Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Sabtu, 24 Agustus 2013

Ketika Katolik Menjadi Ateis Praktis (Paus Emeritus Benedictus XVI)

By Paus Emeritus Benedictus XVI on May 11, 2013 |

ATEIS Praktis haruslah dibedakan dari Ateis Aktual atau Ateis Teoritis.

Ateis Praktis adalah orang-orang beragama yang mengakui bahwa mereka beragama tetapi mereka hidup seolah-olah Tuhan itu tidak ada. Sedangkan Ateis Teoritis adalah Ateis yang secara terang-terangan menolak eksistensi Tuhan dan mereka berusaha membuat argumen-argumen untuk menyangkal keberadaan Tuhan. Setiap orang Katolik yang mengakui bahwa ia percaya kepada Allah dapat saja menjadi seorang Ateis Praktis dan dengan demikian menjadi ancaman yang lebih besar daripada Ateis Teoritis.

Dalam Audiensi-nya tanggal 14 November 2012, Paus Benediktus XVI berkata bahwa "pada waktu kita sekarang terdapat fenomena yang berbahaya bagi iman; ada fakta sebuah bentuk ateisme yang kita definisikan sebagai "praktis" yang tidak menolak kebenaran-kebenaran iman atau ibadah-ibadah religius tetapi dengan mudah menganggap itu semua tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari, terlepas dari hidup, tidak berguna. Seringkali, kemudian, orang-orang percaya kepada Allah dengan cara yang mudah, tetapi hidup "seolah-olah Allah tidak ada" (etsi Deus non daretur). Pada akhirnya, cara hidup seperti ini lebih menghancurkan karena membawa kepada sikap acuh tak acuh terhadap iman dan pertanyaan mengenai Allah."

Paus juga menambahkan "Dengan mengaburkan acuan kepada Allah, cakrawala etika juga dikaburkan [dan] memberikan ruang bagi relativisme dan konsep kebebasan yang ambigu yang bukannya malah membebaskan tetapi justru mengikat manusia kepada berhala."

Contoh sederhana dari Ateisme Praktis adalah ketika mengakui bahwa Tuhan itu ada dan melihat segala yang kita lakukan tetapi kita malah berbohong untuk kepentingan kita dan kemudian mengabaikan kebenaran bahwa Allah itu ada dan melihat kebohongan kita itu. Pada saat kita secara sukarela dan sadar melakukan dosa bohong itu, kita telah mengabaikan Allah yang jelas menolak dosa bohong itu.

Contoh lain yang lebih kompleks adalah mengenai ajaran-ajaran moral Gereja yang berasal dari wahyu Ilahi. Tidak sedikit kita lihat bahwa ada banyak wanita melakukan aborsi demi kebebasan entah itu kebebasan dari malu (misalnya bila anak yang ia kandung adalah akibat dari hubungan di luar nikah) maupun kebebasan dari beban mengurusi anak. Dalam hal alat kontrasepsi buatan, banyak orang Katolik, meskipun tahu bahwa penggunaan alat kontrasepsi buatan adalah dosa, tetap menggunakan alat tersebut demi menghindari "kesusahan" dari mengurus anak yang lebih banyak.

Kita bisa melihat lebih jelas bahwa demi keuntungan pribadi, banyak dari kita menyangkal keberadaan Allah dan ajaran-Nya secara praktis dalam perbuatan-perbuatan kita. Malah tidak jarang lagi, banyak dari kita sudah kehilangan "perasaan berdosa" dan dengan enteng kemudian melakukan dosa yang sama berkali-kali. Ketika seorang teman menegur kita karena dosa kita itu, kita kemudian malah balik berkata dan menyerang, "Kamu itu jangan menghakimi saya. Suka-suka saya dong untuk melakukan ini." Ya, ketika kita juga mulai membela diri kita sekalipun kita berdosa dengan kata-kata seperti "Suka-suka saya", "Terserah saya dong", "Masa bodoh dengan itu" dan sebagainya, kita semakin menarik diri kita menjauh dari Allah dan semakin jelas kita akan menjadi Ateis Praktis.

Kita mengakui dan mengimani Tuhan di mulut dan pikiran kita, tetapi di saat yang bersamaan kita juga terikat kuat kepada dosa dan berhala. Perlu diulang kembali pernyataan Paus Pius XII yang masih relevan sampai sekarang: "The greatest sin of our modern generation is that it has lost all sense of sin." – "Dosa terbesar generasi modern kita adalah generasi modern kita telah kehilangan semua rasa berdosa."

Lalu apa efek dari "Seorang Katolik Menjadi Ateis Praktis" ini? Yang pasti adalah kebenaran Allah dan Gereja menjadi tersamarkan dan terkaburkan. Orang Katolik yang harusnya menjadi injil yang hidup dan menghidupi injil, justru menjadi batu sandungan bagi mereka yang berada di luar Kristus dan Gereja. Kita tidak bisa mengatur cara berpikir dan menilai orang lain. Banyak dari mereka yang berada di luar Kristus dan Gereja menilai apa yang tampak dari mata mereka. Tidak jarang nama Kristus dan Gereja akhirnya yang harus menanggung penghinaan atau pandangan negatif karena kita yang menjadi Ateis Praktis ini.

Apa yang kita lakukan untuk berbalik dari Ateis Praktis ini?

Paduan pesan St. Yohanes Krisostomos dan St. Yosef  Leonessa ini bisa menjadi pesan yang bagus buat kita.

"Tetapi dapatkah tulisan yang satu ditulis di atas tulisan yang lain? Jika tulisan yang duluan tidak dihapus, maka tulisan yang baru tidak dapat ditulis di atasnya. Di dalam hatimu ada tertulis kelobaan, kesombongan, pemborosan dan cacat-cacat lainnya. Bagaimana kita dapat menulis kerendahan hati, kesusilaan dan keutamaan-keutamaan lainnya, jika cacat-cacat yang terdahulu tidak dihapus?"– St. Yosef  Leonessa.

"Oleh karena itu, saudara-saudara, hendaklah kita pun mengambil obat yang mengerjakan keselamatan kita, yakni melakukan pertobatan, yang melenyapkan dosa-dosa kita. Akan tetapi pertobatan itu bukan yang dinyatakan dengan melenyapkan noda-noda kejahatan dari dalam hati. Sebab sang nabi berkata: "Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku." (Yes 1:1-16).

Mengapa kelimpahan kata-kata ini?

Tidak cukupkah mengatakan saja: "Jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari hatimu" untuk menerangkan seluruh maksud? Mengapa masih ditambahkan: "Dari depan mata-Ku?" Sebab lainlah cara mata manusia memandang, lain pula Tuhan memandang, yakni: "manusia memandang muka, sedangkan Tuhan memandang ke dalam hati." Ia berkata: "Janganlah menjalankan pertobatan secara lahiriah saja, tetapi tunjukkanlah hasil pertobatan itu di depan mata-Ku, yang melihat apa yang tersembunyi."– St. Yohanes Krisostomos.

Tidak lupa juga, di Tahun Iman ini, mari kita kenali ajaran Allah melalui Gereja-Nya, Gereja Katolik. Kekatolikan sekarang dipandang semata-mata sebagai sistem kepercayaan dan sistem nilai tetapi tidak dipandang sebagai ajaran-ajaran yang berasal dari wahyu Ilahi. Mari kita ubah cara pandang kita mengenai Kekatolikan dan mulailah mengetahui, menghidupi dan mewartakan ajaran iman kita yang berasal dari Kristus Sang Jalan, Kebenaran dan Hidup.

Deus meus in Te confido

link sumber
http://www.sesawi.net/2013/05/11/ketika-katolik-menjadi-ateis-praktis/

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 10 Agustus 2013

Budaya Mengantri Lebih Penting dari Matematika

(Dari Milis sebelah)
Seorang guru di Australia pernah berkata

"Kami tidak terlalu khawatir jika anak2 sekolah dasar kami tidak pandai Matematika" kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri."

"Sewaktu ditanya mengapa dan kok bisa begitu ?" Kerena yang terjadi di negara kita justru sebaliknya.

Inilah jawabannya;

1. Karena kita hanya perlu melatih anak selama 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 Tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran berharga di balik proses mengantri.

2. Karena tidak semua anak kelak akan berprofesi menggunakan ilmu matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Sebagian mereka anak menjadi Penari, Atlet Olimpiade, Penyanyi, Musisi, Pelukis dsb.

3. Karena biasanya hanya sebagian kecil saja dari murid-murid dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi di bidang yang berhubungan dengan Matematika. Sementara SEMUA MURID DALAM SATU KELAS ini pasti akan membutuhkan Etika Moral dan Pelajaran Berharga dari mengantri di sepanjang hidup mereka kelak.

"Memang ada pelajaran berharga apa dibalik MENGANTRI ?"

"Oh iya banyak sekali pelajaran berharganya;"

1. Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal.

2. Anak belajar bersabar menunggu gilirannya tiba terutama jika ia di antrian paling belakang.

3. Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal dan tidak saling serobot merasa diri penting..

4. Anak belajar berdisiplin dan tidak menyerobot hak orang lain.

5. Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri. (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri)

6. Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan mengobrol dengan orang lain di antrian.

7. Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya.

8. Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.

9. Anak belajar disiplin, teratur dan kerapihan.

10. Anak belajar memiliki RASA MALU, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.

11. Anak belajar bekerjasama dengan orang2 yang ada di dekatnya jika sementara mengantri ia harus keluar antrian sebentar untuk ke kamar kecil.

12. Anak belajar jujur pada diri sendiri dan pada orang lain

dan mungkin masih banyak lagi pelajaran berharga lainnya, silahkan anda temukan sendiri sisanya.

Saya sempat tertegun mendengarkan butir-butir penjelasannya. Dan baru saja menyadari hal ini saat satu ketika mengajak anak kami berkunjung ke tempat bermain anak Kids Zania di Jakarta.

Apa yang di pertontonkan para orang tua pada anaknya, dalam mengantri menunggu giliran sungguh memprihatinkan.

1. Ada orang tua yang memaksa anaknya untuk "menyusup" ke antrian depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantri dengan rapi. Dan berkata "Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja !!"

2. Ada orang tua yang memarahi anaknya dan berkata "Dasar Penakut", karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrian.

3. Ada orang tua yang menggunakan taktik dan sejuta alasan agar anaknya di perbolehkan masuk antrian depan, karena alasan masih kecil capek ngantri, rumahnya jauh harus segera pulang, dsb. Dan menggunakan taktik yang sama di lokasi antrian permainan yang berbeda.

4. Ada orang tua yang malah marah2 karena di tegur anaknya menyerobot antrian, dan menyalahkan orang tua yang menegurnya.

5. dan berbagai macam kasus lainnya yang mungkin anda pernah alami juga.?

Ah sayang sekali ya.... padahal disana juga banyak pengunjung orang Asing entah apa yang ada di kepala mereka melihat kejadian semacam ini?

Ah sayang sekali jika orang tua, guru, dan Kementrian Pendidikan kita masih saja meributkan anak muridnya tentang Ca Lis Tung (Baca Tulis Hitung), Les Matematika dan sejenisnya. Padahal negara maju saja sudah berpikiran bahwa mengajarkan MORAL pada anak jauh lebih penting dari pada hanya sekedar mengajarkan anak pandai berhitung.

Ah sayang sekali ya... Mungkin itu yang menyebabkan negeri ini semakin jauh saja dari praktek-praktek hidup yang beretika dan bermoral. ?

Ah sayang sekali ya... seperti apa kelak anak2 yang suka menyerobot antrian sejak kecil ini jika mereka kelak jadi pemimpin di negeri ini ?

Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua juga para pendidik di seluruh tanah air tercinta. Untuk segera menyadari bahwa mengantri adalah pelajaran sederhana yang banyak sekali mengandung pelajaran hidup bagi anak dan harus di latih hingga menjadi kebiasaan setiap anak Indonesia.

Mari kita ajari anak kita untuk mengantri, untuk Indonesia yang lebih baik...!
Semoga Bermanfaat...

(Milis APIKatolik)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 02 Agustus 2013

PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK UMAT ISLAM MENJELANG AKHIR RAMADHAN

"Menggalakkan Saling Menghormati melalui Pendidikan"

(diterjemahkan oleh Peter Suriadi dari Radio Vatikan edisi Bahasa Inggris)

Untuk umat Muslim di seluruh dunia

Memberi saya kegembiraan besar menyapa Anda ketika Anda merayakan Idul Fitri, begitu mengakhiri Bulan Ramadhan, yang didedikasikan terutama untuk puasa, doa dan sedekah.

Merupakan sebuah tradisi hingga kini sehingga, pada kesempatan ini, Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama mengirim pesan keinginan baik, bersama-sama dengan tema yang diusulkan untuk permenungan bersama. Tahun ini, tahun pertama Masa Kepausan saya, saya telah memutuskan untuk menandatangani sendiri pesan tradisional ini dan mengirimkannya kepada Anda, sahabat-sahabat terkasih, sebagai ungkapan penghargaan dan persahabatan bagi seluruh umat Muslim, terutama mereka yang merupakan pemimpin agama.

Seperti Anda semua ketahui, ketika para Kardinal memilih saya sebagai Uskup Roma dan Gembala Semesta Gereja Katolik, saya memilih nama "Fransiskus", seorang kudus yang sangat terkenal yang mengasihi Allah dan setiap manusia dengan begitu dalam, hingga titik yang disebut "saudara semesta". Ia mengasihi, membantu dan melayani orang-orang yang membutuhkan, orang-orang sakit dan orang-orang miskin; ia juga sangat peduli akan ciptaan.

Saya menyadari bahwa keluarga dan dimensi kemasyarakatan menikmati suatu keutamaan karena umat Muslim selama periode ini, dan perlu dicatat bahwa ada kesejajaran tertentu dalam setiap bidang ini dengan iman dan praktek Kristiani.

Tahun ini, tema yang padanya saya ingin renungkan bersama Anda dan bersama semua orang yang akan membaca pesan ini adalah salah satu yang menjadi perhatian baik umat Muslim maupun umat Kristiani : Menggalakkan Saling Menghormati melalui Pendidikan.

Tema tahun ini dimaksudkan untuk menggarisbawahi pentingnya pendidikan dalam cara kita memahami satu sama lain, berlandasan saling menghormati. "Menghormati" berarti suatu sikap kebaikan terhadap orang-orang yang kepadanya kita memiliki perhatian dan penghargaan. "Saling" berarti bahwa ini bukan proses satu arah, tetapi sesuatu yang dibagikan oleh kedua belah pihak.

Apa yang kita sebut menghormati dalam setiap orang adalah terutama hidupnya, integritas fisiknya, martabatnya dan hak-hak yang berasal dari martabat tersebut, reputasinya, hartanya, identitas etnis dan budayanya, ide-idenya dan pilihan-pilihan politiknya. Oleh karena itu kita dipanggil untuk berpikir, berbicara dan menulis dengan penuh hormat tentang orang lain, tidak hanya dalam kehadirannya, tetapi selalu dan di mana-mana, menghindari kritik atau fitnahan yang tidak adil. Keluarga, sekolah, ajaran agama dan semua bentuk media memiliki sebuah peran mengusahakan dalam pencapaian tujuan ini.

Beralih kepada saling menghormati dalam hubungan antaragama, khususnya antara umat Kristiani dan umat Muslim, kita dipanggil untuk menghormati agama lain, ajaran-ajarannya, simbol-simbolnya, nilai-nilainya. Terutama rasa hormat karena pemimpin agama dan karena tempat ibadah. Betapa menyakitkan penyerangan pada salah satu atau lainnya!

Jelas bahwa, ketika kita menunjukkan rasa hormat kepada agama tetangga kita atau ketika kita menawarkan mereka keinginan baik kita pada kesempatan suatu perayaan keagamaan, kita benar-benar berusaha untuk merasakan sukacita mereka, tanpa merujuk kepada muatan keyakinan agama mereka.

Sehubungan dengan pendidikan kaum muda Muslim dan Kristiani, kita harus membawa orang-orang muda kita berpikir dan berbicara dengan penuh hormat tentang agama-agama lain dan para pengikutnya, dan menghindari ejekan atau perendahan keyakinan dan praktek keagamaan mereka.

Kita semua mengetahui bahwa saling menghormati bersifat mendasar dalam hubungan manusia apapun, terutama di kalangan orang-orang yang mengaku beragama. Dengan cara ini, persahabatan yang tulus dan abadi dapat tumbuh.

Ketika saya menerima Korps Diplomatik yang terakreditasi untuk Takhta Suci pada 22 Maret 2013, saya berkata: "Tidaklah mungkin menjalin hubungan sejati dengan Allah, sementara mengabaikan orang lain. Oleh karena itu penting untuk menggiatkan dialog di antara berbagai agama, dan saya sedang memikirkan khususnya dialog dengan Islam. Pada Misa yang menandai awal pelayanan saya, saya sangat menghargai kehadiran begitu banyak pemimpin sipil dan agama dari dunia Islam". Dengan kata-kata ini, saya ingin menekankan sekali lagi betapa pentingnya dialog dan kerjasama antarumat, khususnya umat Kristiani dan Muslim, dan perlunya hal itu ditingkatkan.

Dengan kepekaan ini, saya menegaskan harapan saya agar semua umat Kristiani dan umat Muslim memungkinkan menjadi penggalak sejati saling menghormati dan persahabatan, khususnya melalui pendidikan.

Akhirnya, saya mengirim Anda keinginan baik saya yang penuh doa, agar hidup Anda dapat memuliakan Yang Mahakuasa dan memberi sukacita kepada orang-orang di sekitar Anda.

Selamat Hari Raya untuk Anda semua!

Dari Vatikan, 10 Juli 2013

(Milis APIKatolik)
Powered by Telkomsel BlackBerry®