secara wajar atau dibunuh dan dikuburkan di lahan depan kamar romo itu. Awal tahun 2001 Mary Grace pindah bekerja pada Yayasan yang bergerak di bidang kesehatan di Larantuka yang dipimpin Rm Frans Amanue Pr. Hubungannya dengan Herman Jumat berlangsung terus. Desember 2001 ia minta berhenti bekerja pada yayasan itu dan pindah ke Lela. Sekitar Maret 2002 ia melahirkan bayi yang kedua dan ternyata bayi itu meninggal dan juga ibunya Mary Grace yang dikuburkan di tempat yang sama dengan tempat dikuburkannya bayi yang pertama.
Akhirnya misteri kehilangan Mary Grace selama 10 tahun terkuak. Kematian ini entah alamiah atau dibunuh sedang diselidiki polisi. Informasi yang beredar tahun 2010 tentang dikuburkannya Mary Grace dan kedua anaknya dari informan kunci akhirnya sampai ke telinga paman (om) Mary Grace bernama Pater Peter Payong SVD pada tahun 2011. Ia menjadi misionaris SVD perintis pertama alumnus Seminari Tinggi Ledalero ke Filipina yang pulang ke tanah air dan tinggal di Biara Simeon di Ledalero karena sakit.

Atas inisiatif Pater Peter Payong akhirnya keluarga melaporkan kasus ini kepada polisi di Kantor Polres Maumere. Berdasarkan informasi ini dan dituntun oleh informan kunci akhirnya ditemukan kerangka tiga anak manusia ini, satu wanita dewasa dan kedua bayinya. Wanita dewasa ini diyakini adalah Yosephine Keredok Payong (ex-suster Mary Grace) dari cincin yang dikenakan sebagai hadiah adiknya dan kawat gigi yang dipasang seorang suster SSpS bertahun silam. Tes DNA telah dilakukan. Kerangka telah diantar untuk dimakamkan secara terhormat di Ile Boleng, Adonara, Flores Timur. Setelah itu, Herman Jumat yang bekerja di sebuah perusahaan di Kalimantan datang ke Maumere menyerahkan diri kepada polisi.
Proses penyidikan polisi terus berjalan dan dalam waktu dekat akan dilakukan rekonstruksi kejadian dan selanjutnya sidang pengadilan. Peristiwa ini diperkirakan mungkin akan menimbulkan kehebohan besar bagi umat Katolik Indonesia umumnya dan umat Katolik NTT khususnya. Jika TVOne atau MetroTV meliput rekonstruksi misalnya bukan tidak mungkin berbagai kalangan non-Katolik, masyarakat Indonesia umumnya dapat saja menjelekkan gereja kita. Perbuatan oknum dalam gereja karena statusnya sebagai imam mungkin membuat jelek citra gereja kita. Nila setitik rusak susu sebelanga. Mungkin kita semua "salah", hirarki tertentu "salah" karena mendiamkan berbagai kasus dan umat tertentu juga mungkin "salah" karena membiarkan kasus-kasus seperti ini tidak dituntaskan karena tidak dilaporkan, tidak melakukan advokasi.

Mungkin ini momen penting bagi refleksi, introspeksi, dan perbaikan sistem pendidikan calon imam di seminari menengah dan seminari tinggi di NTT. Secara internal kami sedang berdiskusi tentang bagaimana mengevaluasi dan mengusulkan perbaikan sistem formasi di seminari-seminari di NTT.

Mungkin ini adalah momen penting bagi gereja NTT (baik hirarki maupun umat) untuk berefleksi, melakukan introspeksi, lalu pembenahan diri dan pemurnian gereja. "Biji sesawi itu harus mati dulu baru bertumbuh subur". Gereja sebagai tubuh mistik Kristus tetap kita imani. Gereja sebagai organisasi di NTT kin mungkin saatnya melakukan metanoia.
Untuk mengenang Mary Grace dan kedua anaknya direncanakan pada hari Minggu tanggal 24 Februari ini akan diadakan misa di Aula Sekolah Marsudirini, Matraman (Suster OSF), Jakarta Pukul 08.30 pagi (dekat Gereja St Yosef Matraman). Selanjutnya akan diadakan diskusi dengan tema "Tragedi Lela, Membongkar Budaya Bisu". Disediakan snack dan makan siang sederhana. Hasil diskusi berupa rekomendasi akan dituangkan dalam sebuah petisi yang akan dikirimkan kepada berbagai pihak seperti uskup Larantuka, Maumere, dan Ende, Praeses Seminari Tinggi Ritapiret, uskup-uskup lain di NTT, KWI, dan pihak-pihak yang relevan. Tim kecil yang dipimpin Robert Bala yang beranggotakan Paul Rahmat, Gerard Bibang, Fidel Harjo, dan kami sendiri akan mengirim surat undangan resmi untuk acara misa dan diskusi ini.
Kami tidak bermaksud berwacana tentang kasus ini di milis kita ini. Mungkin dengan email ini, para sahabat yang belum tahu menjadi tahu. Lebih baik kita tahu duluan dari kalangan masyarakat non-Katolik. Harapan kami adalah mungkin ada anggota milis ini yang merasa amat concerned  terhadap tragedi ini dan ingin berpartisipasi sudi meluangkan waktu untuk mengikuti misa mengenang Mary Grace dan kedua anaknya dan berperan serta dalam diskusi dengan tema tersebut. Direncanakan akan dilakukan misa konselebrasi yang dipimpin oleh Pater Peter Payong SVD, om Mary Grace. Bagi anggota milis yang imam dapat menjadi konselebran dan dapat menghubungi kami pada No. HP 0813 1653 xxxx. Tampaknya ini adalah masalah kejahatan terhadap kemanusiaan, khususnya kejahatan terhadap kaum perempuan dan anak-anak.
Terima kasih atas perhatian para sahabat.
Salam kami,
S Belen
(Sumber: milis pendidikan Katolik)
Powered by Telkomsel BlackBerry®












Senin, 11 Februari 2013

BEBERAPA HAL YANG ANDA PERLU TAHU TENTANG PENGUNDURAN DIRI SEORANG PAUS

Pengantar:

Paus Benediktus XVI, yang akan resmi pada tanggal 28 Februari 2013. Ini ada beberapa hal yang perlu diketahui tentang paus yang saya copas dari milis APIKatolik.

1) BOLEHKAH SEORANG PAUS MENGUNDURKAN DIRI DARI JABATANNYA?

Kanon 332, &2: Apabila Paus mengundurkan diri dari jabatannya, untuk sahnya dituntut agar pengunduran diri itu terjadi dengan BEBAS dan DINYATAKAN SEMESTINYA, tetapi TIDAK DITUNTUT bahwa HARUS DITERIMA OLEH SIAPAPUN."

Tentang tata cara pengunduran diri secara umum (termasuk seorang Paus) diatur dalam kanon 187-189)
Kanon 187: Pengunduran diri atas kesadaran penuh dan bertanggung jawab atas alasan yang wajar;
Kanon 188: Demi sahnya pengunduran diri harus dilakukan secara tertulis, atau secara lisan di hadapan dua saksi;
Kanon 189, &3:"...pengunduran diri yang TIDAK MEMBUTUHKAN PENGABULAN, (seperti seorang Paus), MULAI EFEKTIF SEJAK PEMBERITAHUAN OLEH ORANG YANG MENGUNDURKAN DIRI ITU MENURUT NORMA HUKUM."
Kanon 189, &4: Pengunduran diri dari jabatan dapat ditarik kembali oleh yang bersangkutan SEBELUM MULAI EFEKTIF; SESUDAH MULAI EFEKTIF, TIDAK DAPAT DITARIK KEMBALI, TETAPI YANG BERSANGKUTAN DAPAT MEMPEROLEH KEMBALI JABATAN ITU LAGI ATAS DASAR YANG LAIN."

Dari catatan sejarah kepausan sampai sekarang hanya ada seorang Paus yang SECARA BEBAS mengundurkan diri jabatanyanya adalah PAUS CELESTINUS V (1294-1296).

2) SIAPAKAH YANG HARUS MENGABULKAN PENGUNDURAN SEORANG PAUS?

Kanon 332 secara jelas menegaskan bahwa pengunduran diri seorang paus dilakukan dengan bebas oleh paus sendiri, tanpa dituntut harus disetujui oleh pihak lain (misalnya para kardinal). Paus adalah Pimpinan tertingg, pengganti Petrus, yang utama di antara para Rasul (Uskup).

Meskipun demikian, beberapa komentator berpendapat bahwa "kendatipun ketika paus mengundurkan diri tidak membutuhkan persetujuan seorang pun, tapi dalam prakteknya, informasi pengunduran diri diinformasikan kepada "the college of cardinals" (Dewan Kardinal) atau "Dean" (ketua para kardinal) sebagai yang mempunyai kompetensi untuk mendapatkan informasi pengunduran diri itu.

3) ALASAN-ALASAN PENGUNDURAN DIRI SEORANG PAUS

Alasan-alasan pengunduran diri tidak disebutkan dalam canon di atas secara jelas, tapi biasanya secara umum, misalnya yang berlaku bagi seorang uskup adalah: misalnya karena umurnya sudah mencapai 75 tahun, karena alasan kesehatan, atau karena alasan-alasan lain yang memberatkan (moral).

Demikian pun terhadap seorang Paus, para komentator menambahkan ada beberapa alasan yang bisa membuat seorang paus mengundurkan diri, yakni: HAMBATAN POLITIK, SAKIT FISIK ATAU MENTAL atau alasan berat lainnya.

Kesimpulan:

Walaupun pada umumnya tugas kegembalaan seorang Paus sampai pada hari kematiannya (seperti Alm. Paus Yohanes Paulus II). Namun, selalu ada kemungkinan bagi seorang Paus untuk mengundurkan diri di tengah tugas kegembalaannya karena alasan-alasan yang disebutkan di atas. Hal yang paling bijak kita perbuat sekarang adalah mendoakan Paus Benediktus XVI, dan berpasrah kepada Allah Tritunggal (Bapa, Putra dan Roh Kudus) karena hanya Dialah yang tahu yang terbaik bagi Gereja-Nya.

Tak lupa kita mohon perantaraan Sang Bunda untuk memohonkan yang terbaik dari Bapa di Surga untuk Gereja yang didirikan oleh Yesus, Putra-Nya di atas Petrus dan para penggantinya.

Salam,

***Duc in Altum***
(Milis APIK)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI UNTUK MASA PRAPASKAH 2013

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI UNTUK MASA PRAPASKAH 2013

"Percaya dalam amal membangkitkan amal"
"Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita" (1 Yoh 4:16)

Saudara dan saudariku terkasih,
Perayaan Prapaskah, dalam konteks Tahun Iman, menawarkan kita
kesempatan berharga untuk merenungkan hubungan antara iman dan amal :
antara percaya dalam Allah - Allah dari Yesus Kristus - dan amal, yang
merupakan buah dari Roh Kudus dan yang menuntun kita di jalan pengabdian
kepada Allah dan sesama.

1. Iman sebagai tanggapan terhadap kasih Allah
Dalam Ensiklik pertama saya, saya menawarkan beberapa pemikiran tentang
hubungan erat antara keutamaan iman dan amal kasih secara teologis.
Berangkat dari pernyataan tegas yang mendasar dari Santo Yohanes: "Kita
telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita" (1 Yoh
4:16), saya mengamati bahwa "menjadi Kristiani bukanlah hasil dari
pilihan etis atau gagasan luhur, tetapi perjumpaan dengan suatu
peristiwa, seseorang, yang memberi kehidupan suatu cakrawala baru dan
suatu arah yang pasti ... Karena Allah telah lebih dulu mengasihi kita
(bdk. 1 Yoh 4:10), kasih kini tidak lagi menjadi 'perintah' belaka;
kasih adalah tanggapan terhadap karunia kasih yang dengannya Allah
mendekat kepada kita" (Deus Caritas Est, 1). Iman ini merupakan ketaatan
pribadi - yang melibatkan seluruh pancaindera kita – bagi pernyataan
kasih Allah yang tanpa syarat dan "penuh gairah" bagi kita, sepenuhnya
terungkap dalam Yesus Kristus. Perjumpaan dengan Allah yang adalah Kasih
melibatkan tidak hanya batin tapi juga akal budi: "Pengakuan akan Allah
yang hidup adalah salah satu jalan menuju kasih, dan 'ya' dari kehendak
kita terhadap kehendak-Nya menyatukan akal budi, kehendak dan perasaan
kita dalam seluruh pelukan tindakan kasih. Tetapi proses ini selalu
akhir yang terbuka; kasih tidak pernah 'selesai' dan lengkap"( Deus
Caritas Est, 17). Oleh karena itu, untuk semua orang Kristiani, dan
terutama untuk "pekerja amal", ada kebutuhan untuk iman, untuk "supaya
perjumpaan dengan Allah di dalam Kristus yang membangkitkan kasih mereka
dan membuka jiwa mereka bagi orang lain. Akibatnya, sehingga boleh
dikatakan, kasih kepada sesama tidak akan lagi bagi mereka perintah yang
dibebankan dari luar, melainkan suatu konsekuensi yang berasal dari
iman mereka, iman yang menjadi aktif melalui kasih "(Deus Caritas Est,
31a). Orang-orang Kristiani adalah orang-orang yang telah ditaklukkan
oleh kasih Kristus dan oleh karena itu, di bawah pengaruh kasih itu -
"Caritas Christi urget nos" (2 Kor 5:14) - mereka amatlah terbuka untuk
mengasihi sesama mereka dengan cara nyata (bdk. Deus Caritas Est, 33).
Sikap ini muncul terutama dari kesadaran dikasihi, diampuni, dan bahkan
dilayani oleh Tuhan, yang membungkuk untuk mencuci kaki para Rasul dan
memberikan diri-Nya di kayu Salib untuk menarik umat manusia ke dalam
kasih Allah.

Iman mengatakan kepada kita bahwa Allah telah
memberikan Putra-Nya demi kita dan memberi kita kepastian kemenangan
sehingga hal itu sungguh benar: Allah adalah kasih! ..... Iman, yang
melihat kasih Allah dinyatakan dalam hati Yesus yang tertikam di kayu
Salib, menimbulkan kasih. Kasih adalah cahaya -, dan pada akhirnya,
satu-satunya cahaya - yang dapat selalu menerangi dunia yang meredup dan
memberi kita kegigihan yang diperlukan untuk tetap hidup dan bekerja"
(Deus Caritas Est, 39). Semua ini membantu kita untuk memahami bahwa
tanda dasariah yang membedakan orang-orang Kristiani adalah justru
"kasih yang didasarkan pada dan dibentuk oleh iman" (Deus Caritas Est,
7).

2. Amal sebagai kehidupan dalam iman
Seluruh kehidupan
Kristiani adalah tanggapan terhadap kasih Allah. Tanggapan pertama
justru adalah iman sebagai penerimaan, yang dipenuhi dengan takjub dan
syukur, akan prakarsa ilahi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang
mendahului kita dan mengetengahkan kita. Dan "ya" dari iman menandai
awal dari sebuah kisah persahabatan yang berseri-seri dengan Tuhan, yang
memenuhi dan memberi makna penuh bagi seluruh hidup kita. Tapi itu
tidak mencukupi bagi Allah karena kita hanya menerima kasih-Nya yang
tanpa syarat. Tidak hanya membuat Ia mengasihi kita, tetapi Ia hendak
menarik kita kepada diri-Nya sendiri, untuk mengubah kita sedemikian
mendalamnya sehingga membawa kita untuk berkata bersama Santo Paulus :
"bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di
dalam aku" (bdk. Gal 2:20).

Ketika kita membuat ruang bagi
kasih Allah, maka kita menjadi seperti Dia, berbagi dalam amal
milik-Nya. Jika kita membuka diri terhadap kasih-Nya, kita
memperbolehkan Dia untuk hidup dalam kita dan membawa kita untuk
mengasihi bersama Dia, dalam Dia dan seperti Dia; hanya berlaku demikian
iman kita menjadi benar-benar "bekerja oleh kasih" (Gal 5:6), hanya
berlaku demudian Dia tinggal di dalam kita (bdk. 1 Yoh 4:12).

Iman adalah memahami kebenaran dan mematuhinya (bdk. 1 Tim 2:4); amal
adalah "berjalan" dalam kebenaran (bdk. Ef 4:15). Melalui iman kita
masuk ke dalam persahabatan dengan Tuhan, melalui amal persahabatan ini
dihidupkan dan ditumbuhkembangkan (bdk. Yoh 15:14dst). Iman menjadikan
kita merangkul perintah Tuhan dan Guru kita; amal memberi kita
kebahagiaan mempraktekkannya (bdk. Yoh 13:13-17). Dalam iman kita
diperanakkan sebagai anak-anak Allah (bdk. Yoh 1:12dst); amal menjadikan
kita bertekun secara nyata dalam keputraan ilahi kita, menghasilkan
buah Roh Kudus (bdk. Gal 5:22). Iman memampukan kita untuk mengenali
karunia yang telah dipercayakan Allah yang baik dan murah hati kepada
kita; amal membuat mereka berbuah (bdk. Mat 25:14-30).

3. Keterkaitan yang tak terpisahkan dari iman dan amal
Dalam terang di atas, jelaslah bahwa kita tidak pernah bisa memisahkan,
apalagi dengan sendirinya mempertentangkan, iman dan amal. Kedua
keutamaan teologis ini terkait erat, dan adalah menyesatkan untuk
menempatkan perlawanan atau "dialektika" di antara mereka. Di satu sisi,
akan terlalu sepihak untuk menempatkan penekanan kuat pada prioritas
dan ketegasan iman serta merendahkan dan hampir-hampir meremehkan karya
amal nyata, mengecilkan karya itu ke paham kemanusiaan yang samar-samar.
Di sisi lain, meskipun, sama-sama tidak membantu untuk melebih-lebihkan
keunggulan amal dan kegiatan yang dihasilkannya, seakan-akan karya bisa
mengambil tempat iman. Bagi kehidupan rohani yang sehat, perlu untuk
menghindari baik fideisme maupun aktivisme moral.

Kehidupan
Kristiani mencakup secara terus-menerus pendakian gunung untuk berjumpa
Allah dan kemudian turun kembali, memberikan kasih dan kekuatan yang
diambil dari-Nya, agar supaya melayani saudara dan saudari kita dengan
kasih Allah sendiri. Dalam Kitab Suci, kita melihat bagaimana semangat
para Rasul untuk mewartakan Injil dan membangkitkan iman orang-orang
terkait erat dengan kepedulian mereka yang bersifat amal untuk pelayanan
kepada kaum miskin (bdk. Kis 6:1-4). Dalam Gereja, kontemplasi dan
aksi, yang dilambangkan dalam beberapa cara oleh tokoh Injil, Maria dan
Marta, harus saling berdampingan dan saling melengkapi (bdk. Luk
10:38-42). Hubungan dengan Allah harus selalu menjadi prioritas, dan
setiap pembagian harta benda, dalam semangat Injil, harus berakar dalam
iman (bdk. Audiensi Umum, 25 April 2012). Kadang-kadang kita cenderung,
pada kenyataannya, mengecilkan istilah "amal" untuk solidaritas atau
bantuan kemanusiaan belaka. Namun, penting diingat bahwa karya terbesar
dari amal adalah evangelisasi, yang adalah "pemerintahan sabda". Tidak
ada tindakan yang lebih bermanfaat - dan karena itu lebih beramal -
terhadap salah seorang dari sesama daripada memecahkan roti sabda Allah,
berbagi bersama Dia Kabar Baik akan Injil, memperkenalkan Dia kepada
hubungan dengan Allah: evangelisasi adalah yang promosi tertinggi dan
paling menyeluruh dari pribadi manusia. Sebagai hamba Allah Paus Paulus
VI menulis dalam Ensiklik Populorum Progressio, pernyataan akan Kristus
adalah penyumbang pertama dan utama bagi pembangunan (bdk. no. 16). Ini
adalah kebenaran primordial kasih Allah bagi kita, yang hidup dan
dinyatakan, yang membuka hidup kita untuk menerima kasih ini dan
memungkinkan pengembangan menyeluruh dari kemanusiaan dan dari setiap
orang (bdk. Caritas in Veritate, 8).

Pada dasarnya, segala
sesuatu berasal dari Kasih dan cenderung menuju Kasih. Kasih Allah yang
tanpa syarat dibuat kenal kepada kita melalui pewartaan Injil. Jika kita
menyambutnya dengan iman, kita menerima kontak pertama dan sangat
diperlukan dengan Yang Ilahi, mampu membuat kita "jatuh cinta dengan
Kasih", dan kemudian kita tinggal di dalam Kasih ini, kita tumbuh di
dalamnya dan kita dengan sukacita mengkomunikasikannya kepada orang
lain.

Mengenai hubungan antara iman dan karya amal, ada bagian
dalam Surat Efesus yang mungkin menyajikan catatan terbaik keterkaitan
antara keduanya : "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini
buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan
baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamnya" (2:8-10). Dapat dilihat di sini bahwa prakarsa penebusan
seluruhnya berasal dari Allah, dari kasih karunia-Nya, dari
pengampunan-Nya yang diterima dalam iman; tetapi prakarsa ini, jauh dari
pembatasan kebebasan kita dan tanggung jawab kita, sebenarnya adalah
apa yang membuat mereka otentik dan mengarahkan mereka menuju karya
amal. Ini terutama bukan hasil dari usaha manusia, yang di dalamnya
mengandung kebanggaan, tetapi karya amal tersebut lahir dari iman dan
karya amal itu mengalir dari kasih karunia yang diberikan Allah dalam
kelimpahan. Iman tanpa perbuatan adalah seperti pohon tanpa buah: dua
keutamaan saling memaknai. Masa Prapaskah mengundang kita, melalui
praktek-praktek tradisional dari kehidupan Kristiani, memelihara iman
kita dengan seksama dan memperbesar pendengaran akan sabda Allah serta
dengan penerimaan sakramen-sakramen, dan pada saat yang sama bertumbuh
dalam amal dan dalam kasih kepada Allah dan sesama, tidak sekedar
melalui praktik puasa, pengampunan dosa dan derma.

4. Pengutamaan iman, keunggulan amal
Seperti setiap karunia Allah, iman dan amal memiliki asal mereka dalam
tindakan Roh Kudus yang satu dan sama (bdk. 1 Kor 13), Roh dalam diri
kita yang berseru "Abba, Bapa" (Gal 4:6), dan membuat kita berkata:
"Yesus adalah Tuhan!" (1 Kor 12:3) dan "Maranatha!" (1 Kor 16:22, Why
22:20). Iman, sebagai karunia dan tanggapan, menjadikan kita mengetahui
kebenaran Kristus sebagai Kasih yang menjelma dan disalibkan, sebagai
ketaatan penuh dan sempurna pada kehendak dan rahmat ilahi yang tak
terbatas terhadap sesama; iman tertanam dalam hati dan memikirkan
keyakinan teguh bahwa hanya Kasih ini mampu menaklukkan kejahatan dan
kematian. Iman mengajak kita untuk melihat ke masa depan dengan
keutamaan harapan, dengan pengharapan yang pasti bahwa kemenangan kasih
Kristus akan datang kepada penggenapannya. Untuk bagian ini, amal
mengantar kita ke dalam kasih Allah yang terwujud dalam Kristus dan
menggabungkan kita dalam cara yang bersifat pribadi dan nyata terhadap
pemberian diri Yesus yang menyeluruh dan tanpa syarat kepada Bapa serta
saudara dan saudari-Nya. Dengan memenuhi hati kita dengan kasih-Nya, Roh
Kudus membuat kita mengambil bagian dalam pengabdian Yesus kepada Allah
dan pengabdian persaudaraan bagi setiap orang (bdk. Rm 5:5).

Hubungan antara kedua keutamaan ini menyerupai antara dua sakramen
dasariah Gereja: Baptis dan Ekaristi. Baptis (sacramentum fidei)
mendahului Ekaristi (sacramentum caritatis), tetapi diarahkan kepadanya,
Ekaristi menjadi kepenuhan perjalanan Kristiani. Dalam cara yang sama,
iman mendahului amal, tetapi iman adalah sejati hanya jika dimahkotai
oleh amal. Segala sesuatu dimulai dari penerimaan iman yang sederhana
("mengetahui bahwa manusia dikasihi oleh Allah"), tetapi harus sampai
pada kebenaran amal ("mengetahui bagaimana untuk mengasihi Allah dan
sesama"), yang tetap untuk selama-lamanya, sebagai pemenuhan semua
keutamaan (bdk. 1 Kor 13:13).

Saudara dan saudari terkasih,
dalam Masa Prapaskah ini, ketika kita mempersiapkan diri untuk merayakan
peristiwa Salib dan Kebangkitan - di dalamnya kasih Allah menebus dunia
dan menyorotkan cahayanya di atas sejarah - Saya mengungkapkan kehendak
saya sehingga Anda semua dapat menghabiskan waktu berharga ini
menyalakan kembali iman Anda dalam Yesus Kristus, agar supaya masuk
bersama Dia ke dalam kasih dinamis bagi Bapa dan bagi setiap saudara dan
saudari yang kita jumpai dalam kehidupan kita. Untuk maksud ini, saya
memanjatkan doa saya kepada Allah, dan saya memohonkan berkat Tuhan atas
setiap orang dan atas setiap komunitas!

Dari Vatikan, 15 Oktober 2012
BENEDIKTUS XVI

(diambil dari Majalah HIDUP)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Paus Benediktus mengundurkan diri, ini pidato selengkapnya

Paus Benediktus mengundurkan diri, ini pidato selengkapnya

11/02/2013


Paus mengundurkan diri pada tanggal 10 Feb waktu Vatikan atau 11 Feb waktu Indonesia
Pada hari ini Paus Benediktus mengumumkan pengunduran dirinya. Di berbagai situs berita internasional kabar pengunduran diri Paus ini mengundang rasa heran dan berbagai pertanyaan muncul.

Namun jika dibaca secara keseluruhan, pengurudan diri Paus Benediktus ini dilatarbelakangi oleh kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Benediktus mulai menjabat sebagai pemimpin tertinggi Gereja Katolik tahun 2005. Paus terakhir yang mengundurkan diri adalah Paus Gregorius XII pada tahun 1415.

Berikut adalah isi pidato Paus Benediktus hari ini seperti yang dimuat di Radio Vatikan

Saudara (i) yang saya kasihi,

Saya menghimpun anda sekalian pada konsistori (pertemuan) ini bukan saja untuk tiga kanonisasi tapi juga untuk mengumumkan kepada anda semua akan keputusan yang sangat penting bagi kehidupan Gereja.

Setelah berulang kali memeriksa batin saya di hadapan Tuhan saya akhirnya sampai pada keyakinan bahwa kekuatan saya, yang karena usia yang semakin lanjut, tidak lagi cocok untuk menjalankan tugas pelayanan yang diwarikan oleh St Petrus ini.

Saya sangat sadar akan pelayanan ini, karena esensi spiritualnya, harus dijalankan bukan saja dengan kata-kata dan perbuatan, tapi juga dengan doa dan penderitaan.

Namun dalam zaman sekarang ini, yang selalu mengalami banyak perubahan dan ditantang oleh pertanyaan-pertanyaan yang sangat berkaitan dengan kehidupan iman, demi menjaga tahta Santo Petrus dan penyebaran Injil, baik kekuatan pikiran maupun fisik sangat diperlukan, kekuatan yang selama beberapa bulan terakhir dalam diri saya sudah melemah sehingga saya harus mengakui ketidakberdayaan saya untuk menjalankan misi yang dipercayakan kepada saya ini secara penuh.

Atas alasan itu dan sadar akan dampak serius dari keputusan ini, dengan kebebasan yang penuh saya mengumumkan bahwa saya tidak lagi melanjutkan pelayanan sebagai Uskup Roma, Pewaris Tahtas St Petrus, yang dipercayakan kepada saya oleh para Kardinal pada 19 April 2005, yang mana bahwa pada tanggal 28 Februari 2013, jam 20:00, Tahta Suci, Tahta Santo Petrus, akan kosong dan suatu Konklaf untuk memilih Paus baru akan dilaksanakan oleh mereka yang berkompeten.

Saudara (i) yang saya kasihi, saya mengucapkan terima kasih atas segala cinta dan kerja yang sudah kalian tunjukkan untuk mendukung saya dalam pelayanan saya dan saya meminta maaf atas segala kekurangan saya.

Dan sekarang, mari kita percayakan Gereja Kudus ini ke dalam penyelenggaraan Sang Gembala Utama, Tuhan Kita Yesus Kristus dan memohon kepada Bunda Maria, sehingga ia menuntun para Kardinal dengan semangat keibuannya, dalam memilih Paus yang baru. Mengenai diri saya, saya akan tetap mempersembahkan diri saya utuk pelayanan Gereja Kudus di masa mendatang melalui kehidupan yang khusus didedikasikan untuk berdoa.

Vatikan, 10 Februari 2013

Paus Benediktus XVI

Sumber:

http://indonesia.ucanews.com/2013/02/11/paus-benediktus-mengundurkan-diri-ini-pidato-selengkapnya/

Powered by Telkomsel BlackBerry®