Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Kamis, 10 Desember 2015

Pesan Natal Bersama PGI & KWI: “Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah”


PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI)

DAN KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI)

"Hidup Bersama Sebagai Keluarga Allah"

 

SAUDARA-saudari umat Kristiani Indonesia,

Salam sejahtera dalam kasih Kristus.

Kita kembali merayakan Natal, peringatan kelahiran Yesus, Sang Juruselamat. Perayaan kedatangan-Nya selalu menghangatkan dan menguatkan pengharapan kita. Dalam perayaan ini kita menghayati kembali peristiwa kelahiran Yesus yang diwartakan dengan penuh sukacita oleh para malaikat kepada para gembala di padang Efrata, komunitas sederhana dan terpinggirkan pada zamannya (bdk. Luk. 2:8-12). Kiranya warta gembira para malaikat itu tetap menggema dalam kehidupan kita sampai saat ini dalam keadaan apapun.

Pada kesempatan istimewa ini, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak Anda semua untuk mensyukuri kehadiran Sang Juruselamat dengan merenungkan pesan tentang "Hidup Bersama sebagai Keluarga Allah." Kita masing-masing ada dalam keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Sementara itu keluarga kita berada bersama keluarga-keluarga lainnya dalam sebuah keluarga besar umat manusia. Namun juga kita sadari bahwa keluarga besar umat manusia mendiami bumi yang menjadi rumah kita bersama. Di bumi yang satu ini, kita ditempatkan oleh Tuhan bersama seluruh ciptaan lainnya. Di situlah kita hidup bersama sebagai keluarga Allah.

Kitab Kejadian 9:16 yang kita jadikan pijakan renungan mengatakan: "Jika busur itu ada di awan, maka Aku akan melihatnya, sehingga Aku mengingat perjanjian-Ku yang kekal antara Allah dan segala makhluk yang hidup, segala makhluk yang ada di bumi". Ayat ini menyatakan bahwa Allah membarui perjanjian-Nya, perjanjian keselamatan dengan seluruh ciptaan-Nya. Pelangi di awan menjadi lambang pengharapan kita. Peristiwa Natal mengingatkan kita kembali untuk 'hidup sebagai keluarga Allah,' yang dituntun oleh pelangi kasih-Nya yang meneguhkan iman dan menguatkan harapan.

Hidup bersama sebagai keluarga Allah mengandung pesan utama bahwa kita adalah satu keluarga. Sebagai anggota keluarga, kita masing-masing mempunyai tanggungjawab untuk menjadikan hidup bersama di bumi ini semakin baik; bukan hanya tanggung jawab untuk keselamatan manusia, tetapi juga untuk keutuhan seluruh ciptaan.

Bagaimana mewujudkan tanggungjawab itu dalam perutusan kita sebagai warga negara dan bangsa Indonesia? Pertama-tama, kita umat kristiani Indonesia dipanggil untuk berteguh hati melaksanakan tujuan Allah hadir di dunia, yaitu menciptakan keadilan, perdamaian, dan keutuhan ciptaan. Kita bertanggungjawab mewujudkan keluarga Allah yang damai, rukun, adil dan saling menerima dalam keberagaman. Kita perlu membangun kesadaran bersama bahwa setiap makhluk ciptaan Allah memiliki hak-hak dasar yang harus dihormati, hak hidup yang harus dilindungi, dan hak-hak orang perorangan serta bersama yang harus dipenuhi dan diwujudkan.

Demikian pula, kita diingatkan bahwa umat kristiani tidak hidup sendiri sebagai komunitas tertutup di dunia ini. Gereja hidup berdampingan dengan komunitas-komunitas lain. Perbedaan pandangan dan cara menjalani kehidupan, seringkali menimbulkan gesekan-gesekan bahkan konflik antar kelompok, golongan, ras/suku dan agama, sehingga hubungan antar umat dan antar warga menjadi kurang harmonis. Tidak sedikit orang menguras habis alam demi meraup keuntungan. Hal itu menyebabkan hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan alam terganggu. Menjadi tugas kita bersama untuk memperbaiki relasi yang rusak itu. Kita harus mengupayakan terwujudnya bumi yang satu ini sebagai "rumah kita bersama".

Sebagai warga bangsa kita juga diingatkan untuk bijaksana dalam menyikapi bentuk-bentuk gangguan sosial yang dapat mengancam persaudaraan, perdamaian, dan keamanan di Negara kita. Berbagai peristiwa yang terjadi akhir-akhir ini di negeri kita, membangkitkan kesadaran dan niat baik kita untuk bersikap bijaksana. Penutupan dan pengrusakan rumah-rumah ibadah, termasuk yang mengakibatkan korban jiwa masih terjadi akibat perilaku kekerasan sekelompok orang yang bertindak atas nama agama. Di samping itu, kerusakan lingkungan terjadi, termasuk yang mengakibatkan musibah asap di berbagai wilayah Indonesia. Semua itu membuat relasi antar umat manusia dan alam menjadi terganggu, bahkan sudah makin rusak. Kita juga harus menjadi semakin bijaksana memperlakukan alam "Ibu Pertiwi" yang darinya kita semua memperoleh kebutuhan hidup sehari-hari. Kita dipanggil untuk menegaskan kembali ketetapan hati kita untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan ciptaan di tengah budaya serakah yang melahirkan kemiskinan, ketidak-adilan, radikalisme dan kerusakan lingkungan. Kita perlu mengembangkan hidup sederhana dan jujur di tengah pengaruh globalisasi keserakahan dan ketidakpedulian ini.

Dengan mengembangkan semangat hidup sederhana ini, umat kristiani Indonesia  berupaya: mengendalikan diri dan berani mengatakan cukup; menyatakan kesediaan untuk hidup berbagi; dan berani berjuang bersama menentang segala sistem dan struktur yang menghalangi serta mengurangi hak orang lain untuk memperoleh kecukupan dalam hidupnya.

Dalam semangat kelahiran Yesus kita diajak untuk menanam, menyiram dan  memelihara kehidupan semua makhluk ciptaan di bumi pertiwi ini, supaya semua makhluk dapat hidup bersama sebagai keluarga Allah dengan damai, adil dan bercukupan.

 

SELAMAT NATAL 2015 DAN TAHUN BARU 2016

Jakarta, 18 November 2015

Atas nama

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia                           Konferensi Waligereja Indonesia


APIKatolik. 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Kamis, 29 Oktober 2015

DOSA YANG MERUSAK PERNIKAHAN

Dari WA tetangga: DOSA YANG MERUSAK PERNIKAHAN

a. Suami:
1. Suami tidak berfungsi menjadi pemimpin dengan baik, akibatnya saling melukai.
2. Suami gagal menjadikan Istri nomer satu dalam hidupnya.
3. Suami membandingkan Istri dengan wanita lain.
4. Suami kurang disiplin mengontrol emosi dan kebiasaan buruk.
5. Suami gagal memuji hal-hal kecil dari Istri.
6. Suami menolak pendapat Istri.
7. Suami tidak pernah minta maaf.

b. Istri:
1. Istri tidak menghargai Suami sebagai otoritas.
2. Istri gagal menundukkan diri kepada Suami.
3. Istri gagal menampilkan kecakapan manusia batiniah.
4. Istri gagal menunjukan rasa syukur kepada Suami.

Kebutuhan seorang Suami:
1. Sex.
2. Istri sebagai sahabat.
3. Rumah yang rapi.
4. Istri yang menarik.
5. Saling menghargai.

Kebutuhan seorang Istri:
1. Kasih sayang dan penghargaan.
2. Diajak bicara.
3. Jujur dan terbuka.
4. Keuangan yang cukup.
5. Komitmen terhadap keluarga.

Ingat!
Kepala keluarga yang berhasil dalam keluarga maka keberhasilan yang lain akan mengikuti. Kepala keluarga yang gagal dalam keluarga maka kegagalan lain akan mengikuti.

Kebahagiaan perkawinan membutuhkan perjuangan yang tidak kenal lelah, dan membutuhkan  kehadiran dan pertolongan Tuhan.

Berbahagialah mereka yang benar-benar menikmati hidup rumah tangga yang rukun dan damai, meskipun itu harus diperoleh dengan cucuran air mata. 
Belaian tangan suami adalah emas bagi istri.
Senyum manis sang istri adalah permata bagi suami.
Kesetiaan suami adalah mahkota bagi istri.
Keceriaan istri adalah sabuk di pinggang suami.

Perbaikilah apa yang bisa diperbaiki sekarang sebelum terlambat. Cintailah pasangan yang telah Tuhan pilih untukmu! 

If you care about family, broadcast this. It will save a marriage. Semoga Tuhan memberkahi Pernikahan Anda! Bagi yang belum Menikah, semoga ini bisa menjadi bekal kelak bila Anda menghadapi hidup Pernikahan

(dari WA)


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Jumat, 16 Oktober 2015

LAPORAN SITUASI NO 2 KONFLIK ACEH SINGKIL


LAPORAN SITUASI NO 2
KONFLIK ACEH SINGKIL

PENGANTAR
Negara: Indonesia
Lokasi Bencana: Kabupaten Aceh Singkil
Periode Pelaporan: 15 Oktober 2015
Sumber Data: Paroki Tumba Manduamas Desa Tumbajae, Kec. Manduamas 
Disusun oleh: Daniel Gunawan
Pelapor: Afentus Situmorang dan Elvina Simanjuntak

LATAR BELAKANG
Aksi simpatik yang dilakukan oleh berbagai lembaga kemanusiaan dan organisasi lain untuk para pengungsi korban konflik di Aceh Singkil dengan pemberian bantuan kepada pengungsi turut membantu pemulihan pengungsi.

WILAYAH TERDAMPAK
Gereja yang telah dibakar oleh massa yaitu Gereja Katolik dan Gereja HKI di Kecamatan Gunung Meriah.
 
POPULASI TERDAMPAK
Jumlah yang mengungsi di Posko Pengungsi Paroki Tumba Manduamas berjumlah 2.473 orang dengan rincian sebagai berikut:
Laki-laki: 1.250 jiwa
Perempuan : 1.223 jiwa

Berdasarkan kelompok umur:
Umur 50 th ke atas: 278 jiwa
Umur 17-50 tahun: 1.203 jiwa
Umur 6-16 tahun: 687 jiwa
Umur 0-5 tahun: 305 jiwa

Pengungsi ditempatkan di sekitar lapangan/gedung Paroki dan gedung sekolah. Untuk pengungsi yang tinggal di Gedung Sekolah harus mengemas barang-barang untuk sementara jika proses belajar mengajar berlangsung dari pagi sampai siang. Setelah kegiatan belajar selesai maka pengungsi kembali ke dalam ruangan kelas.

KEBUTUHAN MENDESAK
1.Perlengkapan bayi
2. Pembalut wanita
3. Peralatan mandi

RESPON PEMERINTAH
Bantuan terus berdatangan dari berbagai pihak kepada pengungsi baik yang di Posko Paroki Tumba Manduamas maupun di Posko Phakpak Barat. Pemerintah Kabupaten Tapanuli Tengah turut mengirimkan Satpol PP untuk membantu di Posko Paroki Tumba Manduamas dalam penanganan pengungsi.


RESPON CARITAS/KEUSKUPAN
Sampai hari ini Caritas tetap memantau proses penanganan pengungsi, karena Paroki setempat masih dapat menanggulangi dan punya kapasitas untuk menangani pengungsi melaui mobilisasi sumber-sumber daya lokal. Keuskupan Sibolga sendiri turut hadir dengan memberikan bantuan dan menurunkan tim di lapangan. 

Catatan:
-Bantuan hingga saat ini cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan pengungsi. Kapolres Tapanuli Tengah dan Dandim sudah berkunjung ke Aceh Singkil untuk membicarakan langkah-langkah perdamaian.
-Kapolda Aceh besok (16 Oktober 2015) akan menuju lokasi pengungsian di Posko Paroki Tumba Manduamas untuk membahas rencana kepulangan pengungsi ke Aceh Singkil.
-Jika pengungsi akan dipindahkan kembali ke rumah di Aceh Singkil, maka yang perlu dipikirkan bersama adalah kebutuhan makanan dan minuman pengungsi di hari pertama dan ke 2 karena pengungsi harus memulai dari nol lagi.

Contact Person:
P. Alfons Pandiangan (Pastor Paroki Tumba Manduamas):  081376502187
Afentus Situmorang (Staf Caritas di lokasi Pengungsian): 081397677349
Daniel Gunawan (Staf Caritas di Gunung Meriah)


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Selasa, 25 Agustus 2015

SINODE KELUARGA DI ROMA 2015 SUDAH DIAMBANG PINTU (RP A. Sujoko MSC)

Tanggal 6 November 2014 saya pernah memposting "Keluhan Kardinal Manila Louis Tagle bahwa Pembahasan Persiapan Sinode Keluarga di Roma tidak "fair", tidak adil, tidak seimbang dan tidak representatif terhadap persoalan yang dihadiapi keluarga di dunia, khususnya di daerah Asia. Tema-tema yang dibahas hanya menyangkut seksualitas tentang perkawinan sejenis atau tidak sejenis; tentang sakramentalitas keluarga katolik yang telah bercerai dan nikah lagi bisa sambut atau tidak. Padahal masalah keluarga bukan hanya seksualitas dan sakramentalitas. Kini giliran para uskup di Benua Afrika yang menuntut supaya pembahasan Synode Keluarga Oktober 2015 nanti melakukan diskusi tentang keluarga dengan tema-tema yang lebih luas, lebih ekspansif dan juga memperhatian situasi Gereja di benua Afrika dengan iman kristiani yang baru bertobat dari kekafiran dan masih diwarnai oleh kebudayaan lokal termasuk dalam hal penghayatan tentang keluarga. Diskusi jangan hanya menyangkut masalah-masalah yang menjadi perhatian Gereja di Eropa dan Amerika Utara saja, katanya.
Joshua J McElwee dari Nairobi memberikan laporan kepada Vatican Insider sbb: "Sejumlah teolog dan Uskup dari seluruh benua Afrika berkumpul pada tgl 16 – 18 Juli 2015 lalu dan dengan terus terang meminta kepada Vatikan untuk memperluas tema-tema diskusi tentang keluarga dalam Synode bulan Oktober 2015 mendatang dengan memperhatikan keadaan keluarga-keluarga dalam budaya-budaya di seluruh dunia, termasuk di Afrika; bukan hanya memilih masalah yang menjadi perhatian Gereja Katolik versi Eropa dan Amerika Utara saja. Salah satu hal yang perlu disadari ialah bahwa Kekristenan versi Eropa itu telah mentobatkan budaya Eropa dan sekarang kekristenan di Eropa itu sendiri menghadapi masalah baru dengan tantangan zaman baru. Sedangkan budaya Afrika baru sampai pada tahap berkenalan dengan kekristenan dan umat masih berusaha untuk menyesuaikan iman kristianinya sambil tetap memelihara budaya tradisi leluhur mereka, termasuk dalam hal keluarga. Uskup Kenya menegaskan: "Jika kita sungguh-sugguh ingin menghargai keluarga-keluarga kristiani Afrika kita ini, maka kita membutuhkan kajian teologis yang serius dan mendalam tentang "Teologi Keluarga Kristiani Afrika. Kita tidak bisa hanya sekedar menerapkan model keluarga menurut ajaran kristiani yang sudah berabad-abad itu dalam situasi keluarga Afrika begitu saja". Teolog dari Uganda, Emmanuel Katongole, bahkan mengkritik Vatikan yang ia sebut sebagai " tirani yang memaksakan masalah-masalah moral"  dengan mereduksikan masalah dalam Gereja hanya menyangkut eksualitas dan kekuasaan." Nah,kalau Afrika menuntut Teologi Keluarga Kristiani Afrika" maka Asia juga membutuhkan yang sama, kerena konteks budaya dan penghayatan perkawinan di Asia, termasuk Indonesia (lebih masuk lagi dalam budaya-budaya lokal Indonesia) tidak bisa disamakan dengan orang-orang Eropa. Sedangkan model keluarga kristiani Gereja Katolik yang diberlakukan dalam Kitab Hukum Kanonik itu memang memakai "pengandaian - pengandaian" pemikiran orang Eropa, misalnya soal istilah teologis:consensus facit matrimonium (kesepakan membuat perkawinan) syarat-syarat sahnya konsensus; konsensus yang sudah sah tidak dapat ditarik kembali, dst, dst.
Pokonya, Synode Keluarga Oktober 2015 ini (mungkin) bakalan seru, panas, dinamis dan mungkin hanya bisa memberikan rambu-rambu umum, selebihnya terserah pada para uskup Gereja lokal yang mengetahui persis keadaan, kebiasaan, adat-istiadat dan budaya setempat yang menjadi darah-daging hidup umat kristiani setempat pula. Apalagi masalah keluarga adalah masalahpastoral, bukan masalah dogmatis, jadi pemecahannya juga perlu kebijaksaan pastoral yang bisa berartivariis modis bene fit. (caranya bervariasi, namun paling cocok dengan realitas).
Apalagi Paus Fransiskus telah memberikan rambu-rambu diskusinya: "Jangan takut untuk berbicara apa saja; dan harus rendah hati untuk mendengarkan dengan sungguh-sungguh pendapat para peserta Synode lain". Tidak boleh ada pemaksaan kehendak dan pendapat; yang ada adalah Cinta kasih Pastoral (Charitas et Cura Pastoralis) demi kebaikan keluarga-keluarga Kristiani. Mari kita doakan para peserta Synode dan Mari kita doakan semua keluarga di seluruh dunia.
 
Sujoko msc


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Minggu, 09 Agustus 2015

Sejarah Komunitas Katolik Kontemporer (AZYUMARDI AZRA)

Sejarah umat beragama di Indonesia masih langka, khususnya komunitas Katolik Indonesia. Kita beruntung mendapat sumbangan sangat penting dari Karel Steenbrink, Guru Besar (Emeritus) Universitas Utrecht, Belanda, yang dengan tekun dan cermat menuliskan sejarah umat Katolik di Indonesia secara komprehensif.

Karya cukup masif ini merupakan buku ketiga Steenbrink tentang subyek ini. Sebelumnya ia menulis Catholics in Indonesia 1808-1942. A Documented History, Vol I: A Modest Recovery 1808-1900 (2003) dan Catholics in Indonesia 1808-1942. A Documented History, Vol II: The Spectacular Growth of a Self-Confident Minority, 1903-1942 (2007). Meski menjadi bagian ketiga dari trilogi, buku Catholics in Independent Indonesiadapat dipandang dan dibaca sebagai buku independen, terlepas dari kedua buku terdahulu.

Buku yang komprehensif membahas umat "Katolik Indonesia" (terma yang digunakan Steenbrink secara bebas dengan "Katolik di Indonesia") ini dapat dikatakan ditulis "orang dalam" (from within). Steenbrink, penganut Katolik yang saleh, memang memulai karier akademisnya dengan melakukan penelitian disertasi doktor tentang pesantren, madrasah, dan sekolah (1970-74). Ia kemudian kembali ke Indonesia mengajar di IAIN Jakarta dan IAIN Yogyakarta (1981-1988).

Selama kurun waktu itu ia menyebut dirinya hanya "marjinal" di lingkungan Katolik. Baru pada pertengahan 1990-an, ia memulai persiapan riset dan penulisan sejarah Katolik di Indonesia. Kesempatan ini datang ketika ia mulai bertugas di IIMO, Institut Ekumene dan Misiologi, di Universitas Utrecht.

Meski begitu, Karel Steenbrink mengakui, karya-karyanya tentang sejarah Katolik Indonesia ditulis tidak dari lingkaran dalam gereja (insider) yang menentukan misi dan visi gereja. Sebaliknya, ditulis seorang pengamat luar yang menghabiskan karier aktifnya di Indonesia sebagai dosen di sejumlah perguruan tinggi Islam. Walau demikian, ia menegaskan, dari latar belakang [agamanya yang Katolik], Steenbrink merasa memiliki pengetahuan memadai, simpati dan empati pada komunitas Katolik untuk dapat otoritatif menulis tentang sejarah Katolik di Indonesia.

Karya Profesor (Emeritus) Steenbrink ini dalam banyak hal lebih daripada sekadar sejarah Gereja Katolik deskriptif. Buku ini juga bukan hanya menyangkut orang-orang Katolik di Indonesia. Namun, buku ini dapat dikatakan sebagai "sejarah sosial" (social history) komunitas Katolik di negeri ini dalam kaitan dengan lingkungan lebih luas yang mengitarinya. Kenyataan Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim, baik langsung maupun tidak, memengaruhi cara pandang, doktrin sosial gereja atau para fungsionaris Katolik (pastor misalnya) yang bukan tanpa perdebatan di lingkungan Gereja Katolik Indonesia.

Sejarah sosial

Dalam paradigma sejarah sosial dan lingkungan lebih luas, karya ini mencakup pembahasan, misalnya, tentang agama dalam politik Indonesia di antara Pancasila dan syariah [Islam], basis sekuler agama [Katolik] dalam pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan; masalah internal gereja; spiritualitas clergy (pastor dan suster);social engagement dan spiritualitas penganut awam (lay); dan para pemikir kreatif, penulis, dan artis. Pembahasan juga mencakup wacana dan perdebatan teologis di lingkungan teolog dan intelektual Katolik.

Bagian besar yang kedua karya ini adalah survei wilayah yang mengungkapkan pergumulan komunitas Katolik di suatu tempat. Misalnya Flores, Timor dan Sumba, Papua, Maluku, Minahasa dan Toraja, Kalimantan, Jawa dan Bali, serta "diaspora" Sumatera. Komunitas Katolik di tiap wilayah ini menghadapi masalah tersendiri yang tidak selalu mudah diselesaikan Gereja.

Sebagai sejarah sosial, bagian yang absen dari karya ini antara lain kehidupan sehari-hari (history of daily life) orang Katolik, baik fungsionaris maupun awam. Jika sejarah sehari-hari ini tercakup, pasti lebih menambah pengetahuan kita tentang bagaimana seorang warga Katolik menjalani kehidupan sehari-hari dalam berbagai segi. Walau begitu, ada sejumlah kepingan anekdot yang diberikan Steenbrink, terutama tentang "konflik" di antara pimpinan Gereja (clergy) dengan kalangan awam dalam isu tertentu sehingga karya ini tidak menjadi semacam institutional historyGereja Katolik di Indonesia.

Pergumulan kontemporer

Tujuan utama buku ini, menurut Steenbrink, adalah untuk memperlihatkan bagaimana Gereja Katolik bisa bertahan sepanjang masa rezim Presiden Soekarno (1945-1965). Selanjutnya tentang bagaimana Gereja memperoleh kembali dinamika baru selama masa "kebangkitan agama" (religious revival) yang merupakan bagian penting dalam perjalanan sejarah agama di Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soeharto.

Beberapa kebijakan Presiden Soeharto menimbulkan perdebatan dan pergumulan di lingkungan gereja dan komunitas Katolik. Hal ini mencakup misalnya tentang Pancasila sebagai "asas tunggal" (UU N0 8 Tahun 1985) dan ketentuan pengajaran agama oleh guru seagama dengan murid (UU No 2 Tahun 1989, kemudian juga No 23, 2003). Menghadapi UU semacam itu, tidak jarang Gereja Katolik terpaksa bersikap defensif.

Gereja Katolik antara 1985-1998 kian berada dalam posisi defensif. Menurut Steenbrink, sikap ini terkait dengan "kebangkitan kepercayaan diri kaum Muslim' pada satu pihak dan "lenyapnya signifikansi komunitas Katolik" pada pihak lain. Perkembangan ini kemudian juga terkait dengan "rekonsiliasi" Presiden Soeharto dengan masyarakat Muslim yang antara lain ditandai dengan restu Soeharto pada pendirian ICMI di bawah kepemimpinan BJ Habibie yang kala itu menjabat posisi Menteri Riset dan Teknologi dalam kabinet.

Steenbrink juga mencatat, sepanjang masa Soeharto, sejumlah besar SD dan SMP Katolik harus ditutup karena Pemerintah Orde Baru sangat ekspansif mengembangkan sekolah-sekolah negeri. Komunitas Katolik sendiri juga tidak mampu lagi mendanai semua sekolahnya.

Pergumulan Gereja dan umat Katolik terus berlanjut sejak masa reformasi. Konflik komunal berbau agama meletup di beberapa tempat menimbulkan gangguan kerukunan umat beragama. Steenbrink juga mencatat, perda-perda yang mencoba menerapkan syariah secara parsial juga menjadi pembicaraan hangat di lingkungan gereja.

Sementara pergumulan Gereja Katolik berlanjut, karya Steenbrink sangat layak dan penting diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dengan begitu, masyarakat lintas agama Indonesia dapat memahami Gereja Katolik secara komprehensif dan lebih akurat.

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 9 Agustus 2015, di halaman 12 dengan judul "Sejarah Komunitas Katolik Kontemporer".


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, 29 April 2015

"DARURAT GADGET"

Hampir Semua Keluarga di Indonesia "DARURAT GADGET"

⛔📱⛔📱⛔📱⛔📱⛔


☝1. Dulu, keBersamaan begitu Indah. Suami istri bisa saling Menatap wajah.
Tapi sekarang semua berubah krn Gadget. 
Saat menatap wajah, ternyata pasangan Anda sedang menatap gadget.


🙏 2. Saat makan bersama, dulu bisa saling ber-cakap2. 
😭 Kini, semua berubah..❗
Tangan kanan pegang Sendok, tangan kiri pegang Gagdet.


😭 3. Saat bersama di ruang tamu.
Dulu, saling bertanya khabar antar angg keluarga. 
Sekarang..❓ 
Anak main game di Tablet, Ayah sibuk melayani klien di BBM, dan Ibu sedang asyik bersosialita di facebook.


😰 4. Saat berada di dlm gereja dulu mendengarkan kotbah. Tak ada yg dirisaukan. 
Sekarang..❓
Duduk di gereja di depan pendeta.. Wajah menunduk.. Mata serius menatap gagdet dan tangan sibuk mengetik Keypad..


😭 5. Saat berada di dlm kamar, harusnya bisa asyik becanda dgn pasangan. 😍
Tapi sekarang..❓


😩 Yg satu menghadap tembok dgn tangan meraba screen gagdet, yg satu lagi juga melakukan hal yg sama.


😂 6. Saat berkunjung ke rumah sdr, dulu bisa becanda ketawa ketiwi.
Sekarang..❓
Meski perjalanan Jauh sdh ditempuh, smpe tiba di lokasi juga dihabiskan waktu utk Sibuk dgn gagdet sendiri.


😭 7. Bertamu di rumah orang, dulu disambut dgn wajah ceria dan bahagia. 
Ramah bisa ngobrol banyak hal. 
Sekarang...❓ 
Bertamu di rumah orang, disambi dgn membalas sms, menerima telp dan whatsap-an, sembari sekedar menjawab obrolan kita dengan ...
"oh gt ya.. iya.. Oh, bener itu. Owh." Garing.....😁


😰 8. Sehabis doa dulu bisa tenang dan baca alkitab. Hati bisa connect ke ALLAH langsung. 
Kini..❓ 
Setelah doa, langsung meRogoh saku, gagdet pun diKeluarkan.


😉9. Dulu, saat pasangan Curhat soal hatinya, dan pikiran Siap mendengarkan. Sekarang....❓
😡 Saat pasangan curhat, Konsentrasi pada gadget, sedangkan telinga Pura2 mendengar.


😭 10. Saat anak mengeluh sesuatu, dulu kita jongkok memposisikan wajah kita tepat di wajahnya. 
Anak merasa disayang dan diperhatikan. 
Sekarang...❓
☝"Aduuhh Nak.. mama sedang sibuk. Masa gitu saja ngeluh, sih." Sembari ngetik obrolan di sosmed.
Bgmn dgn Kita? 😄😄

kalau ini terjadi padamu,bertobat lah.🙏 have a blessed ..



Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

PESAN PRO LIFE DARI ST. YOHANES PAULUS II, PAUS BENEDIKTUS XVI DAN PAUS FRANSISKUS

St. Yohanes Paulus II (Ensiklik Evangelium Vitae): "Penerimaan aborsi dan eutanasia dalam pandangan populer, dalam perilaku dan bahkan dalam hukum sendiri menandakan dengan jelas adanya krisis kesadaran moral yang sangat berbahaya sekali. Orang semakin tidak mampu membedakan antara yang baik dan jahat, juga bila hak atas hidup dipertaruhkan. Mengingat gawatnya situasi itu, sekarang lebih dari sebelumnya, dibutuhkan keberanian untuk menatap kebenaran, dan membicarakan hal itu blak-blakan, tanpa menuruti kompromi-kompromi yang mengenakkan atau godaan yang mengelabui diri."

Paus Benediktus XVI (Pesan untuk Hari Perdamaian Sedunia 2013): "Jalan untuk mewujudkan kebaikan bersama dan perdamaian adalah pertama-tama menghormati hidup manusia dalam banyak aspeknya, mulai dari pembuahan, pertumbuhannya, sampai pada kematiannya yang alami. Hidup seutuhnya adalah puncak dari perdamaian: sehingga, siapa saja menginginkan perdamaian tidak dapat mentolerir serangan-serangan dan kejahatan-kejahatan melawan kehidupan." 

Paus Fransiskus (Pesan untuk Perkumpulan Dokter Katolik): "Praktek Aborsi, Eutanasia dan Bayi tabung adalah sikap belas-kasih yang palsu. Ideologi yang mendominasi saat ini menganggap aborsi sebagai bantuan kepada wanita, eutanasia sebagai sikap bermartabat, dan keberhasilan ilmu untuk "memproduksi" anak dilihat sebagai suatu hak daripada menerimanya sebagai karunia. Tetapi semua itu adalah sikap belas-kasih yang palsu." 

(Shirley Hadisandjaja)

(APIK)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Senin, 27 April 2015

Surat Uskup Agung Mgr. Ignatius Suharyo Untuk para Imam di KAJ: “GEREJA KATOLIK MENOLAK HUKUMAN MATI”

Surat Uskup Agung

Untuk para Imam di KAJ

Para Rama yth,

  1. Pada hari-hari ini, televisi, koran dan mass media lain, penuh dengan berita mengenai hukuman mati. Saya pribadi amat sedih setiap kali melihat atau membaca berita itu dan diberitakan dengan cara yang bagi saya mencederai kemanusiaan yang adil dan beradab. Dalam suasana seperti ini saya mengajak para Rama untuk menjelaskan kepada umat pandangan Gereja mengenai hal ini dan mengajak mereka berdoa untuk para terpidana.
  2. Katekismus Gereja Katolik menyatakan : Pembelaan kesejahteraan umum masyarakat menuntut agar penyerang dihalangi untuk menyebabkan kerugian. Karena alasan ini, maka ajaran Gereja sepanjang sejarah mengakui keabsahan hak dan kewajiban dari kekuasan politik yang sah, menjatuhkan hukuman yang setimpal dengan beratnya kejahatan, tanpa mengecualikan hukuman mati dalam kejadian-kejadian yang serius (KGK 2266). Menurut Katekismus ini, hukuman mati diperbolehkan dalam kasus-kasus yang sangat parah kejahatannya. Namun, apabila terdapat cara lain untuk melindungi masyarakat dari penyerang yang tidak berperi-kemanusiaan, cara-cara lain ini lebih dipilih daripada hukuman mati karena cara-cara ini dianggap lebih menghormati harga diri seorang manusia dan selaras dengan tujuan kebaikan bersama (bdk KGK 2267). Di sini terjadi peralihan tentang konsep hukuman mati bagi Gereja. KGK 2267 ini diambil dari ensiklik Paus Yohanes Paulus II Evangelium Vitae.
  3. Dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati ini dan menyatakan bahwa, dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung keberadaannya. Berikut kutipannya:

"Adalah jelas bahwa untuk tercapainya maksud-maksud ini, jenis dan tingkat hukuman harus dengan hati-hati dievaluasi dan diputuskan, dan tidak boleh dilaksanakan sampai ekstrim dengan pembunuhan narapidana, kecuali dalam kasus-kasus keharusan yang absolut: dengan kata lain, ketika sudah tidak mungkin lagi untuk melaksanakan hal lain untuk membela masyarakat luas. Selanjutnya ditegaskan, Namun demikian, dewasa ini, sebagai hasil dari perkembangan yang terus menerus dalam hal pengaturan sistem penghukuman, kasus-kasus sedemikian (kasus-kasus yang mengharuskan hukuman mati) adalah sangat langka, jika tidak secara praktis disebut sebagai tidak pernah ada." (EV 56). Dengan demikian Gereja Katolik tidak mendukung hukuman mati.

  1. Salah satu orang yang sudah dijatuhi hukuman mati adalah Mary Jane Fiesta Veloso orang Katolik dari Filipina, berumur 30 tahun, ibu dari dua anak Sekolah Dasar. Sejak berumur 14 tahun, Mary Jane bekerja sebagai pembantu rumah tangga, dan untuk mencari nafkah bagi anak-anaknya, ia menjadi tenaga kerja wanita Filipina di Malaysia. Di situ, ibu agen tenaga kerja menghadiahi Mary Jane sebuah koper; dan kemudian agen tenaga kerja menugasi Mary Jane, menemui seorang teman di Yogya. Di situ, polisi menemukan bahan narkoba amat banyak, tersembunyi dalam dinding koper lapis dua. Mary Jane bersikeras: tidak tahu menahu mengenai isi koper itu. Tidak ada bukti untuk menuduh Mary Jane bahwa bohong. Namun semua pengadilan di Indonesia mempidana Ibu Mary Jane dengan hukuman mati. Kini permintaan untuk peninjauan kembali, telah ditolak; maka bersama sembilan orang terpinda Mary Jane menghadapi eksekusi.
  2. Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia sekarang ini juga sedang meng-advokasi seorang yang sudah dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang serupa. Menurut kesaksian keluarga dan saksi-saksi lain, aparat salah menangkap orang.
  3. Saya minta para Rama semua untuk mengajak seluruh umat Katolik Keuskupan Agung Jakarta berdoa bagi Ibu Mary Jane dan kesembilan orang lain, juga untuk negara kita dan Gereja di Indonesia.

Doa ini mohon dipanjatkan di seluruh Gereja Katolik Keuskupan Agung Jakarta dalam DOA UMAT PADA HARI MINGGU kalau dan setelah eksekusi mati jadi dilaksanakan. Kita tetap berdoa, agar eksekusi mati tidak dilaksanakan dan selanjutnya hukuman mati dihapuskan dari sistem hukum di Indonesia.

  1. Berikut usul doa umat itu :

I. PadaMu, ya Allah kehidupan, kami mengarahkan hati untuk mendapatkan kekuatan dan andalan dalam kebimbangan kami, untuk memperoleh terang kalau kami buta, kecewa dan marah, untuk dapat menghirup perikemanusiaan dalam perseteruan kami.

L. Ya Allah, dari kelimpahan hidup-Mu Engkau menciptakan segala yang hidup.

U. Bangkitkanlah tanggungjawab kami untuk memelihara kehidupan dan mengalahkan kekerasan.

L. Ya Allah, dengan tekun dan setia Engkau berbagi kehidupan dengan umat manusia; dan Yesus, utusan-Mu, Engkau bangkitkan, setelah Dia dihukum oleh bangsa-Nya dan dieksekusi oleh yang berkuasa.

U. Gerakkanlah kebersamaan kami dengan solidaritas dan jiwailah pemimpin-pemimpin kami, supaya mereka mempersatukan kami, tanpa mengorbankan hidup siapa pun.

L. Ya Allah, Engkau menggairahkan umat-Mu menjadi pembawa kabar gembira dan penjaring dalam lingkungan persaudaraan.

U. Semoga dengan kekuatan-Mu, jemaat beriman menjadi tempat terbuka dan mampu memberi maaf kepada saudara-saudara yang bersalah dan para pemimpin umat menjadi pembela dan pendamping mereka yang terhukum.

L. Ya Allah, dengan mengenakan hukuman mati, negara kami mau melawan semua ulah yang memusnahkan hidup dan merusak perikemanusiaan. Namun tindakan ini tidak menyelesaikan masalah-masalah kami dan hanya menambahkan kekerasan.

U. Bimbinglah kami, para warga dan para pemimpin, untuk menemukan dan menempuh jalan persaudaraan untuk semua.

L. Ya Allah yang kekal, demi hukum positif, Ibu Mary Jane dan sembilan orang senasib dia, harus meninggalkan kami dan meninggal dunia karena dihukum mati.

U. Ya Allah yang adil, sambutlah mereka semua dalam keadilan-Mu dan penuhilah hidup mereka dengan kemuliaan-Mu.

I. Demikianlah permohonan kami, ya Allah, demi Yesus Kristus yang taat sampai mati di salib dan yang Engkau tinggikan di sisi-Mu, menjadi pengantara kami dan semua orang.

U.  Amin.

8. Sementara itu kampanye untuk menghapus hukuman mati di Indonesia akan terus dilancarkan, meskipun kita tahu perjuangan ini akan memakan waktu, tenaga, pengorbanan yang tidak sedikit. Kita dukung berbagai komunitas yang dengan gigih, memperjuangkan penghapusan hukuman mati, tanpa kecewa kalau gagal.

9. Terima kasih atas kerjasama para Rama sekalian. Semoga hidup manusia semakin dihormati dan martabatnya semakin dijunjung tinggi.

Selamat Paskah,
+ I. Suharyo



Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, 07 Januari 2015

Paus Fransiskus: Saya Percaya Tuhan, tetapi Bukan Tuhan Katolik

Paus Fransiskus kembali membuat pernyataan yang mencengangkan. Dalam wawancara dengan harian terbitan Italia, La Repubblica, Paus asal Argentina itu menjelaskan keyakinannya akan Tuhan.


"Saya percaya akan Tuhan, tetapi bukan (kepada) Tuhan Katolik," kata Paus kepada pendiri dan mantan editor harian La Repubblica, Eugenio Scalfari.

Scalfari yang sudah cukup terkejut mendapatkan kesempatan wawancara pribadi dengan Paus, semakin terkejut dengan pernyataan itu. Lalu, Scalfari meminta Paus untuk mengelaborasi pernyataannya itu.

"Tuhan bukan Katolik. Tuhan adalah universal, dan kita adalah umat Katolik karena cara kita memuja Dia," ujar Paus.

Lebih jauh Paus Fransiskus menjelaskan bahwa sebagai pemimpin umat Katolik, dia memercayai Tuhan dan Yesus Kristus sebagai inkarnasi Tuhan.

"Yesus adalah guru dan pemimpin saya. Tetapi Tuhan, Bapa, adalah cahaya dan Sang Pencipta. Itulah yang saya yakini. Apakah menurut Anda keyakinan kita jauh berbeda?" tanya Paus kepada Scalfari.

Paus berusia 76 tahun ini menambahkan, dia tak selalu sepakat dengan apa yang selama ini menjadi standar Gereja Katolik.

"Pandangan Vatikan sentris telah mengabaikan dunia di sekitar kita. Saya tak sepakat dengan cara ini, dan saya akan lakukan apa pun untuk mengubahnya," Paus menegaskan.

Sejak terpilih menjadi pemimpin Gereja Katolik, Paus Fransiskus terbukti menjadi seorang Paus beraliran liberal. Bahkan dia bersikap lebih lunak terhadap hal-hal yang selama ini ditentang keras Vatikan seperti homoseksualitas dan ateisme.

Sumber: ‎http://internasional.kompas.com/read/2013/10/08/2338024/Paus.Fransiskus.Saya.Percaya.Tuhan.tetapi.Bukan.Tuhan.Katolik# 


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.