Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Rabu, 26 November 2014

Pesan Natal Bersama KWI-PGI Tahun 2014: Berjumpa dengan Allah dalam Keluarga



BERJUMPA DENGAN ALLAH DALAM KELUARGA

“Mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu” (Luk 2:16)



Dalam perayaan Natal tahun ini, kami mengajak seluruh umat Kristiani untuk menyadari kehadiran Allah di dalam keluarga dan bagaimana keluarga berperan penting dalam sejarah keselamatan. Putera Allah menjadi manusia. Dialah Sang Imanuel; Tuhan menyertai kita. Ia hadir di dunia dan terlahir sebagai Yesus dalam keluarga yang dibangun oleh pasangan saleh Maria dan Yusuf.

Melalui keluarga kudus tersebut, Allah mengutus Putera Tunggal-Nya ke dalam dunia yang begitu dikasihi-Nya. Ia datang semata-mata untuk menyelamatkan manusia dari kekuasaan dosa. Setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak akan binasa, tetapi akan memperoleh hidup yang kekal (Yoh. 3:16-17).



Natal: KelahiranPutera Allah dalamKeluarga

Kelahiran Yesus menguduskan keluarga Maria dan Yusuf dan menjadikannya sumber sukacita yang mengantar orang berjumpa dengan Allah. Gembala datang bergegas menjumpai keluarga Maria, Yusuf, dan Yesus yang terbaring dalam palungan. Perjumpaan itu menyebabkan mereka pulang sebagai kawanan yang memuliakan Allah (Luk 2: 20). Orang-orang Majus dari Timur sampai pada Yesus dengan bimbingan bintang, tetapi pulang dengan jalan yang ditunjukkan Allah dalam mimpi (Mat 2: 12). Perjumpaan dengan Yesus menyebabkan orientasi hidup para gembala dan Majus berubah. Mereka kini memuji Allah dan mengikuti jalan-Nya.

Natal merupakan sukacita bagi keluarga karena Sumber Sukacita memilih hadir di dunia melalui keluarga. Sang Putera Allah menerima dan menjalani kehidupan seorang manusia dalam suatu keluarga. Melalui keluarga itu pula, Ia tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang taat pada Allah sampai mati di kayu salib. Di situlah Allah yang selalu beserta kita turut merasakan kelemahan-kelemahan kita dan kepahitan akibat dosa walaupun ia tidak berdosa (bdk. Ibr. 4:15).

Keluarga sebagai Tanda Kehadiran Allah

Allah telah mempersatukan suami-istri dalam ikatan perkawinan untuk membangun keluarga kudus. Mereka dipanggil untuk menjadi tanda kehadiran Allah bagi satu sama lain dalam ikatan setia dan bagi anak-anaknya dalam hubungan kasih. Keluarga merekapun menjadi tanda kehadiran Allah bagi sesama. Berkat perkawinan Kristen, Yesus, yang dahulu hadir dalam keluarga Maria dan Yusuf, kini hadir juga dalam keluarga kita masing-masing. Allah yang bertahta di surga tetap hadir dalam keluarga dan menyertai para orangtua dan anak-anak sepanjang hidup.

Dalam keluarga, sebaiknya Firman Tuhan dibacakan dan doa diajarkan. Sebagai tanggapan atas Firman-Nya, seluruh anggota keluarga bersama-sama menyampaikan doa kepada Allah, baik yang berupa pujian, ucapan syukur, tobat, maupun permohonan. Dengan demikian, keluarga bukan hanya menjadi rumah pendidikan, tetapi juga sekolah doa dan iman bagi anak-anak.

Dalam Perjanjian Lama kita melihat bagaimana Allah yang tinggal di surga hadir dalam dunia manusia. Kita juga mengetahui bahwa lokasi yang dipergunakan untuk beribadah disebut tempat kudus karena Allah pernah hadir dan menyatakan diri di tempat itu untuk menjumpai manusia. Karena Sang Imanuel lahir dalam suatu keluarga, keluargapun menjadi tempat suci. Di situlah Allah hadir. Keluarga menjadi ”bait suci”, yaitu tempat pertemuan manusia dengan Allah.

Tantangan Keluarga Masa Kini

Perubahan cepat dan perkembangan dahsyat dalam berbagai bidang bukan hanya memberi manfaat, tetapi juga membawa akibat buruk pada kehidupan keluarga. Kita jumpai banyak masalah keluarga yang masih perlu diselesaikan, seperti kemiskinan, pendidikan anak, kesehatan, rumah yang layak, kekerasan dalam rumah tangga, ketagihan pada minuman dan obat-obatan terlarang, serta penggunaan alat komunikasi yang tidak bijaksana. Apalagi ada produk hukum dan praktek bisnis yang tidak mendukung kehidupan seperti pengguguran, pelacuran, dan perdagangan manusia. Permasalahan-permasalahan tersebut mudah menyebabkan konflik dalam keluarga. Sementara itu, banyak orang cenderung mencari selamat sendiri; makin mudah menjadi egois dan individualis.

Dalam keadaan tersebut, keluhuran dan kekudusan keluarga mendapat tantangan serius. Nilai-nilai luhur yang mengekspresikan hubungan cinta kasih, kesetiaan, dan tanggungjawab bisa luntur. Saat-saat kudus untuk beribadat dan merenungkan Sabda Allah mungkin pudar. Kehadiran Allah bisa jadi sulit dirasakan. Waktu-waktu bersama untuk makan, berbicara, dan berekreasipun menjadi langka. Pada saat itu, sukacita keluarga yang menjadi dasar bagi perkembangan pribadi, kehidupan menggereja, dan bermasyarakat tak mudah dialami lagi.

Natal: Undangan Berjumpa dengan Allah dalamKeluarga

Natal adalah saat yang mengingatkan kita akan kehadiran Allah melalui Yesus dalam keluarga. Natal adalah kesempatan untuk memahami betapa luhurnya keluarga dan bernilai- nya hidup sebagai keluarga karena di situlah Tuhan yang dicari dan dipuji hadir. Keluarga sepatutnya menjadi bait suci di mana kesalahan diampuni dan luka-luka disembuhkan.

Natal menyadarkan kita akan kekudusan keluarga. Keluarga sepantasnya menjadi tempat di mana orang saling menguduskan dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dan saling mengasihi dengan cara peduli satu sama lain. Para anggotanya hendaknya saling mengajar dengan cara berbagi pengetahuan dan pengalaman yang menyelamatkan. Mereka sepatutnya saling menggembalakan dengan memberi teladan yang baik, benar, dan santun.

Natal mendorong kita untuk meneruskan sukacita keluarga sebagai rumah bagi setiap orang yang sehati-sejiwa berjalan menuju Allah, saling berbagi satu sama lain hingga merekapun mengalami kesejahteraan lahir dan batin. Natal mengundang keluarga kita untuk menjadi oase yang menyejukkan, di mana Sang Juru Selamat lahir. Di situlah sepantasnya para anggota keluarga bertemu dengan Tuhan yang bersabda: ”Datanglah kepadaKu, kamu yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.” (Mat 11: 29) Dalam keluarga di mana Yesus hadir, yang letih disegarkan, yang lemah dikuatkan, yang sedih mendapat penghiburan, dan yang putus asa diberi harapan.

Kami bersyukur atas perjuangan banyak orang untuk membangun keluarga Kristiani sejati, di mana Allah dijumpai. Kami berdoa bagi keluarga yang mengalami kesulitan supaya diberi kekuatan untuk membuka diri agar Yesus pun lahir dan hadir dalam keluarga mereka.

Marilah kita menghadirkan Allah dan menjadikan keluarga kita sebagai tempat layak untuk kelahiran Sang Juru Selamat. Di situlah keluarga kita menjadi rahmat dan berkat bagi setiap orang; kabar sukacita bagi dunia.


SELAMAT NATAL 2014 DAN TAHUN BARU 2015



Jakarta, 21 November 2014

Atas nama

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Konferensi Waligereja Indonesia,

Pdt. Dr. Andreas A. Yewangoe                    Mgr. Ignatius Suharyo
Ketua Umum                                                K e t u a

Pdt. Gomar Gultom                                     Mgr. Johannes Pujasumarta
Sekretaris Umum                                        Sekretaris Jenderal

Sumber: http://www.mirifica.net/2014/11/26/pesan-natal-bersama-kwi-pgi-tahun-2014/

Minggu, 16 November 2014

Wacana Sri Paus ke Indonesia: Ini Klarifikasi KWI

HARIAN The Jakarta Globe edisi hari Jumat tanggal 14 November 2014 melansir berita dengan judul menyenangkan tapi juga mengagetkan: "Archbishop: Pope Francis to Visit Indonesia in 2017".

Lalu dalam tubuh berita tertulis antara lain:"Pope Francis will visit the world's largest Muslim-majority nation in 2017, the secretary general of the Indonesian Bishops Conference (KWI) said on Thursday."

Kemudian berlanjut dengan kutipan pernyataan Sekjen KWI Mgr. Johannes Pujasumarta:

"The pope will come to Indonesia, to celebrate Asian Youth Day," said Mgr. Johannes Pujasumarta, the archbishop of Semarang. Johannes, who was speaking on the sidelines of a KWI meeting in Central Jakarta, said he could not yet confirm any details."

Klarifikasi KWI
Ketika berita tersebut kami konfirmasikan kepada jajaran KWI, maka Sekjen KWI Mgr. Johannes Pujasumarta lalu memberikan beberapa tanggapan klarifikasi atas pemberitaan tersebut.

Secara ringkas isinya demikian:

Akan ada dua pesta iman besar di kalangan OMK dengan tajuk besar: Youth Day.
Satunya adalah Indonesian Youth Day (IYD) pada tahun 2016 yang akan berlangsung di Keuskupan Manado, Sulawesi Utara. (Baca juga: Indonesian Youth Day 2012 di Sanggau, Kalbar: Ziarah Iman Menembus Batas (1)
Lainnya adalah 7th Asian Youth Day yang akan berlangsung di Keuskupan Agung Semarang tahun 2017 dan ini merupakan kelanjutan 6th Asian Youth Day yang baru saja berlangsung di Korea Selatan beberapa bulan lalu. (Baca juga: Hasil Sidang KWI: Indonesian Youth Day 2016 dan 7th Asian Youth Day 2017)
Memang benar bahwa KWI telah mengadakan diskusi dan berwacana ingin mengundang Bapa Suci agar berkenan menghadiri IYD 2016 di Keuskupan Manado. (Baca juga: Hasil Sidang KWI: Indonesian Youth Day 2016 dan 7th Asian Youth Day 2017)

Namun itu baru sebatas wacana saja, sekalipun hasrat dan keinginan mengundang datang Sri Paus ke Indonesia dalam pesta iman IYD 2016 disambut hangat di kalangan para Uskup Indonesia.

"Itu baru masuk tahapan usulan dan memang benar usulan itu telah disambut hangat oleh para Bapak Uskup," kata Sekjen KWI Mgr. Johannes Pujasumarta menjawab Sesawi.Net.

Menurut Mgr. Pujasumarta, pernyataan beliau mengenai KEMUNGKINAN kunjungan Bapa Suci Paus Fransiskus ke Indonesia baru sebatas usulan yang beredar dan disambut hangat oleh Sidang Tahunan 2014 KWI. Yakni, harapan agar Sri Paus berkenan menghadiri IYD 2016. (Baca juga: Indonesia: Tuan Rumah 7th Asian Youth Day 2017, Berharap Paus Datang)

"Bahwa pastinya Sri Paus akan berkenan hadir atau tidak, tentu kita tidak bisa memberikan jawaban pasti," tandas Uskup Agung Semarang ini.

Demikianlah sedikit klarifikasi yang diberikan Sekjen KWI Mgr. Johannes Pujasumarta berkaitan dengan berita di atas.

Sumber: http://www.mirifica.net/2014/11/14/wacana-sri-paus-ke-indonesia-ini-klarifikasi-kwi/
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Sabtu, 15 November 2014

Indonesian Youth Day 2016

Berkenan dengan perayaan Hari Orang Muda Se-Indonesia atau Indonesian Youth Day 2016 nanti, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) berencana mengundang Paus Fransiskus untuk berkunjung ke Indonesia. Rencana ini disampaikan Ketua KWI, Mgr.Ignatius Suharyo  setelah mengikuti  penutupan Sidang Tahunan KWI, Kamis (13/11/2014).

Indonesian Youth Day 2016 nanti akan diselenggarakan di Manado, Sulawesi Utara, dan dipastikan peristiwa akbar ini bakal melibatkan  orang-orang muda dari berbagai wilayah keusukupan di seluruh Indonesia.

"Dengan mempertimbangkan banyaknya orang muda yang akan mengikuti peristiwa sukacita tersebut, pada waktu itu kalau memungkinkan Paus akan diundang untuk hadir dalam perayaan tersebut," kata Mgr.Suharyo.

Mgr.Suharyo menyatakan kekagumannya terhadap sosok Paus Fransiskus yang  dalam berbagai kesempatan selalu berbicara mengenai gereja yang mesti pergi ke pinggiran dan menjadi seperti rumah sakit di medan perang, gereja yang peduli dengan penderita HIV/AIDS, dengan orang-orang lemah dan cacat, serta orang-orang muda yang seringkali menjadi korban dari tatanan modern saat ini.

"Diharapkan kehadiran Paus dapat memberikan pesan sukacita kepada orang-orang muda," lanjut Mgr.Suharyo.

Sekretaris Jenderal KWI, Mgr. Johannes Pujasumarta membenarkan adanya rencana tersebut. Ia mengatakan, jika tidak ada halangan yang berarti Paus akan diundang ke Indonesia untuk menghadiri perayaan tersebut.

"Ada banyak hal yang akan dipertimbangkan terkait rencana mengundang Paus ke Indonesian Youth Day 2016 nanti. Sebab pada tahun 2017, Indonesia juga akan menjadi tuan rumah  Hari Orang Muda Asia atau Asian Youth Day,"katanya.

Sumber: http://www.mirifica.net/2014/11/14/indonesian-youth-day-2016/
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Senin, 10 November 2014

Pengertian Kafir (perspektif Kristiani)

Kafir - pagans - Terjemahan kata Latin 'paganus' yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang tinggal di desa-desa pelosok dalam kekaisaran Romawi. Mereka ini menerima pewartaan Injil dan kemudian menjadi Kristiani sesudah orang-orang kota. Dalam Perjanjian Lama (PL) dipakai kata 'goyim' (Ibrani: bangsa-bangsa) untuk menyebut orang-orang yang tidak mengenal Allah yang benar (Ul 7:1; Mzm 147:20). PL menolak penyembahan berhala yang dilakukan oleh orang-orang ini, sekaligus menyatakan bahwa karya penyelamatan Allah juga menyangkut orang-orang ini (Yes 2:1-4; 49:6; 60:1-3; Am 9:7, Yun). Abraham dipanggil untuk menyampaikan berkat ilahi kepada seluruh umat manusia (Kej 12:1-3). PL juga memperkenalkan tokoh-tokoh "kafir" yang suci seperti Melkisedek, Ratu Syeba, Ayub, dan Ruth. Santo Paulus menyatakan bahwa Allah berkenan membenarkan baik orang Yahudi maupun bangsa-bangsa lain (Rm 3:29; 9:24; 15:8-12; lih. Luk 2:29-32). Penganut agama-agama lain sering kali disebut "kafir" dalam arti yang tidak baik. Takhayul dan praktek-praktek keagamaan asli yang dilakukan oleh orang-orang yang sudah menjadi Kristiani juga disebut kafir. Konsili Vatikan II menghindari penggunaan kata "orang kafir" dan lebih memilih istilah "bangsa-bangsal (Latin, gentes) yang masih perlu menerima pewartaan injil.

Sumber: Sumber: Gerard O'Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ dalam Kamus Teologi, Kanisius: Yogyakarta 1996
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Definisi Agama

Agama

Religion - (Latin. 'diikat'). Pada dasarnya agama adalah sikap dasar manusia yang seharusnya kepada Allah, Pencipta, dan Penebusnya. Agama mengungkapkan diri dalam sembah dan bakti sepenuh hati kepada Allah yang mencintai manusia. Karl Barth (1886-1968) melawankan iman (yang didasarkan pada Sabda Allah dan tergantung pada rahmat ilahi) dengan 'agama' yang ia sebut melulu sebagai hasil usaha manusia yang tidak ada gunanya.

Agama-agama

Religion - sistem kepercayaan kepada Yang Ilahi dan tanggapan manusia kepada-Nya, termasuk kitab-kitab yang suci, ritus kultis, praktik etis para penganutnya. Orang-orang Kristiani pada umumnya dan orang-orang Katolik pada khususnya diharapkan dapat hidup dalam tegangan antara tugas evagelisasi dan dialog, yang masing-masing dikemukakan dalam Dekrit Ad Gentes (tentang kegiatan misioner Gereja) dan Nostra Aetate (tentang hubungan Gereja dengan agama-agama bukan kristiani) dari Konsili Vatikan II.

Agama-agama Dunia

World Religions - agama-agama besar yang disebut demikian karena usia, jumlah penganut, dan ajarannya. Setiap daftar mengenai agama-agama ini selalu dapat dipermasalahkan, namun sekurang-kurangnya dapa disebutkan: agama Kristiani, Yahudi, Islam, Budhisme, Hinduisme, dan Taoisme.

Sumber: Gerard O'Collins, SJ dan Edward G. Farrugia, SJ dalam Kamus Teologi, Kanisius: Yogyakarta 1996
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Kamis, 06 November 2014

Gereja Katolik (di) Indonesia



ilustrasi: Gereja Katolik
Oleh Justinus Prastowo, Alumnus magister STF Driyarkara Jakarta

Meski telah lebih  dari tiga abad iman Kristen diperkenalkan dan ditabur di bumi Nusantara, proses kontekstualisasi tak selamanya mudah dan mulus. Bahkan, tak jarang sentimen yang mengaitkan keyakinan Kristen dengan budaya Barat, mentalitas penjajah, dan superioritas kerap terdengar. Alih-alih sebagai oase menyejukkan, Gereja kadang dianggap sebagai ancaman. Tanpa berpretensi menuntaskan, pergumulan identitas Gereja Katolik Indonesia patut direfleksikan.

Persoalan Identitas

Benarkah Gereja identik dengan Barat? Hal yang tak mudah dijawab. Bukan lantaran ada babak sejarah yang dibelokkan, melainkan karena kristianitas adalah muara  silang budaya yangkhas. Ia lahir dari rahim budaya Timor Tengah, diasuh oleh budaya Yunani, lalu besar dan dalam kultur Barat. Kristianitas membentuk budaya Barat dan identik dengannya. Sejarah Barat jelas tak mungkin dipisahkan dari kristianitas. Namun kristianitas melampauai budaya Barat. Sejarah mencatat, iman kristen sejak awal  tumbuh subur dan terawat baik di Asia dan Afrika Utara. John O’Malley, SJ – ahli sejarah Gereja – bahkan menyebut, jantung dan hakekat kristianitas berada di antara Yerusalem dan Athena, dua pusat kekristenan penting.

Namun di akhir abad XX, populasi umat Kristen di benua non Eropa semakin dominan. Kristianitas pun menghadapai tantangan yang tak mudah, antara mempertahankan warisan budaya dan tradisi Barat sebagai identitas  dengan tantangan membuka diri dan melebur dengan budaya setempat. Gereja juga bergumul dengan persoalan konkret yang sama sekali berbeda dan bukan menjadi persoalan Barat. Perjuangan melawan diskriminasi, intoleransi, menghadapi keragaman keyakinan, kemiskinan ekstrim, kesenjangan yang menganga, perang, wabah penyakit dan sebagainya. Di satu sisi, Gereja disuguhi ladang pengabdian untuk bersaksi nyata bersama sesama umat beriman. Namun di sisi lain, secara sosio-politik dominasi Barat dalam ekonomi politik tak jarang menempatkan Gereja dalamposisi serba salah untuk mengambil jarak. Pada titik ini, Gereja ditantang untuk meneliti perjalanan sejarahnya: apakah telah melebur dan bersenyawa dengan elemen masyarakat dan budaya lain ataukah masih berada dalam bayang-bayang budaya Barat yang menjadikannya terus berjarak dengan situasi konkret?

Konteks Indonesia

Dilema di atas dapat diringkas dalam pertanyaan reflektif: adakah Gereja Katolik setempat? Atau dalam konteks kita, adakah Gereja Katolik Indonesia? Apakah Gereja yang lahir dan tumbuh di bumi nusantara ini masih merupakah perpanjangan tangan mentalitas Barat yang ingin memberadabkan sesama, mengulurkan bantuan demi proselitisme, mengimani Yesus yang sama sekali berbeda dengan Nabi Isa, dan mengagungkan simbol ritual sebagai representasi superioritas terhadap budaya setempat?

Sejarah pula yang menyediakan semesta jawaban. Kita dapat bercermin pada dua komunitas Gereja yang tahun ini tetap kokoh mengarungi waktu. Gereja Katolik Sumba dan Gereja Katolik Kampung Sawah Bekasi memperingati 125 tahun dan 118 tahun pergumulan mereka dengan budaya setempat. Apa yang khas dari dua komunitas ini adalah kuatnya warna budaya setempat tanpa melunturkan ekspresi imanKatolik. Di kedua tempat ini, Yesus hadir membaur dengan denyut nasib masyarakat setempat. Iman Katolik tidak menjadi tata nilai eksklusif dan dominan, melainkan justru menjadi inspirasi bagi keyakinan lain untuk semakin menghayati kebenaran iman dan merawat keluhuran nilai-nilai bersama.

Kedua komunitas tradisional ini menjadi contoh terbaik bagi pergumulan identitas Gereja Katolik. Kontekstualisasi tidak menggerus ciri khas kekatolikan, sebaliknya justru memberi legitimasi bagi pewartaan dan kesaksian iman. Apakah Gereja sekadar akan menjadi Gereja Katolik di Indonesia atau menjadi Gereja Katolik Indonesia? Pertanyaan yang jawabannya hanya akan ditemukan dalam kesungguhan kita menggoreskan babak sejarah baru, melahirkan semakin banyak Sumba dan Kampung Sawah di bumi Nusantara.

Sumber: Majalah Hidup Nomor 45 Tahun ke-68, 09 November 2014, Hlm. 14