Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Kamis, 03 Juli 2014

Kondisi Jakarta kian Menegangkan

Untuk kalangan sendiri


Berita dari Indonesia:

Kondisi Jakarta kian menegangkan, dan kondisi lapangan semakin kacau dengan teror, banjir uang suap bagi pembelian suara, dan aneka manipulasi kubu Prabowo. Di beberapa daerah Bogor, misalnya, tarif yang ditawarkan kubu Prabowo kepada seorang pemilih bahkan mencapai 1 juta rupiah.

Banyak saksi-saksi tentang berbagai bentuk manipulasi itu mau bicara ke
para wartawan dan berbagai manipulasi itu akan terus-menerus diledakkan secara publik. Juga banyak para resi dan penatua negeri ini yang
kemarahannya sudah mencapai ubun-ubun karena kelicikan dan ketidakjujuran kubu Prabowo, seperti Rm Magnis S.J., Goenawan Mohamad, Buya Syafii Maarif, dll.

Mengingat pilihan berdasarkan prinsip Ajaran Gereja sudah sedemikian jelas
(yaitu mencegah Prabowo), maka para uskup akan memandu dengan lebih
eksplisit ke mana pilihan umat mesti diarahkan, meskipun tanpa harus
menyebut nama, dalam tahap genting ini.

Dari kondisi dan assessment lapangan, wilayah2 yang sangat memprihatinkan
(karena umat masih bingung) mencakup juga wilayah Toraja dan Manado. Jawa Barat juga sangat kritis, karena Gubernur yang orang PKS (golongan Islam fundamentalis/garis keras) mengerahkan seluruh bupati, camat dan lurah.

Sementara itu dulu kabar dari Jakarta. Mohon doa selalu bagi kami dan
teman2 yang terus-menerus berjuang mencegah ketidakwarasan meremuk
tanah-air penjelmaan ini. Terimakasih.

In Christo,
B. Herry-Priyono, SJ.

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 01 Juli 2014

Kok Prabowo Sekarang Sepertinya Menjadi Tumpuan Pihak Islam Garis Keras (RM.Magnis Suseno SJ)

From: RM.Magnis Suseno SJ :Pilpres
Jakarta, 29 Juni 2014
Franz Magnis-Suseno SJ

Saudara-saudari, pertama, saya mohon maaf kalau kiriman ini yang jelas
berpihak, tidak berkenan, apalagi di masa puasa. Namun beberapa hari
sebelum pilpres saya merasa terdorong sharing kekhawatiran saya. Saya
mau menjelaskan dengan terus terang mengapa saya tidak mungkin memberi
suara saya kepada Bapak Prabowo Subiyanto.

Masalah saya bukan dalam program Prabowo. Saya tidak meragukan bahwa
Pak Prabowo, sama seperti Pak Joko Widodo, mau menyelamatkan bangsa
Indonesia. Saya tidak meragukan bahwa ia mau mendasarkan diri pada
Pancasila. Saya tidak menuduh Beliau antipluralis. Saya tidak
meragukan iktikat baik Prabowo sendiri.

Yang bikin saya khawatir adalah lingkungannya. Kok Prabowo sekarang
sepertinya menjadi tumpuan pihak Islam garis keras. Seakan-akan apa
yang sampai sekarang tidak berhasil mereka peroleh mereka harapkan
bisa berhasil diperoleh andaikata saja Prabowo menjadi presiden?
Adalah Amien Rais yang membuat jelas yang dirasakan oleh garis keras
itu: Ia secara eksplisit menempatkan kontes Prabowo - Jokowi dalam
konteks perang Badar, yang tak lain adalah perang suci Nabi Muhammad
melawan kafir dari Makkah yang menyerang ke Madinah mau menghancurkan umat Islam yang masih kecil! Itulah bukan slip of the tongue Amien Rais, memang itulah bagaimana mereka melihat pemilihan presiden mendatang. Mereka melihat Prabowo sebagai panglima dalam perang melawan kafir. Entah Prabowo sendiri menghendakinya atau tidak.
Dilaporkan ada masjid-masjid di mana dikhotbahkan bahwa coblos Jokowi
adalah haram. Bukan hanya PKS dan PPP yang merangkul Prabowo, FPI saja
merangkul. Mengapa?

Saya bertanya: Kalau Prabowo nanti menjadi presiden karena dukungan
pihak-pihak garis keras itu: Bukankah akan tiba pay-back-time,
bukankah akan tiba saatnya di mana ia harus bayar kembali hutang itu?
Bukankah rangkulan itu berarti bahwa Prabowo sudah tersandera oleh
kelompok-kelompok garis keras itu?

Lalu kalimat gawat dalam Manifesto Perjuangan Gerindra: "Negara
dituntut untuk menjamin kemurnian ajaran agama yang diakui dari segala
bentuk penistaan dan penyelewengan dari ajaran agama". Kalimat itu
jelas pertentangan dengan Pancasila karena membenarkan penindasan
terhadap Achmadiyah, kaum Syia, Taman Eden dan kelompok-kelompok
kepercayaan. Sesudah diprotes Dr. Andreas Yewangoe, Ketua PGI, Pak
Hashim, adik Prabowo, sowan pada Pak Yewangoe dan mengaku bahwa
kalimat itu memang keliru, bahwa Prabowo 2009 sudah mengatakan harus
diperbaiki dan sekarang sudah dihilangkan. Akan tetapi sampai tanggal
25 Juni lalu kalimat itu tetap ada di Manifesto itu di website resmi
Gerindra. Bukankah itu berarti bahwa Hashim tidak punya pengaruh nyata
atas Gerindra maupun Prabowo?

Terus terang, saya merasa ngeri kalau negara kita dikuasai oleh orang
yang begitu semangat dirangkul dan diharapkan oleh, serta berhutang
budi kepada, kelompok-kelompok ekstremis yang sekarang saja sudah
semakin menakutkan.

Lagi pula, sekarang para mantan yang mau membuka aib Prabowo dikritik.
Tetapi yang perlu dikritik adalah bahwa kok baru saja sekarang orang
bicara. Bukankah kita berhak mengetahui latar belakang para calon
pemimpin kita? Prabowo sendiri tak pernah menyangkal bahwa penculikan
dan penyiksaan sembilan aktivis yang kemudian muncul kembali, yang
menjadi alasan ia diberhentikan dari militer, memang tanggungjawabnya.
Prabowo itu melakukannya atas inisiatifnya sendiri. Saya bertanya: Apa
kita betul-betul mau menyerahkan negara ini ke tangan orang yang kalau
ia menganggapnya perlu, tak ragu melanggar hak asasi orang-orang yang
dianggapnya berbahaya? Apa jaminan bahwa Prabowo akan taat
undang-undang dasar dan undang-undang kalau dulu ia merasa tak terikat oleh ketaatan di militer?

Aneh juga, Gerindra menganggap bicara tentang hak-hak asasi manusia
sebagai barang usang. Padahal sesudah reformasi hak-hak asasi manusia justru diakarkan ke dalam undang-undang dasar kita agar kita tidak kembali ke masa di mana orang dapat dibunuh begitu saja, ditangkap dan ditahan tanpa proses hukum.

Jakarta, 25 Juni 2014

Franz Magnis-Suseno SJ
Powered by Telkomsel BlackBerry®