Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Kamis, 11 September 2014

PERNYATAAN SIKAP KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA Terhadap PP No. 61 / 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi

"Orang yang mempunyai hidup, berhak untuk hidup karena dia sudah hidup dan mempunyai hidup"
 
Hidup itu berharga dan bernilai, maka harus dijaga, dipelihara dan dibela. Sejak awal kehidupan, Allah sendirilah yang menciptakan manusia, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku" (Mazmur 139:13). Karena Allah sendiri yang menghendaki karya penciptaan ini, manusia tidak berhak untuk menghentikan Karya Agung Allah ini dengan menyingkirkannya. Apalagi, perintah Allah begitu tegas: Jangan membunuh! (Keluaran 2,30) yang tidak hanya berlaku bagi manusia yang sudah lahir namun juga mereka yang masih berada dalam kandungan.
Gereja mengakui bahwa hidup manusia dimulai sejak pembuahan dan hidup itu harus dibela dan dihormati. Segala bentuk tindakan yang mengancam sejak awal kehidupan ini secara langsung, tidak dibenarkan.
1.     Nilai hidup manusia adalah nilai intrinsik yang ada dalam dirinya, dia bernilai oleh karena dirinya sendiri tanpa ada relasinya dengan pihak lain. Kecacatan atau penyakit yang dialami seseorang tidak mengurangi nilai dan martabat manusia. Oleh karena itu, aborsi dengan alasan kecacatan atau penyakit, tidak bisa dibenarkan.
 
2.     Tindak pemerkosaan dapat menyebabkan trauma psikologis, spiritual dan sosial bagi korbannya. Yang diperlukan adalah sikap belarasa terhadap korban dan memberi bantuan dalam pelbagai hal agar yang bersangkutan bisa bangkit dari penderitaannya dan menghilangkan traumanya sehingga bisa kembali hidup bahagia. Namun keinginan untuk bahagia tidak memberikan hak kepadanya untuk membunuh orang lain. Melakukan aborsi demi mencapai kebahagiaan ibu yang mengandung akibat perkosaan sama artinya dengan menggunakan orang lain (janin) sebagai alat dan tidak menghormatinya sebagai subyek. Hal ini merupakan pelanggaran berat terhadap martabat manusia yang adalah Gambar dan Citra Allah.
 
 
 
3.     Janin adalah makluk yang "lemah,  tidak dapat membela diri, bahkan sampai tidak memiliki bentuk  minimal pembelaan, yakni dengan kekuatan tangis dan air mata bayi yang dimiliki oleh bayi yang baru lahir, yang menyentuh hati.." (Evangelium Vitae no. 58). Padahal Allah adalah pembela kehidupan, terutama mereka yang lemah, miskin dan tidak mempunyai pembela. Di sinilah muncul prinsip vulnerability, dimana orang yang kuat harus membela dan melindungi yang lemah. Selaras dengan hati Allah yang membela yang kecil, lemah dan tidak bisa membela dirinya, maka Gereja memilih untuk berpihak pada mereka dan menegaskan untuk membela kehidupan yang sudah diyakini ada sejak pembuahan.
 
4.     Dalam Kitab Hukum Kanonik / KHK (Codex Iuris Canonici - CIC) ditegaskan: "Bagi mereka yang menganjurkan, mendorong dan melakukan tindakan aborsi, sesuai dengan Hukum Gereja, mereka terkena ekskomunikasi latae sententiae" (KHK 1398). Ekskomunikasi langsung atau otomatis.
 
Demikianlah pernyataan sikap kami terhadap PP No. 61/2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang dikeluarkan oleh Pemerintah. Kami menolak pemberlakuan pasal 31 dan 34 yang menguraikan tentang pengecualian aborsi yang diakibatkan oleh indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.
 
Jakarta, 5 September 2014
P R E S I D I U M
Konferensi WALIGEREJA  INDONESIA,
 
 
Mgr. Ignatius Suharyo
K e t u a
Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Jenderal
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 06 September 2014

Sekilas Sejarah BULAN KITAB SUCI NASIONAL

Bulan September biasanya, Gereja Katolik Indonesia memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Pimpinan Gereja menganjurkan umat Katolik menjadi lebih akrab dengan Kitab Suci dengan berbagai cara, sehingga dengan demikian umat semakin tangguh dan mendalam imannya daam menghadapi kerumitan dan kesulitan hidup dewasa ini.

*Selintas Sejarah*

Pada bulan September telah dikhususkan oleh Gereja Katolik Indonesa sebagai
Bulan Kitab Suci Nasional. Di setiap keuskupan dilakukan berbagai kegiatan
untuk mengisi bulan ini, mulai di lingkungan, wilayah, paroki, biara,
maupun di kelompok-kelompok kategorial. Misalnya, lomba baca KS, pendalaman
KS di lingkungan, pameran buku, dan sebagainya. Terutama pada hari Minggu
pertama bulan itu, kita merayakan hari Minggu Kitab Suci Nasional. Perayaan
Ekaristi berlangsung secara meriah, diadakan perarakan khusus untuk KS, dan
KS ditempatkan di tempat yang istimewa. Sejak kapan tradisi Bulan Kitab
Suci Nasional ini berawal? Untuk apa?

Untuk mengetahui latar belakang diadakannya BKSN ini kita perlu menengok
kembali Konsili Vatikan II. Salah satu dokumen yang dihasilkan oleh KV II
yang berbicara mengenai KS adalah Dei Verbum. Dalam Dei Verbum para bapa
Konsili menganjurkan agar jalan masuk menuju Kitab Suci dibuka lebar-lebar
bagi kaum beriman (DV 22). Konsili juga mengajak seluruh umat beriman untuk
tekun membaca KS. Bagaimana jalan masuk itu dibuka? Pertama-tama, dengan
menerjemahkan KS ke dalam bahasa setempat, dalam hal ini Bahasa Indonesia.
Usaha ini sebenarnya telah dimulai sebelum KV II dan Gereja Katolik telah
selesai menerjemahkan seluruh KS, baik PL maupun PB. Namun, KV II
menganjurkan agar diusahakan terjemahan KS ekumenis, yakni terjemahan
bersama oleh Gereja Katolik dan Gereja Protestan. Mengikuti anjuran KV II
ini, Gereja Katolik Indonesia mulai "meninggalkan" terjemahan PL dan PB
yang merupakan hasil kerja keras para ahli Katolik, dan memulai kerja sama
dengan Lembaga Alkitab Indonesia. Dengan demikian, mulailah pemakaian KS
terjemahan bersama, yang merupakan terjemahan resmi yang diakui baik oleh
Gereja Katolik maupun Gereja-gereja Protestan di Indonesia. Yang membedakan
hanyalah Kitab-Kitab Deuterokanonika yang diakui termasuk dalam KS oleh
Gereja Katolik namun tidak diakui oleh Gereja-gereja Protestan.

Kitab Suci telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, namun umat
Katolik Indonesia belum mengenalnya, dan belum mulai membacanya. Mengingat
hal itu, Lembaga Biblika Indonesia, yang merupakan Lembaga dari KWI untuk
kerasulan Kitab Suci, mengadakan sejumlah usaha untuk memperkenalkan KS
kepada umat dan sekaligus mengajak umat untuk mulai membaca KS. Hal ini
dilakukan antara lain dengan mengemukakan gagasan sekaligus mengambil
prakarsa untuk mengadakan Hari Minggu Kitab Suci secara nasional. LBI
mengusulkan dan mendorong agar keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki
seluruh Indonesia mengadakan ibadat khusus dan kegiatan-kegiatan sekitar KS
pada Hari Minggu tertentu.

LBI telah dua kali mencobanya. Pada tahun 1975 dalam rangka menyambut
terbitnya Alkitab lengkap ekumenis, LBI menyarankan agar setiap paroki
mengadakan Misa Syukur pada bulan Agustus. Bahan-bahan liturgi dan
saran-saran kegiatan yang dapat dilakukan beberapa bulan sebelumnya
dikirimkan ke keuskupan-keuskupan. Percobaan kedua dilakukan pada tahun
1976. Akhir Mei 1976 dikirimkan bahan-bahan langsung kepada pastor-pastor
paroki untuk Hari Minggu Kitab Suci tanggal 24/25 Juli 1976, ditambah
lampiran contoh pendalaman, leaflet, tawaran bahan diskusi, dan lain-lain.

Walaupun dua kali percobaan itu tidak menghasilkan buah melimpah seperti
yang diharapkan, LBI toh meyakini bahwa HMKS harus diteruskan dan
diusahakan, dengan tujuan sebagai berikut:

*1. Untuk mendekatkan dan memperkenalkan umat dengan sabda Allah. KS juga
diperuntukkan bagi umat biasa, tidak hanya untuk kelompok tertentu dalam
Gereja. Mereka dipersilahkan melihatnya dari dekat, mengenalnya lebih akrab
sebagai sumber dari kehidupan iman mereka. *
*2. Untuk mendorong agar umat memiliki dan menggunakannya. Melihat dan
mengagumi saja belum cukup. Umat perlu didorong untuk memilikinya paling
sedikit setiap keluarga mempunyai satu kitab suci di rumahnya. Dengan
demikian, umat dapat membacanya sendiri untuk memperdalam iman
kepercayaannya sendiri. *

Dalam sidang MAWI 1977 para uskup menetapkan agar satu Hari Minggu tertentu
dalam tahun gerejani ditetapkan sebagai Hari Minggu Kitab Suci Nasional.
Hari Minggu yang dimaksudkan adalah Hari Minggu Pertama September. Dalam
perkembangan selanjutnya keinginan umat untuk membaca dan mendalami KS
semakin berkembang. Satu Minggu dirasa tidak cukup lagi untuk mengadakan
kegiatan-kegiatan seputar Kitab Suci. Maka, kegiatan-kegiatan ini
berlangsung sepanjang Bulan September dan bulan ke-9 ini sampai sekarang
menjadi Bulan Kitab Suci Nasional

YM Seto Marsunu
Sekretaris Lembaga Biblika Indonesia (LBI)

Sumber :
http://indonesia.ucanews.com/2014/09/02/sekilas-sejarah-bulan-kitab-suci-nasional
Powered by Telkomsel BlackBerry®