Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Senin, 21 April 2014

Paus Fransiskus Bicara Soal Misteri 'Kain Kafan Yesus'

Sejumlah orang meyakini, kain kafan Turin atau Shroud of Turin diyakini sebagai pembungkus jasad Yesus pasca penyaliban. Di lembaran kain tua itu, tercetak citra samar dari darah yang mengering: seorang pria tinggi berambut panjang dan berjenggot. 

Noda darah tebal terlihat di pergelangan tangan dan pergelangan kaki-- sesuai dengan posisi Yesus ketika dipaku di tiang salib. 

Meski menganggapnya sebagai relik suci, sekian lama Gereja Katolik menghindar untuk mengeluarkan pernyataan soal keasliannya.  Namun, secara eksplisit Paus Fransiskus menyinggung keterkaitan kain kafan Turin itu dengan Yesus dalam rekaman pesan videonya terkait penayangan soal kain suci itu di televisi Italia. 

Paus asal Argentina itu mengatakan, "Pria dalam kafan itu  mengundang kita untuk merenungkan Yesus dari Nazaret."

"Wajah yang rusak itu, serupa dengan wajah pria dan wanita yang hancur oleh hidup yang tak menghormati martabat mereka, oleh perang dan kekerasan yang menimpa orang-orang lemah," kata Paus seperti dimuat Daily Mail, Minggu 31 Maret 2013.

Paus menambahkan, di saat bersamaan, wajah di kain kafan itu menunjukkan kedamaian yang agung. "Tubuh yang disiksa itu menunjukkan sebuah keagungan yang berdaulat".

Berbicara sebelum memimpin perayaan Paskah pertamanya di Basilika Santo Petrus Vatikan, Paus Fransiskus mengatakan, mata sosok di kain kafan itu terpejam. "Namun secara misterius Dia mengawasi kita, dan dalam keheningan Dia berbicara kepada kita."

Sementara, awal minggu ini, para peneliti  mengungkap, kain sepanjang 14 kaki atau 4,2 meter itu berasal dari masa 300 SM sampai 400 Masehi, bukan Abad Pertengahan seperti argumentasi ilmuwan sebelumnya. Membuktikan kain itu tidak palsu. Temuan ilmiah terbaru dituang dalam buku Il Mistero della Sindone (Misteri Kain Kafan) yang diterbitkan tepat pada hari Jumat Agung.

Kain kafan, yang merupakan salah satu peninggalan Katolik yang paling kontroversial, pernah dideskripsikan oleh Paus Yohanes Paulus II sebagai 'ikon penderitaan sepanjang zaman'.

Pernah Diincar Hilter

Sebelumnya, uji karbon pada 1988 menyatakan kain itu dibuat antara tahun 1260 sampai 1390. Jauh setelah kematian Yesus. 

Kemudian, ahli seni Italia,  Luciano Buso mengungkapkan, kain kafan yang kini disimpan di Katedral Turin adalah replika, bukan yang asli. Itu adalah hasil karya seniman abad pertengahan, Giotto.

Kesimpulan ini ia dapat setelah melakukan penelitian berbulan-bulan terhadap foto kain kafan tersebut. Ia tak bisa menyentuh langsung. Salah satu dasar teori Buso adalah adanya angka 15 yang terselubung di kain tersebut. Kata dia, itu adalah indikasikan Giotto membuat kain tiruan itu pada tahun  1315.

Buso bersikukuh, 700 tahun lalu adalah hal yang biasa bagi seniman untuk membubuhkan tanggal di karya mereka, untuk menjamin keaslian karyanya. Meski demikian, praktek ini hanya diketahui segelintir orang tertentu untuk menghindari pemalsuan.

"Ia tak bermaksud memalsukan apapun, ini terlihat jelas dari tanda tangannya "Giotto 15" untuk menandai karyanya yang ia buat tahun 1315. Kain itu bukan palsu, ia hanya diminta membuat tiruannya," kata Buso seperti dimuat Daily Mail, 8 Juni 2011. Boso berspekulasi, adalah pihak gereja yang meminta pada Giotto, mengingat kondisi kain asli yang memburuk dan akhirnya binasa selama berabad-abad.

Kain kafan Turin juga pernah jadi incaran Adolf Hitler. Ia membuat skrenario pencurian -- setelah kunjungannya ke Italia pada 1938. Untungnya aksinya itu digagalkan aksi berani beberapa rahib Benediktian. 

Meski antek-antek Hitler menemukan lokasi rahasia penyimpanan relik suci itu. Namun tangan mereka tak bisa menyentuh kain kafan Turin. Sebab, sekelompok biarawan mengelilingi altar tempat kain keramat tersebut tersimpan. Demikian dilaporkan kantor berita Italia, ANSA.

Pada 1943 ketika tentara Jerman mencarinya kafan itu di biara Montevergine, para biarawan di sana berpura-pura berdoa kusyuk di depan kain itu disimpan. Menghalangi aksi para kaki tangan Hitler. 

Kain kafan Turin selamat, dan tetap tersembunyi di biara tersebut sampai tahun 1946 -- ketika dikembalikan ke Katedral Santo Yohanes Baptist di Turin.  Kini ia tersimpan aman dalam kotak kaca antipeluru yang dilengkapi pengendali iklim. (Ein)

http://news.liputan6.com/read/549062/paus-fransiskus-bicara-soal-misteri-kain-kafan-yesus
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Jumat, 18 April 2014

Puisi Jumat Agung dan Paskah

Karya: Ulil Absar Abdala (Cendekiawan Muslim)

=================

Ia yg rebah, di pangkuan perawan suci, bangkit setelah tiga hari, melawan mati.

Ia yg lemah, menghidupkan harapan yg nyaris punah.

Ia yang maha lemah, jasadnya menanggungkan derita kita.

Ia yang maha lemah, deritanya menaklukkan raja-raja dunia.
Ia yang jatuh cinta pada pagi, setelah dirajam nyeri.

Ia yang tengadah ke langit suci, terbalut kain merah
kirmizi: Cintailah aku!

Mereka bertengkar tentang siapa yang mati di palang kayu.

Aku tak tertarik pada debat ahli teologi.

Darah yang mengucur itu lebih menyentuhku.

Saat aku jumawa dengan imanku, tubuh nyeri yang tergeletak di kayu itu, terus mengingatkanku: Bahkan Ia pun menderita, bersama yang nista.

Muhammadku, Yesusmu, Krisnamu, Buddhamu, Konfuciusmu – mereka semua guru-guruku, yang mengajarku tentang Kehidupan.

Kalian mudah puas diri, pongah, jumawa, bagai burung Merak. Terbiasa Menghakimi.

Tubuh yang mengucur darah di kayu itu, bukan burung merak.

Ia mengajar kita, tentang cinta, untuk mereka yang disesatkan dan dinista.

Penderitaan kadang mengajarmu tentang iman yang rendah hati.

Huruf-huruf dalam kitab suci, kerap membuatmu merasa paling suci.

Ya, Jesusmu adalah juga Jesusku.

Ia telah menebusku dari iman yang tinggi hati.
Ia membuatku cinta pada yang dinista!
Semoga Semua Hidup Berbahagia dalam kasih Tuhan .
SELAMAT. HARI. RAYA. PASKAH. 2014.
[Puisi tersebut dibuat cendekiawan NU Ulil Abshara Abdala)


Powered by Telkomsel BlackBerry®

RENUNGAN PASKAH: Bangkit di Tengah Keterpurukan (H Datus Lega)

PERISTIWA Paskah alias kebangkitan Yesus dari Nazareth, yang dirayakan umat Kristiani pada Minggu, 20 April, dapat merefleksikan kebangkitan kita sebagai bangsa Indonesia.
Sekurangnya ada dua perspektif yang mengemuka. Pertama, dari sudut pandang paradigma baru kebudayaan. Peristiwa kebangkitan Yesus adalah kebangkitan manusia akan keluhuran martabat hidupnya. Hidup yang sebenarnya tidak berujung pada kematian fisik, tetapi sesungguhnya kekal abadi bersama Sang Khalik!

Kematian biologis semestinya dipandang hanya sebagai sarana untuk memperoleh kembali hidup yang abadi. Hidup bukan lagi "seakan-akan" luhur dalam kesejatiannya, melainkan memang "benar-benar" bermartabat dalam makna kerohaniannya.

 Kedua, dari perspektif perilaku keseharian manusia. Kebangkitan itu mengukir pesan teramat indah, yaitu yang selamanya harus menang hanyalah cinta dan kasih sayang!
Tiada lagi tempat bagi kedengkian dan dendam kesumat karena gelombang cinta yang dipancarluaskan dalam peristiwa Paskah bukan hanya menghalau kegelapan dosa, melainkan juga maut! Maka, lahirlah budaya baru: kasih sayang untuk melakukan kebaikan demi kebaikan!

Metahistoris 
Mencermati penuturan para penginjil, otentisitas peristiwa kebangkitan tidaklah terlalu dipentingkan sesuai fakta kejadiannya. Peristiwa itu harus juga dipandang sebagai "visualisasi pengalaman batin" sehingga bersifat metahistoris, artinya "lebih daripada sekadar catatan sejarah".

 A Heuken SJ menerangkan dalam Ensiklopedi Gereja (2005), peristiwa kebangkitan Yesus tidak disaksikan orang dan memang tidak mungkin disaksikan karena merupakan pengalihan dari dunia fana ke alam akhirat yang tidak terbuka pada pancaindra. Heuken mencatat, "Yang dialami dan disaksikan banyak orang secara sendiri-sendiri maupun bersama selama beberapa waktu adalah: Yesus yang sudah wafat masih mengerjakan sesuatu di dunia yang dialami dan disaksikan. Hal-hal seperti ini hanya mungkin, jika Yesus hidup lagi" (Ensiklopedi Gereja jilid 6, halaman 107).  Sekali  lagi, ciri metahistoris dan visualisasi pengalaman rohani perlu dalam mencermati peristiwa kebangkitan.

Tidaklah mengherankan bahwa peristiwa itu kemudian dipahami sebagai peristiwa iman. Mereka yang mengalami (dan merasakan) penampakan Yesus tidak bisa lain kecuali percaya bahwa Yesus sungguh bangkit! Menurut Heuken, "bukan iman 'menghasilkan' kebangkitan, melainkan  'Yang-telah-bangkit' menumbuhkan iman".

Iman bukan hanya wacana. Apalah artinya iman tanpa perbuatan. Memang beriman selalu aktual, lantaran harus diuji dalam tindakan-tindakan nyata. Sama seperti cinta dan kebaikan tidak bisa ditebar dalam kata- kata kosong nan gombal, beriman pun seharusnya mewujud dalam bentuk-bentuk konkret.

Beriman dengan sendirinya tidak membutuhkan slogan dalam ruang kampanye dengan janji-janji palsu. Iklan kampanye tentu saja bukan pesan iman sehingga sebuah baliho raksasa dengan kalimat "kami memberi bukti, bukan janji' telah dipelesetkan menjadi "kami memberi bukti korupsi, bukan lagi janji".

Mewujudkan iman
 Sungguh tidak mudah mewujudnyatakan pesona iman dalam tindak tanduk terpuji bahwa hanya kebaikanlah yang harus menang dan hanya kebaikan yang mampu mengalahkan kejahatan. Dalam zaman serba complicated dan instant, dengan aneka rupa vested interest, sebagai anak- anak sebuah bangsa, kita tertantang untuk memilih "bangkit" menjadi yang terbaik bagi sesama. Bangkit dalam konotasi "hidup" demi kebaikan sesama. Sudah amat kasatmata bahwa bangsa kita membutuhkan kebangkitan untuk memperbaiki keadaan dalam rasa ada-bersama sebagai makhluk bermartabat.

 Tidak perlu dibentangkan panjang lebar, semua menyadari bahwa ada seribu satu alasan untuk membangkitkan diri dari keterpurukan.  Dalam sosialisasi pemilu legislatif yang baru berlalu, ketika ajakan memilih didengungkan, selalu terdengar refrain "jadilah pemilih cerdas untuk pemilu berkualitas". Namun, kenyataannya adalah belenggu "serangan fajar" dalam money politics yang membodohkan para pemilih emosional.

Visi Indonesia Baru untuk membangun bangsa ini jelas menuntut manusia Indonesia bekerja dengan keunggulan karakter: berdisiplin dan berketerampilan. Namun, kita menyaksikan berita korupsi dan penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang seakan tiada habisnya.

Kawula muda negeri ini hampir selalu dicekoki semboyan "kita ini bangsa yang besar" yang sudah tentu melandaskan diri pada peradaban terpuji, dengan tingkat kepekaan sosial yang menjamin hubungan harmonis, dalam jejak perilaku para pemimpin yang dapat diandalkan.

Namun, tengoklah, biar barang sejenak, janji-janji pemilu bukan hanya mengambang, melainkan juga hanya riuh gemuruh yang hilang bersama angin! Apakah cita-cita bangsa ini harus terkubur? Apakah mimpi- mimpi Indonesia Baru harus hilang ditelan bumi?

 Jawabannya tegas: tidak! Tampaknya kita tak pantas berputus asa meski kenyataan hidup tidak sesuai dengan apa yang kita yakini. Selalu masih ada bukan hanya optimisme, melainkan juga harapan orang-orang beriman. Berdasarkan perspektif ini, yakinlah bahwa manusia yang memiliki harapan mesti masih bisa melihat secercah terang di dalam kegelapan.

Lantaran ada seribu satu alasan untuk bangkit dari keterpurukan, barangkali kita perlu juga meyakinkan diri bahwa ada "lebih dari seribu satu" alasan untuk terus berharap akan hadirnya perubahan dan perbaikan dalam hidup berbangsa. Salah satunya terinspirasi dari peristiwa Paskah sebagai kemenangan kehidupan atas kematian.

Manusia Indonesia semestinya tidak melihat kemalangan dan keterpurukan bangsa ini sebagai malapetaka belaka, tetapi juga sebagai sumber inspirasi untuk perwujudan kasih sayang antar-sesama.

 Kasih sayang inilah wujud budaya baru dari manusia Indonesia untuk mengembangkan kebaikan lawan kejahatan. Inilah budaya terang melawan kegelapan. Inilah pula akhirnya keluhuran budaya kehidupan melawan kematian.

H Datus Lega, Uskup Manokwari-Sorong sejak 2003; Tinggal di Sorong, Papua

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000006082527
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Transformasi Kehidupan (I Suharyo)

PADA tahun ini umat Kristiani di Indonesia merayakan Paskah ketika bangsa Indonesia menjalani tahun politik. Kita semua berharap bahwa dengan terpilihnya para wakil rakyat yang baru dan pemimpin pemerintahan yang baru, bangsa Indonesia mampu masuk ke dalam dinamika baru transformasi kehidupan religius, sosial, budaya, politik, dan ekonomi menuju terwujudnya cita-cita bersama sebagai bangsa.

 Pesan Paskah adalah pesan pembaruan, transformasi seluruh segi kehidupan manusia. Demi transformasi itulah Yesus akhirnya dihukum mati. Pada zamannya ada ribuan orang yang dijatuhi hukuman mati di salib karena dituduh melawan pemerintahan penjajah.

Apakah itu berarti bahwa Yesus pun dituduh merencanakan pemberontakan melawan penjajah? Ada alasan yang bisa membuat orang berpikir seperti itu. Salah seorang muridnya yang bernama Simon disebut orang Zelot. Kaum Zelot dikenal sebagai kelompok yang, dengan alasan politik-keagamaan, terus melakukan perlawanan bersenjata untuk mengusir penjajah. Akan tetapi, rupanya bukanlah alasan ini yang membawa Yesus pada kematian.

Dalam pengadilan, Pilatus yang mewakili pemerintah penjajah menyatakan, seperti yang tersua dalam Injil Lukas, "Aku tidak mendapati kesalahan apa pun pada orang ini."

Kemerdekaan yang sejati
Sebagai bagian dari bangsanya yang sedang dijajah, Yesus mendambakan kemerdekaan yang sejati, yang jauh lebih utuh daripada kemerdekaan dari penjajahan. Kerinduan akan kemerdekaan itu diungkapkan dalam berbagai madah, sebagaimana yang dapat kita baca dalam Injil Lukas : kelepasan, pembebasan, keselamatan dari musuh dan orang yang membenci agar bebas dari tangan musuh dan dapat beribadah tanpa takut.

Untuk sampai pada kemerdekaan yang sejati itu, Ia mengajak masyarakatnya melihat dan membaca tanda-tanda zaman. Tanda-tanda zaman jelas menunjukkan bahwa bangsanya sedang menuju kehancuran: bait Allah akan dihancurkan, kota suci akan runtuh.

Dalam kegalauan melihat masa depan itu, Yesus berkata, "Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu."

Alasan dasar yang membuat sejarah bangsanya menuju kehancuran adalah karena kelompok-kelompok di dalam bangsanya menganut dan memaksakan agama yang tanpa belas kasih. Keyakinan keagamaan seperti itu menindas dan berdampak buruk pada seluruh segi kehidupan, sosial, politik, dan ekonomi.

Kelompok Zelot, karena merasa harus menjaga hukum Allah, sampai hati membunuh saudara-saudara sebangsanya yang mereka anggap tidak setia pada hukum. Mereka ingin mengikuti contoh Pinehas, seperti yang terungkap dalam Kitab Bilangan, yang setelah membunuh saudara sebangsanya dipuji karena semangat keagamaannya. Rasa benci kelompok Esseni terhadap orang yang bukan dari kelompoknya juga didorong rasa keagamaan.

Demikian juga kelompok Farisi menyebut saudara-saudara sebangsa terkutuk, sebagaimana yang tercatat dalam Injil Yohanes, karena fanatisme keagamaan. Dengan kata-kata dan tindakan-tindakannya, Yesus mempertanyakan serta menjungkirbalikkan pendapat dan pelaksanaan hidup beragama umum yang dianggap benar dan adil itu. Ia menyatakan bahwa agama seperti itu tidak menyatakan belas kasih Allah dan, oleh karena itu, bertentangan dengan hakikat agama itu sendiri. Itulah sebabnya Yesus sering bertengkar dengan para pemimpin agama pada waktu itu.

Dengan kata lain, alasan awal yang membawa Yesus pada kematian adalah kritiknya terhadap agama yang sudah menjadi beku tanpa belas kasih. Yesus ingin mentransformasi kehidupan dengan mencairkan kembali agama yang beku itu dengan mengembalikan belas kasih yang menjadi hakikatnya karena Allah adalah Kasih. Demi dan dalam kasih itulah ia rela mati di salib dan, dengan demikian, menyatakan Allah Sang Kasih.

Agama yang diperalat
Selama hidupnya di depan umum Yesus sering bertengkar dengan orang-orang Farisi dan para ahli Kitab. Namun, ternyata pada akhirnya yang paling depan menuntut kematiannya adalah para imam. Mewakili mereka, Kayafas mengatakan bahwa lebih berguna satu orang mati untuk seluruh bangsa. Mereka adalah kelompok keagamaan yang mempunyai tanggung jawab khusus di bait suci. Rupanya tugas suci itu pun dijadikan kesempatan mengeruk untung dengan monopoli dagang hewan korban dan penukaran uang di bait suci. Lagi-lagi agama yang suci direndahkan dan disalahgunakan menjadi alat dagang dengan memanipulasi kebaktian dan kesalehan orang.

Berhadapan dengan ini, untuk memulihkan kemuliaan agama Yesus tidak hanya berkata-kata, tetapi juga melakukan tindakan yang dianggap menyerang kepentingan mereka, yaitu menyucikan bait suci. Karena itulah, seperti tersua dalam Injil Matius, ia harus mati.

Menjelang pemilu legislatif, Konferensi Waligereja Indonesia mengeluarkan Surat Gembala menyambut Pemilu Legislatif 2014. Salah satu anjuran pokok yang disampaikan adalah agar para pemilih menjatuhkan pilihannya kepada calon atau partai yang jelas menjaga dan berjuang mengamalkan nilai-nilai Pancasila.

Sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan memilih orang serta partai yang jelas dan konsisten memperjuangkan nilai-nilai Pancasila, kita berharap agar pemimpin dan kekuatan politik yang terpilih memastikan bahwa keimanan kita akan Tuhan Yang Maha Esa menjadi daya transformatif bagi seluruh segi kehidupan yang dirumuskan dalam keempat sila yang lain. Kalau ini terjadi, dalam keyakinan iman Kristiani, inilah makna Paskah yang nyata dalam kehidupan bangsa. Selamat Paskah.

 I Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta

Sumber: http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000005994705
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 07 April 2014

Pesan Paus kepada Politisi: Jadilah Mediator, bukan Makelar

PAUS Fransiskus pada Sabtu lalu (5/4) bertemu dengan sejumlah 120 politisi yang terdiri dari para walikota, pejabat publik lainnya, anggota parlemen, dan pemimpin partai politik Italia.
"Menjadi politisi adalah menjadi mediator publik. Seorang walikota, misalnya, perlu berada di tengah-tengah masyarakat. Kalau ia tidak melakukannya, bagaimana ia bisa menjadi seorang mediator yang wajib mengerti apa kebutuhan masyarakat yang diwakilinya," demikian kata Paus.
Sangatlah berbahaya, tandas Sri Paus, ketika politisi tersebut tidak menjadi mediator, tetapi menjadi 'perantara' yang bertindak seperti seorang 'makelar' dan mengambil keuntungan dari kebutuhan masyarakat.
Paus memuji para pemimpin yang menjadi mediator dan mempersembahkan hidupnya untuk mempersatukan rakyatnya, untuk kesejahteraan masyarakat, dengan mencari berbagai solusi dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Paus mengakui bahwa hal itu sama sekali bukan tugas mudah. "Sering politisi merasa patah arang ketika saatnya dia pulang kerja tetapi masih banyak hal yang belum terselesaikan."
Paus menekankan bahwa tugas tersebut merupakan panggilan mereka.

Lelah yang membahagiakan
Seyogyanya pemimpin publik dan politisi pulang ke rumah dengan rasa lelah, tetapi hatinya penuh dengan cinta karena dia telah menjadi seorang mediator. "Saya berterima kasih dan mengucapkan selamat kepada politisi s yang seperti itu," senyum Paus kepada para politikus yang terlihat mendengarkan dengan penuh perhatian.
"Bertindaklah seperti Yesus," saran Paus, "Yesus yang menemukan diriNya berada di kerumunan masyarakat ramai, sampai kadang dia sulit bernafas."
Masyarakat mencari Yesus karena tahu Dia akan menjawab mereka.
"Saya sungguh berharap Anda semua begitu, kelelahan berada di kerumunan rakyat yang datang mencarimu karena mereka tahu mereka bisa mengandalkanmu," pesan Paus di akhir audiensi tersebut.
Pertemuan tersebut merupakan 'kebetulan' yang indah untuk kita yang akan menentukan calon rakyat pada Pemilu Legislatif pada hari Rabu pekan ini, tanggal 9 April 2014. Mari sebarkan pesan tersebut kepada para calon legislatif kita.

Sumber: CNA
http://www.sesawi.net/2014/04/06/pesan-paus-kepada-politisi-jadilah-mediator-bukan-makelar/
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 05 April 2014

DEVOSI & NOVENA BESAR BUNDA MARIA 2014, dgn tema "Bersama MARIA Dipilih Untuk Melayani"

DEVOSI & NOVENA BESAR BUNDA MARIA 2014, dgn tema
"Bersama MARIA Dipilih Untuk Melayani".

Tanggal : 2-10 Mei 2014 (9 hari berturut-turut)
Tempat : Plaza Bapindo Lt 8, Jl. Jend. Sudirman kav 55 Jakarta Selatan
Waktu : pk. 17.30-21.00
Acara : Doa Rosario, Talkshow & Misa-Novena

Jadwal acara sbb.:
(1) Hari 1, Jumat 2 Mei,
tema: Maria dan Pilihan Hidup Untuk Melayani
Pembicara: Romo Alexander Dirdjasusanto SJ & Agus Handoyo

(2) Hari 2, Sabtu 3 Mei,
tema: Maria Teladan Hidup Bersaudara untuk Saling Melayani.
Pembicara: RD Yustinus Ardianto & Yaya Winarno Junardy

(3) Hari 3, Minggu 4 Mei,
tema: Totalitas Pelayanan Maria.
Pembicara: Mgr. Ignatius Suharyo & Dr. Mari Elka Pangestu, MA., Phd

(4) Hari 4, Senin 5 Mei,
tema: Melayani Dalam Bimbingan Roh Kudus.
Pembicara: Romo Alexander Erwin Santoso, MSF & Ferry Lubis

(5) Hari 5, Selasa 6 Mei,
tema: Pelayanan Maria, Penyerahan Total. Pembicara: Romo Albertus Purnomo, OFM

(6) Hari 6, Rabu 7 Mei,
tema: Maria dan Talenta Melayani.
Pembicara: Romo Yusuf Edi Mulyono, SJ & Fransisca Andana Okasanawati

(7) Hari 7, Kamis 8 Mei,
tema: Bersama Maria Melayani Bumi.
Pembicara: Romo Peter Kurniawan Subagyo, OMI & Margaretha Denok Marty Astuti

(8) Hari 8, Jumat 9 Mei,
tema: Melayani yang Tersisih.
Pembicara: Romo Benedictus Hari Juliawan, SJ & Bruder Petrus Partono

(9) Hari 9, Sabtu 10 Mei,
tema: Diutus untuk Melayani.
Pembicara: Romo Al. Andang Binawan, SJ & Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.Hum.

Mohon ini dianggap sebagai UNDANGAN.
Untuk kalangan sendiri.
TANPA DIPUNGUT BIAYA.
Bagi yang berkenan menjadi donatur:
No Rek Panitia Devosi Maria:
BCA - KCP Summitmas,
Rek No. 538-503-4412
a/n. LID Da Lopez / R Prakoso

Sumber: milis APIK
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Rabu, 02 April 2014

PESAN PAUS FRANSISKUS  PADA HARI DOA SEDUNIA UNTUK PANGGILAN KE-51 

11 Mei 2014 – Hari Minggu Paskah IV
 Tema: Panggilan, Saksi Terhadap Kebenaran

 
Saudara-saudari yang terkasih,

1.         Injil mengatakan bahwa "Yesus berkeliling ke semua kota dan desa….. Ketika melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala. Maka kata-Nya kepada murid-murid-Nya: 'Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit. Karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.'" (Mat.9:35-38). Sabda Yesus tersebut mengejutkan kita, karena kita semua tahu bahwa biasanya hal terpenting pertama-tama membajak, menebarkan benih dan menanam; kemudian ketika tiba saatnya menuai panenan yang berlimpah-ruah. Namun sebaliknya Yesus langsung berkata bahwa "tuaian memang banyak". Siapa yang telah melakukan proses itu semua? Hanya ada satu jawabannya, yaitu Allah. Sangat jelas sekali bahwa ladang yang Yesus maksudkan adalah manusia, yaitu kita semua. Dan tindakan yang tepat-guna sehingga menghasilkan "buah berlimpah" adalah rahmat Allah sendiri, yaitu persatuan dengan Allah (bdk. Yoh. 15:5). Oleh karena itu doa yang Yesus minta dari pihak Gereja adalah perhatian terhadap kebutuhan akan pertambahan jumlah orang yang melayani Kerajaan-Nya. Santo Paulus, salah seorang dari "pelayan-pelayan Allah", tak kenal lelah membatikan dirinya bagi penyebaran Injil dan kelahiran Gereja. Dia adalah seorang Rasul, yang sadar sebagai seorang yang memiliki pengalaman akan misteri Allah yang menyelamatkan dan bagaimana rahmat Allah adalah sumber dari setiap panggilan, sembari mengingatkan umat kristiani di Korintus: "Kamu adalah ladang Allah" (1 Kor.3:9). Itulah sebabnya pertama-tama muncul rasa kagum dari dalam hati kita atas tuaian yang berlimpah yang hanya dapat dianugerahkan sendiri oleh Allah; kemudian rasa syukur atas kasih yang selalu mendahului kita; dan akhirnya sembah bakti atas karya yang telah Dia sempurnakan, yang menuntut persetujuan kita dalam melaksanakannya bersama Dia dan demi Dia.

2.        Sering kali kita berdoa dengan kata-kata seperti Pemazmur: "Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-Nya." (Mzm.100:3); atau "TUHAN telah memilih Yakub bagi-Nya, Israel menjadi milik kesayangan-Nya." (Mzm. 135:4). Kita adalah milik "kepunyaan" Allah bukan dalam arti kita sebagai budak-Nya, melainkan mengacu pada makna suatu ikatan yang kuat, yang menyatukan kita dengan Allah dan dengan sesama satu sama lainnya, sesuai dengan perjanjian kekal, karena "untuk selama-lamanya kasih setia-Nya" (Mzm.136). Dalam konteks panggilan Nabi Yeremia, misalnya, Allah mengingatkan kita bahwa Dia terus-menerus memperhatikan kita masing-masing, agar firman-Nya terlaksana di dalam diri kita. Gambaran ini diumpamakan seperti sebatang dahan pohon badam yang mengeluarkan bunga paling awal, yang mengungkapkan kelahiran kembali kehidupan pada musim Semi (bdk. Yer. 1:11-12). Segala sesuatu berasal dari Allah dan merupakan rahmat: dunia, kehidupan, kematian, masa kini, dan masa yang akan datang, tetapi – sebagaimana dijanjikan oleh Rasul (Paulus) – "kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah"(1 Kor. 3:23). Karena itu, model kepemilikan Allah dijelaskan demikian: menjadi milik Allah itu timbul dari suatu relasi yang unik dan personal dengan Yesus, berkat Sakramen Baptis yang kita terima dulu, menjadikan kita dilahirkan kembali dalam kehidupan yang baru. Oleh karena itu, Kristus sendirilah yang terus menerus memanggil kita melalui Firman-Nya untuk menaruh iman kita kepada-Nya, mengasihi-Nya "dengan segenap hati, dengan segenap akal budi dan dengan segenap kekuatan kita" (Mrk.12:33).Maka, setiap panggilan, meskipun melalui berbagai jalan, selalu menuntut suatu exodus (keluar dari) diri sendiri agar dapat memusatkan hidup seseorang hanya kepada Kristus dan kepada Injil-Nya. Baik dalam kehidupan berkeluarga maupun dalam hidup religius, demikian juga dalam kehidupan imamat, kita harus melampaui cara berfikir dan cara bertindak yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Hal ini merupakan suatu "exodus yang menghantar kita pada suatu perjalanan sembah-bakti kepada Tuhan dan pelayanan kepada-Nya dalam diri saudara-saudari kita" (Kata Sambutan kepada Persatuan Internasional Para Superior Jendral, 8 Mei 2013). Karena itu, kita semua dipanggil untuk sembah-bakti kepada Yesus dalam hati kita (1 Pet. 3:15) agar dapat membiarkan diri kita disentuh oleh denyut rahmat yang terkandung dalam benih Sabda, yang harus tumbuh dalam diri kita dan diubah menjadi suatu pelayanan konkrit kepada sesama kita. Kita tidak perlu takut: Allah mengawal karya tangan-Nya dengan kasih dan kuasa-Nya dalam setiap tahap kehidupan kita. Dia tidak pernah meninggalkan kita! Dia menyelesaikan rencana-Nya bagi kita di dalam hati, dan karena itu Dia berharap menerimannya dengan persetujuan dan kerjasama kita.

3.        Dewasa ini juga, Yesus tinggal dan setiap hari menyusuri lorong-lorong kehidupan kita, agar Dia dapat menjumpai setiap orang, mulai dari yang paling kecil-hina dan menyembuhkan kita dari setiap kelemahan dan penyakit. Saya memberi perhatian kepada orang-orang yang telah menyediakan diri dengan sebaik-baiknya untuk mendengar suara Kristus yang diperdengarkan di dalam Gereja dan memahami panggilan mereka masing-masing. Saya mengajak Anda untuk mendengarkan dan mengikuti Yesus serta membiarkan diri Anda diubah dari dalam (secara rohani) oleh firman-Nya, yang adalah "roh dan kehidupan" (Yoh.6:62). Maria, ibu Yesus dan bunda kita, juga memberi pesan kepada kita: "Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu.!" (Yoh. 2:5). Hal ini akan membantu Anda untuk mengambil bagian dalam suatu peziarahan bersama yang memungkinkan Anda untuk menghasilkan energi-energi yang paling baik di dalam diri Anda dan sekitar Anda. Panggilan adalah buah yang masak/matang berkat pengolahan ladang (diri manusia-red) secara baik, yaitu saling mengasihi yang kemudian menjadi saling melayani, dalam perspektif suatu kehidupan gerejani yang otentik. Tidak mungkin panggilan itu muncul sendiri atau ada bagi dirinya sendiri. Panggilan itu mengalir dari hati Allah dan tumbuh-kembang di tanah yang baik dari umat beriman, yaitu di dalam pengalaman kasih persaudaraan. Bukankah Yesus pernah bersabda: "Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi."(Yoh.13:35)?

4.        Saudara-saudariku yang terkasih, "standar tinggi kehidupan kristiani" ini (bdk. Yohanes Paulus II, Surat Apostolik Novo Millennio Ineunte, 31), kadang-kadang akan berbenturan dengan gelombang kehidupan dan karena itu menghadapi aneka batu sandungan, baik di luar maupun di dalam diri kita. Yesus sendiri telah mengingatkan kita: benih yang baik dari firman Allah sering kali dirampas oleh si Jahat, terhalang oleh goncangan dan himpitan aneka persoalan dan godaan duniawi (bdk. Mat. 13:19-22). Semua kesulitan tersebut dapat melemahkan kita, membuat kita mundur ke belakang di jalan-jalan yang sepintas nampaknya menyenangkan. Namun demikian, kegembiraan sejati dari mereka yang dipanggil terdiri dari iman dan pengalaman bersama dengan Dia yang adalah Tuhan, Dia yang adalah setia, dan bersama Dia, kita dimampukan untuk  melangkah maju, menjadi murid-murid dan saksi-saksi kasih Allah, yang membuka hati untuk hal-hal yang besar dan luar biasa. "Kita orang-orang Kristen bukan dipilih oleh Tuhan untuk hal-hal kecil; doronglah terus menuju prinsip-prinsip yang paling tinggi-luhur. Pancangkan hidupmu pada cita-cita yang mulia!" (Khotbah Misa Kudus dan Pelayanan Sakramen Penguatan, 28 April 2013). Saya minta Anda, para Uskup, para imam, kaum religius dan jemaat-jemaat serta keluarga-keluarga Kristiani untuk merancang pastoral panggilan, dengan arahan sebagai berikut: mendampingi kaum muda di jalan-jalan kekudusan yang, karena jalan-jalan tersebut bersifat personal, "dipanggil untuk suatu pelatihan yang tulus-murni dalam kekudusan' sehingga memampukan mereka menyelaraskan diri dengan kebutuhan setiap orang. Pelatihan ini harus memadukan sumber-sumber yang diberikan kepada setiap orang baik oleh pribadi-pribadi yang berpandangan tradisional dan kelompok pendukungnya, maupun bentuk-bentuk dukungan model terbaru oleh asosiasi-asosiasi dan gerakan-gerakan tertentu yang sudah dikenal oleh Gereja" (Novo Millenio Ineunte, 31).
Karena itu, marilah kita bangun hati kita menjadi "tanah yang subur", dengan cara mendengarkan, menerima dan menghayati Sabda, dan karenanya dapat menghasilkan buah-buahnya. Semakin kita bersatu dengan Yesus melalui doa, Kitab Suci, Ekaristi, Sakramen-sakramen yang kita rayakan dan kita hayati dalam Gereja dan dalam persaudaraan, maka akan semakin tumbuh dalam diri kita suatu sukacita kerja-sama dengan Allah dalam pelayanan bagi Kerajaan-Nya, yaitu Kerajaan kasih dan kebenaran, Kerajaan Keadilan dan Perdamaian. Dan tuaian akan berlimpah ruah, sepadan dengan rahmat yang telah kita terima dalam hidup kita secara lembut. Dengan harapan ini, sambil memohon Anda untuk mendoakan saya, dengan hati tulus saya menganugerahkan segenap Berkat Apostolik saya.
 
Dari Vatikan, 15 Januari 2014
PAUS FRANSISKUS
 
Sumber: http://www.kkindonesia.org/
Powered by Telkomsel BlackBerry®