Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Senin, 19 Desember 2016

Sikap Pdt. Dr. Jan S.Aritonang,Ph.D atas Fatwa MUI nomor 56 tahun 2016 tetntang Hukum Menggunakan Atribut Natal

Kagum, salut dengan sikap Pdt. Dr. Jan S.Aritonang,Ph.D atas Fatwa MUI nomor 56 tahun 2016 tetntang Hukum Menggunakan Atribut natal.
Selengkapnya isi surat dimaksud sebgai berikut:

Yang  terhormat: Komisi  Fatwa  Majelis  Ulama  Indonesia  (MUI)
Jalan  Proklamasi  51,
Jakarta  Pusat  10320

Salam  sejahtera  dan  dengan  hormat,

Sehubungan dengan terbitnya Fatwa MUI nomor 56 Tahun 2016 tertanggal 14 Desember 2016, tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non-Muslim, perkenankanlah  saya  menyampaikan  beberapa  catatan  dan  pertanyaan  berikut:

1. Di dalam judul dan butir-butir keputusan fatwa tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah Non-Muslim adalah umat atau pemeluk agama Kristen (=Nasrani). Namun dari latar belakang dan konteks terbitnya fatwa ini dapat  dipahami  bahwa  yang  dimaksud  dengan  istilah  itu  adalah  umat  Kristen.

2. Di dalam fatwa tersebut tidak secara rinci disebut apa-apa saja yang dimaksud dengan atribut ataupun simbol keagamaan non-muslim yang dinyatakan haram, kendati pada Keputusan, butir Ketentuan Umum, dinyatakan bahwa "dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan,  ritual  ibadah,  maupun  tradisi  dari  agama  tertentu."

3. Kendati tidak disebut secara rinci, namun dapat diduga bahwa yang dimaksud adalah pernik-pernik hiasan yang digunakan banyak orang untuk merayakan Hari Natal, misalnya: pohon terang dengan berbagai hiasannya, bintang, lonceng, topi sinterklas, topi  bertanduk  rusa,  kereta  salju,  lilin,  dsb.

4. Sampai sekarang gereja Kristen (yang terdiri dari berbagai aliran dan organisasi) belum pernah membuat konsensus tentang atribut-atribut, simbol-simbol, atau hiasan-hiasan itu. Bahkan ada juga gereja yang tidak merayakan hari Natal dan tidak menggunakan simbol salib. Atribut-atribut, simbol-simbol, atau hiasan-hiasan itu muncul dari tradisi sebagian gereja, terutama yang di Barat (Eropa dan Amerika), yang kemudian disebar ke seluruh  penjuru  dunia,  termasuk  Indonesia.

5. Produksi, penyebaran, dan perdagangan benda-benda itu tidak mempunyai hubungan langsung dengan iman Kristen, termasuk iman kepada Yesus Kristus, yang diimani umat Kristen sebagai Tuhan Allah yang menjelma menjadi manusia, serta sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia. Penyebaran, produksi, dan perdagangan benda-benda itu lebih dimotivasi oleh hasrat untuk mendapat keuntungan material; itulah sebabnya orang-orang yang terlibat di dalam aktivitas itu berasal dari berbagai penganut agama. Bahkan boleh jadi orang yang tak beragama pun ikut memproduksi dan memperdagangkannya. Karena itu saya tidak mempersoalkan atau berkeberatan kalau Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa menggunakan, memproduksi, menyebarkan, dan memperdagangkan  benda-benda  atau  atribut-itu  adalah  haram.

6. Di dalam fatwa itu, pada bagian konsiderans (Mengingat dan Memperhatikan), berulang kali dikutip ayat Kitab Suci Al Qur'an, Hadits Nabi Muhammad/Rasulullah SAW, dan pendapat sejumlah tokoh Islam, yang pada pokoknya menyatakan bahwa orang-orang non-muslim itu adalah kafir. Perkenankan saya bertanya: apa/siapa yang dimaksud oleh Komisi Fatwa MUI dengan kafir? Apakah semua orang non-muslim adalah kafir, termasuk umat Kristen? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memang dikatakan bahwa kafir adalah "orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya". Bila  inilah  pengertiannya  maka  lebih  dari  5  milyar  penduduk  dunia  adalah  kafir.

7. Sepengetahuan saya, Nabi Muhammad SAW bergaul dengan akrab dan bersahabat dengan banyak orang Kristen (Nasrani) dan tidak pernah menyebut mereka kafir. Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang dikutip pada konsiderans Fatwa MUI ini pun tidak  ada  hadits  Nabi  yang  menyebut  orang  Kristen  sebagai  kafir.

8. Karena itu, bila Komisi Fatwa MUI, sehubungan dengan atribut keagamaan non-muslim, menyebut umat Kristen sebagai kafir, perlulah Komisi Fatwa MUI memberi penjelasan dan mengemukakan argumen yang kuat. Saya bersedia diundang untuk mendiskusikan hal  ini  dalam  suasana  persahabatan  dan  persaudaraan.

9. Dengan itu pula saya mengimbau Komisi Fatwa MUI agar tidak menerbitkan fatwa yang bisa ikut menambah panas suasana dan suhu kehidupan di negeri kita ini, sebaliknya menyampaikan fatwa ataupun pendapat yang mendatangkan kesejukan. Izinkanlah umat Kristen di Indonesia merayakan hari Natal (kelahiran) Yesus Kristus, yang kami yakini sebagai  Tuhan  dan  Juruselamat  dunia,  dalam  suasana  tenteram  dan  sejahtera.

Salam  hormat  teriring  doa,

Pdt.  Prof.  Jan  S.  Aritonang,  Ph.D. Guru  Besar  Sekolah  Tinggi  Teologi  Jakarta Jalan  Proklamasi  27  Jakarta  Pusat  10320 e-mail:  jansaritonang@gmail.com

cc: 
1. Persekutuan  Gereja-gereja  di  Indonesia  (PGI) 
2. Pemimpin  dan  dosen  STT Jakarta
3. Sejumlah  rekan

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Selasa, 13 Desember 2016

Teks Nota Keberatan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) pada Sidang Pertama, Selasa,13 Desember 2016

Bapak Ketua Majelis Hakim, dan Anggota Majelis Hakim yang saya muliakan,
 
Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang saya hormati,
 
Penasihat Hukum dan Para Hadirin yang saya hormati,
 
Pertama-tama saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan, yang diberikan kepada Saya.
 
Berkaitan dengan persoalan yang terjadi saat ini, dimana saya diajukan di hadapan sidang, jelas apa yang saya utarakan di Kepulauan Seribu,  bukan dimaksudkan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para Ulama. Namun ucapan itu, saya maksudkan, untuk para oknum politisi, yang memanfaatkan Surat Al-Maidah 51, secara tidak benar karena tidak mau bersaing secara sehat dalam persaingan Pilkada.
 
Ada pandangan yang mengatakan, bahwa hanya orang tersebut dan Tuhan lah, yang mengetahui apa yang menjadi niat pada saat orang tersebut mengatakan atau melakukan sesuatu. Dalam kesempatan ini di dalam sidang yang sangat Mulia ini, saya ingin menjelaskan apa yang menjadi niat saya pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu tersebut.
 
Dalam hal ini, bisa jadi tutur bahasa saya, yang bisa memberikan persepsi, atau tafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang saya niatkan, atau dengan apa yang saya maksudkan pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Ijinkan saya untuk membacakan salah satu Sub-judul dari buku saya, yang berjudul "Berlindung Dibalik ayat suci" ditulis pada tahun 2008. Saya harap dengan membaca tulisan di buku tersebut, niat saya yang sesungguhnya bisa dipahami dengan lebih jelas, isinya sebagai berikut, saya kutip : ​
 
Selama karir politik saya dari mendaftarkan diri menjadi anggota partai baru, menjadi ketua cabang, melakukan verifikasi, sampai mengikuti Pemilu, kampanye pemilihan Bupati, bahkan sampai Gubernur, ada ayat yang sama yang saya begitu kenal digunakan untuk memecah belah rakyat, dengan tujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang kerasukan "roh kolonialisme".
 
Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elit, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung dibalik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep "seiman" memilihnya.
 
Dari oknum elit yang berlindung dibalik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan surat Almaidah 51. Isinya, melarang rakyat, menjadikan kaum Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin mereka, dengan tambahan, jangan pernah memilih kafir menjadi pemimpin. Intinya, mereka mengajak agar memilih pemimpin dari kaum yang seiman.
 
Padahal, setelah saya tanyakan kepada teman-teman, ternyata ayat ini diturunkan pada saat adanya orang-orang muslim yang ingin membunuh Nabi besar Muhammad, dengan cara membuat koalisi dengan kelompok Nasrani dan Yahudi di tempat itu. Jadi, jelas, bukan dalam rangka memilih kepala pemerintahan, karena di NKRI, kepala pemerintahan, bukanlah kepala agama/Imam kepala. Bagaimana dengan oknum elit yang berlindung, dibalik ayat suci agama Kristen? Mereka menggunakan ayat disurat Galatia 6:10. Isinya, selama kita masih ada kesempatan, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
 
Saya tidak tahu apa yang digunakan oknum elit di Bali yang beragama Hindu, atau yang beragama Budha. Tetapi saya berkeyakinan, intinya, pasti, jangan memilih yang beragama lain atau suku lain atau golongan lain, apalagi yang ras nya lain. Intinya, pilihlah yang seiman/sesama kita (suku, agama, ras, dan antar golongan). Mungkin, ada yang lebih kasar lagi, pilihlah yang sesama kita manusia, yang lain bukan, karena dianggap kafir, atau najis, atau binatang!
 
Karena kondisi banyaknya oknum elit yang pengecut, dan tidak bisa menang dalam pesta demokrasi, dan akhirnya mengandalkan hitungan suara berdasarkan se-SARA tadi, maka betapa banyaknya, sumber daya manusia dan ekonomi yang kita sia-siakan. Seorang putra terbaik bersuku Padang dan Batak Islam, tidak mungkin menjadi pemimpin di Sulawesi. Apalagi di Papua. Hal yang sama, seorang Papua, tidak mungkin menjadi pemimpin di Aceh atau Padang.
 
Kondisi inilah yang memicu kita, tidak mendapatkan pemimpin yang terbaik dari yang terbaik. Melainkan kita mendapatkan yang buruk, dari yang terburuk, karena rakyat pemilih memang diarahkan, diajari, dihasut, untuk memilih yang se-SARA saja. Singkatnya, hanya memilih yang seiman (kasarnya yang sesama manusia).
Demikian kutipan dari buku yang saya tulis tersebut.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Dalam kehidupan pribadi, saya banyak berinteraksi dengan teman-teman saya yang beragama Islam, termasuk dengan keluarga angkat saya Almarhum Haji Andi Baso Amier yang merupakan keluarga muslim yang taat.
 
Selain belajar dari keluarga angkat saya, saya juga belajar dari guru-guru saya, yang taat beragama Islam dari kelas 1 SD Negeri, sampai dengan kelas 3 SMP Negeri. sehingga sejak kecil sampai saat sekarang, saya tahu harus menghormati Ayat-Ayat suci Alquran.
 
Jadi saya tidak habis pikir, mengapa saya bisa dituduh sebagai penista Agama Islam.
 
 
Saya lahir dari pasangan keluarga non-muslim, Bapak Indra Tjahaja Purnama dan Ibu Buniarti Ningsih (Tjoeng Kim Nam dan Bun Nen Caw), tetapi saya juga diangkat sebagai anak, oleh keluarga Islam asal Bugis, bernama Bapak Haji Andi Baso Amier , dan Ibu Hajjah Misribu binti Acca. Ayah angkat saya, Andi Baso Amier adalah mantan Bupati Bone, tahun 1967 sampai tahun 1970, beliau adik kandung mantan Panglima ABRI, Almarhum Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf.
 
Ayah saya dengan ayah angkat saya, bersumpah untuk menjadi saudara sampai akhir hayatnya.
 
Kecintaan kedua orangtua angkat saya kepada saya, sangat berbekas, pada diri saya, sampai dengan hari ini.
 
Bahkan uang pertama masuk kuliah S2 saya di Prasetya Mulya, dibayar oleh kakak angkat saya, Haji Analta Amir.
 
Saya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih, apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkat saya yang Islamnya sangat taat.
 
Saya sangat sedih, saya dituduh menista agama Islam, karena tuduhan itu, sama saja dengan mengatakan saya menista orang tua angkat dan saudara-saudara angkat saya sendiri, yang sangat saya sayangi, dan juga sangat sayang kepada saya. Itu sebabnya ketika Ibu angkat saya meninggal, saya ikut seperti anak kandung, mengantar dan mengangkat keranda beliau, dari ambulans sampai ke pinggir liang lahat, tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Pemakaman umum Karet Bivak.
 
Sampai sekarang, saya rutin berziarah ke makam Ibu angkat, di Karet Bivak. Bahkan saya tidak mengenakan sepatu atau sendal saat berziarah, untuk menghargai keyakinan dan tradisi orang tua dan saudara angkat saya itu.
 
Yang membuat saya juga selalu mengingat almarhumah Ibu angkat saya, adalah peristiwa, pada saat saya maju, sebagai calon wakil Gubernur  DKI Jakarta tahun 2012.
 
Pada hari pencoblosan, walaupun Ibu angkat saya, sedang sakit berat dalam perjalanan ke rumah sakit, dengan menggunakan mobil kakak angkat saya Haji Analta, ibu angkat saya, sengaja, meminta mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih saya. Padahal kondisinya sudah begitu kritis.
 
Dari tempat pemungutan suara, barulah beliau langsung, menuju ke rumah sakit, untuk perawatan lebih lanjut di ICU.
 
Setelah dirawat selama 6 (enam) hari, Ibu berdoa dan berkata kepada saya dan masih terus saya  ingat dan masih akan saya ingat, kata beliau: "SAYA TIDAK RELA MATI, SEBELUM KAMU MENJADI GUBERNUR. ANAKKU, JADILAH GUBERNUR YANG MELAYANI  RAKYAT KECIL."
 
Ternyata Tuhan mengabulkan doa Ibu angkat saya.
 
Beliau berpulang tanggal 16 Oktober 2014, setelah ada kepastian Bapak Jokowi menjadi Presiden, dan saya juga sudah dipastikan menjadi Gubernur, menggantikan Bapak Jokowi. Pesan dari Ibu angkat saya selalu saya camkan , dalam menjalankan tugas saya, sebagai Gubernur DKI Jakarta.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Sebelum menjadi pejabat, secara pribadi, saya sudah sering menyumbang untuk pembangunan mesjid di Belitung Timur, dan kebiasaan ini, tetap saya teruskan saat saya menjabat sebagai Anggota DPRD Tingkat II Belitung Timur, dan kemudian sebagai Bupati Belitung Timur. Saya sudah menerapkan banyak program membangun Masjid, Mushollah dan Surau, dan bahkan merencanakan membangun Pesantren, dengan beberapa Kyai dari Jawa Timur. Saya pun menyisihkan penghasilan saya, sejak menjadi pejabat publik minimal 2,5% untuk disedekahkan yang di dalam Islam, dikenal sebagai pembayaran Zakat, termasuk menyerahkan hewan Qurban atau bantuan daging di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
 
Saya juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan, termasuk untuk menggaji guru-guru mengaji, dan menghajikan Penjaga Masjid/Musholla (Marbot atau Muadzin) dan Penjaga Makam.
 
Hal-hal yang telah saya lakukan di Belitung Timur, saat menjabat sebagai Bupati, saya teruskan ketika tidak menjadi Bupati lagi, sampai menjadi anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Bangka Belitung, sebagai Wakil Gubernur dan juga, sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini pun tetap saya lakukan.
 
Ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta, saya juga membuat banyak kebijakan, diantaranya kebijakan agar di bulan Suci Ramadhan, para PNS dan honorer, bisa pulang lebih awal, dari aturan lama jam 15.00 WIB saya ubah menjadi jam 14.00 WIB, agar umat Muslim dapat berbuka puasa bersama keluarga di rumah, sholat magrib berjamaah, dan bisa tarawih bersama keluarganya.
 
Saya juga ingin melihat Balaikota mempunyai Masjid yang megah untuk PNS, sehingga bisa melaksanakan ibadahnya, ketika bekerja di Balaikota. Karena itu, Pemda membangun Masjid Fatahillah di Balaikota.
 
Di semua rumah susun (rusun) yang dibangun PEMDA, juga dibangun Masjid. Bahkan di Daan Mogot, salah satu rusun yang terbesar, kami telah membangun Masjid besar, dengan bangunan seluas 20.000 m2, agar mampu menampung seluruh umat muslim yang tinggal di rusun Daan Mogot. Kami jadikan masjid tersebut sebagai salah satu Masjid Raya di Jakarta.
 
Kami akan terus, membangun Masjid Raya/besar, di setiap rusun, kami akan terus membantu perluasan Masjid yang ada, dengan cara PEMDA akan membeli lahan yang ada di sekitar Masjid, sebagaimana beberapa kali telah saya sampaikan dalam pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam maupun Pengurus Dewan Masjid Indonesia di Balaikota.
 
Para Marbot dan penjaga makam juga PEMDA Umrohkan. Kami juga membuat kebijakan bagi PNS, menjadi pendamping Haji kloter DKI Jakarta.
 
Saya berharap bisa melaksanakan amanah orang tua dan orang tua angkat saya untuk melanjutkan tugas saya sebagai Gubernur di periode yang akan datang, sehingga cita-cita saya untuk memakmurkan umat Islam di Jakarta dapat terwujud.  
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Saya berani mencalonkan diri sebagai Gubernur, sesuai dengan amanah yang saya terima dari almarhum Gus Dur, bahwa Gubernur itu bukan pemimpin tetapi pembantu atau pelayan masyarakat.
 
Itu sebabnya, dalam pidato saya setelah pidato almarhum Gus Dur pada tahun 2007, saya juga mengatakan bahwa menjadi calon Gubernur, sebetulnya saya melamar untuk menjadi pembantu atau pelayan rakyat.
 
Apalagi, saya melihat adanya fakta, bahwa ada cukup banyak partai berbasis Islam, seperti di Kalimantan Barat, Maluku Utara, dan Solo juga mendukung calon Gubernur, Bupati, Walikota non-Islam di daerahnya.
 
Untuk itu, saya mohon ijin kepada Majelis Hakim, untuk memutar video Gus Dur yang meminta masyarakat memilih Ahok sebagai Gubernur saat Pilkada Bangka Belitung tahun 2007, yang berdurasi sekitar 9 (Sembilan) menit.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Saya ini hasil didikan orang tua saya, orang tua angkat saya, Ulama Islam di lingkungan saya, termasuk Ulama Besar yang sangat saya hormati, yaitu Almarhum Kyai Haji Abdurahman Wahid.
 
Yang selalu berpesan, menjadi pejabat publik sejatinya adalah menjadi pelayan masyarakat. Sebagai pribadi yang tumbuh besar di lingkungan umat Islam, tidaklah mungkin saya mempunyai niat untuk melakukan penistaan Agama Islam dan menghina para Ulama, karena sama saja, saya tidak menghargai, orang-orang yang saya hormati dan saya sangat sayangi.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Apa yang saya sampaikan di atas, adalah kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi. Dan saya juga berharap penjelasan saya ini, bisa membuktikan tidak ada niat saya, untuk melakukan penistaan terhadap Umat Islam, dan penghinaan terhadap para Ulama. Atas dasar hal tersebut, bersama ini saya mohon, agar Majelis Hakim yang Mulia, dapat mempertimbangkan Nota Keberatan saya ini, dan selanjutnya memutuskan, menyatakan dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima, atau batal demi hukum. sehingga saya dapat kembali, melayani warga Jakarta dan membangun kota Jakarta.
 
Majelis Hakim yang Mulia, terima kasih atas perhatiannya. Kepada Jaksa Penuntut Umum, serta Penasehat Hukum, saya juga ucapkan terima kasih.
 
 
Jakarta, 13 Desember 2016
Hormat saya,
 
 
 
 
Basuki Tjahaja Purnama

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Jumat, 25 November 2016

Usai Sholat Jumat, Ormas Islam Kepung Gereja Katolik Santa Clara Bekasi


(Foto : Istimewa)

JAKARTA (netralitas.com) – Ormas Islam yang menamakan dirinya Majlis Silaturrahim Umat Islam Bekasi (MSUIB) hari ini, Jumat (25/11) akan mengepung Gereja Katolik Santa Clara Bekasi, usai melakukan sholat Jumat. Mereka menentang pembangunan Gereja Katolik dan menilai pembangunan gereja merupakan bentuk kemungkaran yang harus dilawan.

"Saudara-saudaraku segala upaya persuasif dan birokrasi telah kita tempuh dalam menolak pendirian Gereja Santa Clara di Jalan Kaliabang Raya Harapan Baru Bekasi Utara, akan tetapi sampai hari ini pembangunan terus berjalan," kata Koordinator unjuk rasa Ustad Suhendi Syahroni melalui selebaran.

Adapun tuduhan yang disampaikan Ormas Islam ini antara lain :

1. Gereja Katolik Santa Clara melakukan manipulasi data.

2. Gereja Katolik Santa Clara melakukan penipuan.

3. Lokasi tidak sesuai dengan perizinan.

4. Berlawanan dengan kearifan lokal.

5. Dan sederet alasan lain.

"Bukti Gereja Santa Clara tidak mengindahkan aturan pendirian yang benar dan cenderung memaksakan kehendak, bukti yang minoritas tidak menghormati yang mayoritas. Oleh karena kami mengajak saudara-saudara umat Islam melakukan aksi unjuk rasa. Mari kita luruskan kemungkaran yang sengaja diperbuat oleh walikota Bekasi dan Santa Clara. Saudaraku apakah kita akan berpangku tangan melihat kemungkaran yang ada di depan mata kita," kata Suhendi.

Seperti diketahui Walikota Bekasi Rahmat Effendi melalui keputusan yang telah disetujui Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) telah menerbitkan Surat Keputusan Wali Kota yang merekomendasikan Pembangunan Gereja Katolik Santa Clara sebagai dasar terbitnya SPIMB, pada 15 Juni 2015.

Selain itu, pendirian juga memenuhi semua aspek legalitas pendirian gereja yang tertera dalam Peraturan Bersama Menag dan Mendagri (PBM) No. 9 dan 8 tahun 2006. Regulasi tersebut mensyaratkan adanya pemberian rekomendasi dari Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) setempat. Sesuai dengan verifikasi ke lapangan yang dilakukan FKUB, didapatkan bukti semua persyaratan telah terpenuhi. Antara lain izin ke warga di lingkungan sekitar gereja minimal 60 orang, serta jemaan gereja menimal 90 orang.

Adapun data akurat yang dimiliki Gereja Katolik Santa Clara antara lain :

1. Jumlah umat Gereja Katolik Santa Clara mencapai 9.422 jiwa yang tersebar di Bekasi Utara.

2. Memperoleh IMB pada Juni 2015 setelah menempuh proses selama 17 tahun.

3. Seluruh persyaratan dipenuhi dengan baik dan benar serta memiliki dokumentasi yang rapi.

4. Gereja Santa Clara bukan gereja terbesar se-Asia.

5. Luas tanahnya hanya 6.500 m2.

6. Di tanah tersebut akan dibangun gereja seluas 1.500 m2, rumah pastoran dan balai pengobatan untuk masyarakat umum.

7. Gereja adalah relokasi atau pindahan dari Ruko Wisma Asri ke tempat yang legal dan formal.

Penulis : Sigit Wibowo

Editor : Sigit Wibowo (sigitwibowo@netralitas.com)

Sumber: Netralitas.com
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Kamis, 10 November 2016

PESAN NATAL BERSAMA PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA DI INDONESIA (PGI) DAN KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI) Tahun 2016

"HARI INI TELAH LAHIR BAGIMU JURUSELAMAT, YAITU KRISTUS, TUHAN, DI KOTA DAUD"
(Lukas 2:11)

Saudari-Saudara umat Kristiani di Indonesia,

Setiap merayakan Natal hati kita dipenuhi rasa syukur dan sukacita. Allah berkenan turun ke dunia, masuk ke dalam hiruk-pikuk kehidupan kita. Allah bertindak memperbaiki situasi hidup umat-Nya. Berita sukacita itulah yang diserukan oleh Malaikat: "Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud" (Luk 2:11).

Belarasa Allah itu mendorong kita untuk melakukan hal yang sama sebagaimana Dia lakukan. Inilah semangat atau spiritualitas inkarnasi. Keikutsertaan kita pada belarasa Allah itu dapat kita wujudkan melalui upaya untuk menyikapi masalah-masalah kebangsaan yang sudah menahun.

Dalam perjuangan mengatasi masalah-masalah seperti itu, kehadiran Juruselamat di dunia ini memberi kekuatan bagi kita. Penyertaan-Nya menumbuhkan sukacita dan harapan kita dalam mengusahakan hidup bersama yang lebih baik. Oleh karena itu, kita merayakan Natal sambil berharap dapat menimba inspirasi, kekuatan dan semangat baru bagi pelayanan dan kesaksian hidup, serta memberi dorongan untuk lebih berbakti dan taat kepada Allah dalam setiap pilihan hidup.

Saudari-saudara terkasih,

Kita akan segera meninggalkan tahun 2016 dan masuk tahun 2017. Ada hal-hal penting yang perlu kita renungkan bersama pada peristiwa Natal ini. Sebagai warga negara kita bersyukur bahwa upaya pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia semakin memberi harapan bagi terwujudnya keadilan dan kesejahteraan yang merata. Walaupun belum sesuai dengan harapan, kita sudah menyaksikan adanya peningkatan dan perbaikan pelayanan publik, penegakan hukum, pembangunan infrastruktur, dan peningkatan kualitas pendidikan. Kita dapat memandangnya sebagai wujud nyata sukacita iman sebagaimana diwartakan oleh malaikat kepada para gembala, "aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa" (Luk 2:10).

Memang harus kita akui bahwa masih ada juga segi-segi kehidupan bersama yang harus terus kita perhatikan dan perbaiki. Misalnya, kita kadang masih menghadapi kekerasan bernuansa suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA). Masalah korupsi dan pungli juga masih merajalela, bahkan tersebar dari pusat hingga daerah. Kita juga menghadapi kemiskinan yang sangat memprihatinkan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa angka kemiskinan per Maret 2016 masih sebesar 28,01 juta jiwa. Keprihatinan lain yang juga memerlukan perhatian dan keterlibatan kita untuk mengatasinya adalah peredaran dan pemakaian narkoba. Data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2015 memperlihatkan bahwa pengguna narkoba terus meningkat jumlahnya. Pada periode Juni hingga November 2015 terjadi penambahan sebesar 1,7 juta jiwa, dari semula 4,2 juta menjadi 5,9 juta jiwa. Semakin banyaknya pengguna narkoba itu tidak lepas dari peran produsen dan pengedar yang juga bertambah.

Kita juga harus bekerja keras untuk mendewasakan dan meningkatkan kualitas demokrasi. Penyelenggaraan Pemilu merupakan salah satu sarananya, seperti Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak (Pilkada serentak) yang akan dilaksanakan tanggal 15 Februari 2017 di 101 daerah terdiri atas 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Peristiwa itu akan menjadi ujian bagi partisipasi politik masyarakat dan peningkatan kualitas pelaksana serta proses penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut.

Tantangan-tantangan tersebut, sebagaimana juga masalah lainnya, harus kita hadapi. Jangan sampai persoalan-persoalan sosial dan kemanusiaan itu membuat kita merasa takut. Kepada kita, seperti kepada para gembala, malaikat yang mewartakan kelahiran Yesus mengatakan "jangan takut" (Luk 2:10).

Saudari-saudara terkasih,

Marilah kita jadikan tantangan-tantangan tersebut kesempatan untuk mengambil prakarsa dan peran secara lebih nyata dalam menyikapi berbagai persoalan hidup bersama ini. Kita ciptakan hidup bersama yang damai dengan terus melakukan dialog. Kita lawan korupsi dan pungli dengan ikut aktif mengawasi pelaksanaan dan pemanfaatan anggaran pembangunan. Kita atasi problem kemiskinan, salah satunya dengan meningkatkan semangat berbagi. Kita lawan narkoba dengan ikut mengupayakan masyarakat yang bebas dari narkoba, khususnya dengan menjaga keluarga kita terhadap bahaya barang terlarang dan mematikan itu.

Kita tingkatkan kualitas demokrasi kita melalui keterlibatan penuh tanggungjawab dengan menggunakan hak pilih dan aktif berperan serta dalam seluruh tahapan dan pelaksanaan Pilkada. Kita juga berharap agar penyelenggara Pilkada dan para calon kepala daerah menjunjung tinggi kejujuran dan bersikap sportif, menaati semua aturan yang sudah ditentukan dan aktif berperan menjaga kedamaian demi terwujudnya Pilkada yang berkualitas. Kita tolak politik uang. Jangan sampai harga diri dan kedaulatan kita sebagai pemilih kita korbankan hanya demi uang.

Kita syukuri kehadiran Yesus Kristus yang mendamaikan kembali kita dengan Allah. Inilah kebesaran kasih karunia Allah, sehingga kita layak disebut sebagai anak-anak Allah (1Yoh 2:1). Di dalam Yesus Kristus kita memperoleh hidup sejati dan memperolehnya dalam segala kelimpahan (Yoh 10:10). Kita syukuri juga berkat yang telah kita terima sepanjang tahun yang segera berlalu.

Kita sampaikan berkat sukacita kelahiran Yesus Kristus ini kepada sesama kita dan seluruh ciptaan. Kita mewujudkan karya kebaikan Allah itu melalui perhatian dan kepedulian kita terhadap berbagai keprihatinan yang ada dengan aktif mengupayakan pembangunan yang berkelanjutan dan yang ramah lingkungan. Dengan demikian, perayaan kelahiran Yesus Kristus ini dapat menjadi titik tolak dan dasar bagi setiap usaha kita untuk lebih memuliakan Allah dalam langkah dan perbuatan kita.

 

SELAMAT NATAL 2016  dan TAHUN BARU 2017

Jakarta, 10 November 2016

PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJADI INDONESIA,
Pdt Dr Henriette T.H. Lebang//Ketua Umum
Pdt Gomar Gultom M.Th//Sekretaris Umum

KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,
Mgr. Ignatius Suharyo//K e t u a
Mgr. Antonius S. Bunjamin OSC//Sekretaris Jenderal


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Selasa, 20 September 2016

‎❣KISAH NYATA : Hidup Bocah Polos

‎❣KISAH NYATA : Hidup Bocah Polos
 "ZHANG TA" Menginspirasi Banyak Orang...

❣"Zhang Da" Seorg bocah yg harus menanggung beban hidup yang berat ketika usianya masih sangat belia...

❣Tahun 2001, ketika usianya menjelang 10 tahun, "Zhang Da" harus menerima kenyataan ibunya
lari dari rumah...

❣Sang Ibu kabur karena tdk tahan dengan kemiskinan yang mendera keluarganya...

❣Yang lebih tragis lagi, si ibu pergi karena merasa tdk sanggup lagi mengurus suaminya yang lumpuh, tdk berdaya, dan tanpa harta...

❣Dan ia tdk mau menafkahi keluarganya...

❣Maka "Zhang Da" yang tinggal berdua dengan ayahnya yang lumpuh, harus mengambil-alih semua pekerjaan keluarga...

❣Ia harus mengurus Ayahnya, mencari nafkah, mencari makanan, memasaknya, memandikan sang Ayah, mencuci pakaian, dan  mengobatinya, dan mengurus rumahnya. 
Yang patut dihargai, "Zhang Da" tak mau putus sekolah. Setelah mengurus Ayahnya, ia pergi ke sekolah berjalan kaki melewati hutan kecil dengan mengikuti jalan menuju tempatnya mencari ilmu...

❣Selama dalam perjalanan, ia memakan apa saja yang bisa mengenyangkan perutnya, mulai dari memakan rumput, dedaunan, dan jamur2 untuk berhemat...

❣Tidak semua bisa jadi bahan makanannya, ia menyeleksinya berdasarkan pengalamannya ...

❣Ketika satu tumbuhan merasa tdk cocok dengan lidahnya, ia tinggalkan dan beralih ke tanaman berikut...

❣Sangat beruntung karena ia tidak memakan daun2
 atau jamur yang beracun...

❣Usai sekolah, dia bekerja sampingan agar dirinya bisa membeli makanan dan obat untuk sang ayah ...

❣"Zhang Da" bekerja sebagai tukang batu. Ia membawa keranjang di punggung dan pergi menjadi pemecah batu...

❣Upahnya ia gunakan untuk membeli aneka kebutuhan seperti obat-obatan untuk ayahnya, bahan makanan untuk berdua, dan sejumlah buku untuk ia pejalari...

❣"Zhang Da" ternyata cerdas. Ia tahu ayahnya tdk hanya membutuhkan obat yang harus diminum, tetapi diperlukan obat yang harus disuntikkan...

❣Karena tdk mampu membawa sang ayah ke dokter atau ke klinik terdekat, Zhang Da justru mempelajari bagaimana cara menyuntiknya ...

❣Ia beli bukunya untuk ia pelajari caranya. Setelah bisa ia membeli jarum suntik dan obatnya lalu menyuntikkannya secara rutin pada sang ayah...

❣Kegiatan merawat ayahnya terus dijalaninya hingga sampai lima tahun...

❣Rupanya kegigihan "Zhang Da" yang tinggal di Nanjing, Provinsi Zhejiang, menarik pemerintahan setempat...

❣Pada Januari 2006 pemerintah China menyelenggarakan penghargaan nasional pada tokoh-tokoh inspiratif nasional...

❣Dari 10 nama pemenang, satu di antaranya terselip nama "Zhang Da". Ternyata ia menjadi Pemenang termuda...

❣Acara pengukuhan dilakukan melalui siaran langsung televisi secara nasional...

❣"Zhang Da" si pemenang diminta tampil ke depan panggung. Seorang pemandu acara menanyakan kenapa ia mau berkorban seperti itu padahal dirinya masih anak-anak...

❣Dia menjawab: "Hidup ini harus terus berjalan. Tidak boleh menyerah, tidak boleh melakukan kejahatan...

❣Harus menjalani hidup dengan penuh tanggung jawab," katanya...

❣Setelah itu suara gemuruh penonton memberinya applaus.

❣Pembawa acara menanyainya lagi. "Zhang Da" sebut saja apa yang kamu mau, sekolah di mana, dan apa yang kamu inginkan...

❣Berapa uang yang kamu butuhkan sampai kamu selesai kuliah dan mau kuliah di mana...

❣Pokoknya apa yang kamu idam-idamkan sebutkan saja. Di sini ada banyak pejabat, pengusaha, dan orang terkenal yang hadir...

❣Saat ini juga ada Ratusan juta orang yang sedang melihat kamu melalui layar televisi, mereka bisa membantumu!" papar pembawa acara...

❣"Zhang Da" terdiam. Keheningan pun menunggu ucapannya. Pembawa acara harus mengingatkannya lagi. "Sebut saja!" katanya menegaskan.

❣"Zhang Da" yang saat itu sudah berusaha 15 tahun pun mulai membuka mulutnya dengan bergetar...

❣Semua hadirin di ruangan itu, dan juga jutaan orang yang menyaksikannya langsung melalui televisi, terdiam menunggu apa keinginan "Zhang Da"

❣"Saya hanya mau "Mama saya kembali" Mama kembalilah ke rumah... aku skrg bisa  membantu papa, aku bisa cari makan sendiri. Mama kembalilah!" ...😂

❣kata "Zhang Da" yang disambut tetesan air mata setiap penonton...😂

❣"Zhang Da" tidak meminta hadiah uang atau materi dll, dgn ketulusannya dia sangat berbakti kepada orangtuanya..

❣Padahal saat itu semua yang hadir bisa membantu mewujudkannya...

❣Di mata "Zhang Da"  mungkin materi bisa dicari sesuai dengan kebutuhannya, tetapi seorang ibu (mama) dan kasih sayangnya, itu tidak ternilai harganya, dan tidak dpt dibeli dg apapun juga...

❣Semua di dunia ini dicari bisa dapat ... tetapi satu yg tidak bisa dicari atau diganti yaitu: MAMA.

❣Apapun kesalahan dia, atau Dosa ...dia tetap seorg Ibu... 
Surga ada dibawa telapak kaki ibu...

❣Dengan susah payah dia berjuang antara mati dan hidup hanya utk saya bisa  lahir ke dunia ini...

❣Pesan dr "Zhang Da" kasihi dan cintai ibumu, jangan sampai suatu hari nanti... engkau tidak dapat melihatnya lagi...

☝Ingat Penyesalan biasanya datang terlambat...!!!

❣Berbahagialah bila siapa yg masih mempunya Ibu, jangan sia2kan dia ...

❣Seperti saya ingin dan rindu mau ketemu ibu, tetapi dia tidak pernah kembali lagi😂 😭😂

Pesan Moral:

😭 Jangan menangisi yang sudah hilang,  👏berdoalah atas apa yang masih ada...

😭 Jangan menangisi yang sudah meninggal, 👏berdoalah atas apa yg terlahir dalam dirimu...

😭 Jangan menangisi karena orang yang  meninggalkanmu, 👏berdoalah utk yg sekarang ada bersamamu...

😭 Jangan menangisi karena orang membencimu, 👏berdoalah untuk mereka yg menyukaimu...

😭 Jangan menangisi masa lalu, 👏berdoalah utk masa kini dengan segala tantangan2nya...

😭 Jangan menangisi penderitaan, 👏berdoalah atas kebahagian yg ada...

❣Dengan segala Perkara yg ada dlm hidup kita, mulailah belajar bahwa tidak ada hal perihal yg mustahil yg tdk dapat diselesaikan...

❣teruslah maju 🚶melangkah ke depan... jangan melihat yang dibelakang ...👌
GOD bless  🙏🏼


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Jumat, 01 Juli 2016

SEJARAH GEREJA ARMENIA

Ketika Paus Fransiskus berangkat pada Jumat ini 24 Juni 2016 ke Armenia, kantor berita Vatikan menawarkan sejarah singkat Gereja di sana.

Sebuah tanah biblis, Armenia dikutip dalam Perjanjian Lama dengan nama "Kerajaan Urartu" (Ararat). Di kaki bukit pegunungannya, Nuh membudidayakan tanaman anggur dan menjadikan minuman yang memabukkan anggur yang ia hasilkan. Berkat terjemahan Armenia Injil apokrif, kita tahu nama tiga orang Majus : Melkhior, Kaspar dan Balthazar. Meskipun menurut tradisi rasul Bartolomeus dan Yudas Tadeus adalah penginjil di Armenia, ada kemungkinan itu malahan karya para misionaris Suriah dan Kapadokia. Dalam hal apapun, itu amatlah berhasil bahwa dalam tahun 301, berkat kerasulan Santo Gregorius Sang Penerang, Armenia menjadi negara pertama yang memeluk agama Kristen dan menyatakannya agama negara, bahkan sebelum Edik Milano tahun 313, yang olehnya Kekaisaran Romawi mentolerir Kekristenan, dan Edik Teodosius yang olehnya pada tahun 380 Kekaisaran Romawi mengakui Kekristenan sebagai agama negara.

Awalnya dikelompokkan bersama Gereja Metropolitan Kaisarea Kapadokia, di wilayah Romawi, Gereja Armenia menyatakan otonominya pada awal abad kelima, di bawah yurisdiksi seorang patriark yang memangku gelar Katolikos, semula dikaitkan dengan kepala sebuah jemaat Kristen di luar perbatasan Kekaisaran Romawi-Bizantium - atau lebih tepatnya, di luar yurisdiksi para patriark. Para pemimpin Gereja Armenia, Nestorian dan Georgia melestarikan gelar ini. Sejak abad ke-4 dan seterusnya lembaga-lembaga gerejawi Armenia diperkokoh dan liturgi menerima bentuknya, sangat dipengaruhi oleh ritual kuno Yerusalem. Pada saat yang sama huruf abjad Armenia lahir, secara tradisional dikaitkan dengan biarawan Mesrop (360,440), yang memungkinkannya diterjemahkan ke dalam bahasa nasional teks-teks liturgi yang sebelumnya ditulis hanya dalam bahasa Yunani dan Suriah.

Gereja Armenia dan Gereja Katolik terpecah setelah Konsili Kalsedon (451), yang menetapkan dua kodrat Kristus, manusiawi dan ilahi. Kepatuhan terhadap monofisitisme (satu kodrat) dari Gereja Armenia dikukuhkan dalam dua konsili nasional berturutan yang diadakan pada tahun 506 dan 551.

Masa keemasan arsitektur keagamaan Armenia dimulai pada abad keenam dan ketujuh, ketika sejumlah biara dibangun di pegunungan, dan pusat-pusat keagamaan dan budaya yang besar dibuat. Sebuah contoh estetika keagamaan Armenia yang tetap ada saat ini dalam bentuk salib-salib batu yang besar (Khatch'kar) yang dibentuk dari sebuah batu besar atau tugu peringatan dari batu kapur dengan sebuah salib yang besar sekali pada bagian tengahnya, dengan berbagai hiasan yang beraneka ragam.

Pada abad kesebelas, keterbukaan terhadap Roma dimulai. Katolikos Gregorius II melakukan sebuah peziarahan ke Roma untuk menghormati relikui rasul Petrus dan Paulus, dan dalam tahun-tahun berikutnya banyak Katolikos mengakui Paus sebagai Penerus Santo Petrus. Sejak tahun 1205, sejumlah Katolikos menerima palium di Roma. Pada abad keempat belas para misionaris Fransiskan dan Dominikan tiba di Armenia dan mendirikan pusat-pusat keagamaan, tetapi masalah dengan hirarki lokal menyebabkan keretakan hubungan pada tahun 1441, tahun yang di dalamnya hirarki Armenia terbagi dua, Sis dan Etchmiadzin. Pada abad kedelapan belas ada kesadaran kembali keagamaan dan budaya berkat imam Mekhit'ar yang, setelah memeluk agama Katolik, mendirikan sebuah kongregasi di Konstantinopel tetapi dianiaya dan mencari perlindungan di pulau Santo Lazarus di Venesia. Tahun tahun 1740 sebuah sinode para uskup Armenia berkumpul di Roma untuk memilih patriark Katolik pertama ritus Armenia, yang didirikan untuk sementara waktu di Kraim, Lebanon; pada tahun 1742 sebuah kedudukan baru patriarkat Katolik Armenia dilembagakan di Bzommar, Lebanon. Ia dipindahkan ke Konstantinopel pada tahun 1866 tetapi kembali ke Bzommar pada tahun 1925, di mana ia bertahan sampai hari ini. Katolikos saat ini adalah Grégoire Pierre XX Ghabroyan, dan yurisdiksinya meluas ke seluruh umat Katolik Armenia Timur dan diaspora.

Gereja Armenia berdaulat dan mengangkat sendiri pemimpinnya, serta menetapkan dirinya sebagai apostolik karena ia menapaki asal-usulnya Rasul Tadeus dan Bartolomeus. Ia memelihara hubungan baik dalam semangat ekumenis dengan Gereja Ortodoks, Katolik dan Protestan, dan memiliki pemimpinnya sendiri, Katolikos, sepenuhnya berdaulat terhadap hierarki-hirarki gerejawi dari pengakuan-pengakuan iman lainnya. Asal usulnya berawal dari skisma Konsili Ekumenis tahun 451. Gereja Armenia menetapkan dirinya sebagai Ortodoks maupun Katolik, karena ia menganggap dirinya sebuah ungkapan iman Kristen yang benar dan sebuah uangkapan universalitas Gereja. Pada bulan Desember 1996, Santo Yohanes Paulus II dan Yang Mulia Katolikos Seluruh Armenia, Karekin II, menandatangani deklarasi bersama yang di dalamnya mereka menegaskan asal mula yang sama Gereja Armenia dan Gereja Katolik Roma.

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dari :https://zenit.org/articles/a-history-of-the-armenian-church/)


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, 29 Juni 2016

PESAN VIDEO PAUS FRANSISKUS: MENENTANG HUKUMAN MATI SEDUNIA KE-6 (OSLO - NORWEGIA, 21-23 JUNI 2016)


PESAN VIDEO PAUS FRANSISKUS UNTUK PARA PESERTA KONFERENSI MENENTANG HUKUMAN MATI SEDUNIA KE-6 (OSLO - NORWEGIA, 21-23 JUNI 2016)

Saya menyambut para penyelenggara Kongres Menentang Hukuman Mati Sedunia ini, kelompok negara-negara yang mendukungnya, terutama Norwegia sebagai negara tuan rumahnya, dan semua perwakilan pemerintah tersebut, organisasi internasional dan masyarakat sipil yang mengambil bagian di dalamnya. Saya juga menyampaikan penghargaan pribadi saya, bersama dengan laki-laki dan perempuan berkehendak baik, atas komitmen Anda untuk dunia yang bebas dari hukuman mati.

Salah satu tanda harapan yakni opini publik sedang mewujudkan perlawanan yang bertumbuh terhadap hukuman mati, bahkan sebagai sarana ketahanan sosial yang sah. Memang, saat ini hukuman mati tidak dapat diterima, namun kejahatan para terpidana gawat sifatnya. Ia adalah suatu pelanggaran terhadap tak dapat diganggu gugatnya kehidupan dan terhadap martabat manusia; ia juga bertentangan dengan rencana Allah bagi perorangan dan masyarakat, serta keadilan-Nya yang penuh kerahiman. Ia juga tidak sejalan dengan tujuan hukuman seadil apapun. Ia tidak memberikan keadilan bagi para korban, melainkan memupuk dendam. Perintah "Janganlah membunuh" memiliki nilai mutlak dan berlaku baik untuk orang yang tidak bersalah maupun orang yang bersalah.

Yubileum Luar Biasa Kerahiman adalah suatu kesempatan yang baik untuk mempromosikan seluruh dunia bentuk-bentuk rasa hormat yang sungguh lebih berkembang terhadap kehidupan dan martabat setiap orang. Tak boleh dilupakan hak yang tak dapat diganggu gugat dan yang diberikan Tuhan untuk hidup juga milik para pelaku kejahatan.

Hari ini saya akan mendorong semua orang untuk bekerja tidak hanya untuk penghapusan hukuman mati, tetapi juga untuk peningkatan kondisi narapidana, sehingga mereka sepenuhnya menghormati martabat mereka yang dipenjarakan. "Menyebabkan keadilan" tidak berarti mengusahakan hukuman untuk kepentingannya sendiri, tetapi memastikan bahwa tujuan dasar semua hukuman adalah rehabilitasi pelaku. Pertanyaan harus terhubungkan dalam kerangka yang lebih besar dari sebuah sistem peradilan pidana yang terbuka terhadap kemungkinan penempatan kembali pihak yang bersalah dalam masyarakat. Tidak ada hukuman yang pas tanpa harapan! Hukuman demi kepentingannya sendiri, tanpa ruang untuk harapan, adalah sebuah bentuk penyiksaan, bukan sebuah bentuk hukuman.

Saya percaya bahwa Kongres ini dapat memberikan dorongan baru terhadap upaya untuk menghapuskan hukuman mati. Karena alasan ini, saya mendorong semua orang ambil bagian untuk melakukan prakarsa besar ini dan saya meyakinkan mereka oleh doa-doa saya.

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dari Radio Vatikan)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, 22 Juni 2016

PESAN VATIKAN KEPADA UMAT MUSLIM DALAM RANGKA BULAN RAMADHAN

Umat Kristen dan Umat Muslim:
Penerima Manfaat dan Alat Kerahiman Ilahi

Saudara dan saudari umat Muslim yang terkasih,

1. Bulan Ramadhan dan Idul Fitri merupakan sebuah acara keagamaan yang penting bagi umat Islam di seluruh dunia, yang berfokus pada puasa, doa dan perbuatan baik, dan dihargai oleh umat Kristen, sahabat-sahabat dan sesama Anda. Atas nama Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama dan umat Kristen di seluruh dunia, kami mengulurkan keinginan yang terbaik untuk puasa yang berpahala secara rohani, yang didukung oleh perbuatan baik, dan untuk pesta yang penuh sukacita.

Sebagaimana kebiasaan kami dihargai, kami ingin berbagi bersama Anda pada kesempatan ini beberapa permenungan dengan harapan memperkuat ikatan rohani yang kami bagikan.

2. Sebuah tema yang dekat dengan hati umat Muslim dan umat Kristen dan serupa adalah kerahiman.

Kita tahu bahwa baik Kekristenan maupun Islam percaya pada Allah yang berbelas kasih, yang menunjukkan kerahiman dan kasih sayang-Nya terhadap semua ciptaan-Nya, khususnya keluarga manusia. Ia menciptakan kita karena kasih yang sangat besar. Ia penuh belas kasih dalam merawat kita masing-masing, menganugerahkan kepada kita karunia-karunia yang kita butuhkan untuk kehidupan sehari-hari, seperti makanan, tempat tinggal dan keamanan. Kerahiman Allah diwujudkan dalam cara tertentu, namun, melalui pengampunan kesalahan-kesalahan kita; maka Dia adalah pribadi yang mengampuni (al-Ghafir), tetapi Dialah yang banyak dan selalu mengampuni (al-Ghafour).

3. Menggarisbawahi pentingnya kerahiman, Paus Fransiskus mencanangkan Tahun Yubileum Kerahiman yang dirayakan dari 8 Desember 2015 hingga 20 November 2016. Dalam hal ini beliau mengatakan : "Di sinilah ... alasan untuk Yubileum : karena ini adalah waktu untuk kerahiman. Ia adalah waktu yang menguntungkan untuk menyembuhkan luka-luka, suatu waktu untuk tidak jemu-jemunya menjumpai semua orang yang sedang menunggu untuk melihat dan menjamah dengan tangan mereka tanda-tanda kedekatan Allah, suatu waktu untuk menawarkan semua orang, semua orang, jalan pengampunan dan pendamaian" ("Homili", 11 April 2015).

Peziarahan (haji) Anda ke tempat-tempat suci, terutama Mekkah dan Madinah, tentunya merupakan waktu khusus bagi Anda untuk mengalami kerahiman Allah. Bahkan, aspirasi-aspirasi terkenal yang dialamatkan kepada para peziarah Muslim di antaranya adalah : "Saya berharap pada Anda sebuah peziarahan yang terberkati, upaya-upaya yang patut dipuji dan pengampunan dosa-dosa Anda". Melakukan sebuah peziarahan untuk mendapatkan pengampunan Allah atas dosa-dosa, baik untuk orang hidup maupun orang mati, benar-benar merupakan praktek lazim yang kentara di antara orang-orang percaya.

4. Kita, umat Kristen dan umat Muslim, dipanggil untuk melakukan yang terbaik dalam meneladan Allah. Ia, Sang Maharahim, meminta kita untuk murah hati dan penyayang terhadap orang lain, terutama mereka yang membutuhkan apapun. Demikian juga Ia memanggil kita untuk saling mengampuni.

Ketika kita melihat ke atas umat manusia saat ini, kita disedihkan melihat begitu banyak korban perseteruan dan kekerasan - di sini kita memikirkan khususnya orang-orang tua, serta anak-anak dan perempuan, terutama mereka yang menjadi korban perdagangan manusia dan banyak orang yang menderita kemiskinan, penyakit, bencana alam dan pengangguran.

5. Kita tidak bisa menutup mata kita dengan kenyataan-kenyataan ini, atau berpaling dari penderitaan-penderitaan ini. Memang benar bahwa situasi seringkali sangat rumit dan bahwa penyelesaiannya melebihi kemampuan kita. Sangatlah penting, oleh karena itu, agar semua bekerja sama dalam membantu mereka yang membutuhkan. Adalah sumber harapan besar ketika kita mengalami atau mendengar umat Muslim dan umat Kristen bergandengan tangan membantu orang-orang yang membutuhkan. Ketika kita bergandengan tangan, kita mengindahkan perintah penting dalam agama-agama kita masing-masing dan menunjukkan keluar kerahiman Allah, sehingga menawarkan kesaksian yang lebih dapat dipercaya, secara individu maupun komunal, kepada keyakinan kita.

Semoga Allah yang Mahapenyayang dan Mahakuasa membantu kita untuk menjalani selalu sepanjang jalan kebaikan dan kasih sayang!

6. Kami menggabungkan keinginan baik kami yang penuh doa pada keinginan Paus Fransiskus untuk berkat yang melimpah selama bulan Ramadhan dan untuk sukacita Idul Fitri yang abadi.

Selamat Pesta untuk Anda semua!

Dari Vatikan, 10 Juni 2016

Jean-Louis Kardinal Tauran
Presiden

Uskup Miguel Ángel Ayuso Guixot, M.C.C.I.
Sekretaris


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Senin, 06 Juni 2016

PARA IMAM DIPANGGIL UNTUK MENGIKUTI TELADAN KRISTUS SANG GEMBALA YANG BAIK

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA HATI YESUS YANG MAHAKUDUS (MISA UNTUK YUBILEUM PARA IMAM) 3 Juni 2016 : PARA IMAM DIPANGGIL UNTUK MENGIKUTI TELADAN KRISTUS SANG GEMBALA YANG BAIK


Bacaan Ekaristi : Yeh 34:11-16; Mzm 23; Rm 5:5b-11; Luk 15:3-7

Perayaan Yubileum untuk Para Imam pada Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus ini mengajak kita semua beralih pada hati, akar dan dasar terdalam setiap orang, fokus kehidupan afektif kita dan, dalam sebuah kata, pokoknya yang sesungguhnya. Hari ini kita merenungkan dua hati : Hati Sang Gembala yang Baik dan hati kita sendiri sebagai para imam.

Hati Sang Gembala yang Baik bukan hanya hati yang menunjukkan kita kerahiman, tetapi adalah kerahiman itu sendiri. Di sana kasih Bapa bersinar; di sana aku mengetahui aku disambut dan dipahami sebagaimana adanya; di sana, dengan segala dosa dan keterbatasanku, aku mengetahui kepastian bahwa aku dipilih dan dikasihi. Merenungkan hati itu, aku memperbaharui cinta pertamaku : kenangan waktu itu ketika Tuhan menjamah jiwaku dan memanggilku untuk mengikuti-Nya, kenangan akan sukacita telah menebarkan jala kehidupan kita di atas lautan sabda-Nya (bdk. Luk 5:5).

Hati Sang Gembala yang Baik mengatakan kepada kita bahwa kasih-Nya tak terbatas; ia tidak pernah terkuras dan tidak pernah berhenti. Di sana kita melihat pemberian diri-Nya yang tak terhingga dan tak terbatas; di sana kita menemukan sumber kasih yang setia dan lemah lembut itu yang membebaskan dan menjadikan orang lain bebas; di sana kita terus menemukan kembali bahwa Yesus mengasihi kita "bahkan sampai pada kesudahan" (Yoh 13:1), tanpa pernah memaksa.

Hati Sang Gembala yang Baik menjangkau kita, terutama orang-orang yang paling jauh. Di sana jarum kompas-Nya secara tak terelakkan menunjukkan, di sana kita melihat "kelemahan" tertentu kasih-Nya, yang ingin merangkul semua orang dan tidak seorangpun hilang.

Merenungkan Hati Kristus, kita dihadapkan dengan pertanyaan mendasar dari kehidupan imami kita : Ke manakah hatiku terarah? Pelayanan kita sering penuh rencana, rancangan dan kegiatan : dari katekese hingga liturgi, hingga karya amal, hingga komitmen pastoral dan administrasi. Di tengah-tengah semua ini, kita masih harus bertanya kepada diri kita : Apakah hatiku dimajukan, ke manakah ia terarah, harta apakah yang ia cari? Karena sebagaimana yang dikatakan Yesus : "Di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada" (Mat 6:21).

Harta agung Hati Yesus ada dua : Bapa dan diri kita. Hari-hari-Nya terbagi antara doa kepada Bapa dan menjumpai orang-orang. Demikian juga hati para imam Kristus mengenal hanya dua arah : Tuhan dan umat-Nya. Hati imam adalah hati yang tertusuk kasih Tuhan. Karena alasan ini, ia tidak lagi memandang dirinya sendiri, tetapi berpaling kepada Allah dan saudara-saudaranya. Ia bukan lagi "hati yang sedang berdebar-debar", terpikat oleh keinginan sesaat, menghindari perbedaan pendapat dan mencari kepuasan kecil. Sebaliknya, ia adalah hati yang berakar kuat di dalam Tuhan, dihangatkan oleh Roh Kudus, terbuka dan tersedia untuk saudara dan saudari kita.

Untuk membantu hati kita terbakar dengan amal kasih Yesus Sang Gembala yang Baik, kita bisa melatih diri kita dengan melakukan tiga hal yang disarankan kepada kita oleh bacaan-bacaan hari ini : mencari, menyertakan dan bersukacita.

Mencari. Nabi Yehezkiel mengingatkan kita bahwa Allah sendiri pergi keluar mencari domba-domba-Nya (Yeh 34:11,16). Seperti yang dikatakan Injil, Ia "pergi mencari yang sesat itu" (Luk 15:4), tanpa takut akan resiko. Tanpa menunda, Ia meninggalkan padang rumput dan hari kerja biasanya. Ia tidak menunda pencarian. Ia tidak berpikir : "Aku telah melakukan cukup untuk hari ini; aku akan mengkhawatirkannya besok". Sebaliknya, Ia segera menemukan satu domba yang hilang itu; hati-Nya cemas sampai Ia menemukan satu domba yang hilang itu. Setelah menemukannya, Ia melupakan kelelahan-Nya dan menempatkan domba-domba di bahu-Nya, penuh kepuasan.

Hati tersebut adalah hati yang mencari - hati yang tidak menyisihkan waktu dan ruang sebagai bersifat pribadi, hati yang tidak cemburu akan waktu tenangnya yang sah dan tidak pernah menuntut agar ia dibiarkan sendirian. Seorang gembala seturut hati Allah tidak melindungi daerah nyamannya; ia tidak khawatir untuk melindungi nama baiknya, melainkan, tanpa takut kritik, ia bersedia mengambil resiko dalam berusaha meneladan Tuhannya.

Seorang gembala seturut hati Allah memiliki hati cukup bebas untuk mengesampingkan kekhawatirannya sendiri. Ia tidak hidup dengan memperhitungkan perolehannya atau berapa lama ia telah bekerja : ia bukanlah seorang akuntan Roh, tetapi orang Samaria yang baik yang mencari mereka yang membutuhkan. Bagi kawanan domba ia adalah seorang gembala, bukan seorang penyelia, dan ia mengabdikan dirinya untuk perutusan bukan lima puluh atau enam puluh persen, tetapi dengan seluruh yang ia miliki. Dalam pencarian, ia menemukan, dan ia menemukan karena ia mengambil resiko. Ia tidak berhenti ketika kecewa dan ia tidak menyerah kepada kelelahan. Memang, ia bersikeras dalam berbuat baik, diurapi dengan sikap keras kepala ilahi yang tidak kehilangan pandangan terhadap seorang pun. Ia tidak hanya menjaga pintunya terbuka, tetapi ia juga pergi untuk mencari orang-orang yang tidak lagi ingin memasukinya. Seperti setiap orang Kristen yang baik, dan sebagai teladan bagi setiap orang Kristen, ia terus-menerus pergi keluar dari dirinya sendiri. Episentrum hatinya berada di luar dirinya. Ia tidak ditarik oleh "aku"-nya sendiri, tetapi oleh "Engkau" Allah dan oleh "kita" para pria dan wanita lainnya.

Menyertakan. Kristus mengasihi dan mengenal domba-domba-Nya. Ia memberikan hidup-Nya bagi mereka, dan tidak ada orang asing bagi-Nya (Yoh 10:11-14). Kawanan domba-Nya adalah keluarga-Nya dan hidup-Nya. Ia bukan seorang atasan yang ditakuti oleh kawanan domba-Nya, tetapi seorang gembala yang berjalan bersama mereka dan memanggil mereka dengan nama (Yoh 10:3-4). Ia ingin mengumpulkan domba-domba yang belum menjadi kawanan-Nya (Yoh 10:16).

Demikian juga dengan imam Kristus. Ia diurapi untuk umatnya, bukan memilih rancangan-rancangannya sendiri tetapi menjadi dekat dengan pria dan wanita yang sesungguhnya yang telah dipercayakan Allah kepadanya. Tidak ada orang yang dikecualikan dari hatinya, doanya atau senyumannya. Dengan tatapan dan hati yang penuh kasih kebapaan, ia menyambut dan menyertakan semua orang, dan jika berkali-kali ia harus memperbaiki, itu adalah untuk menarik orang lebih dekat. Ia tidak berdiri terpisah dari siapapun, tetapi selalu siap untuk mengotori tangannya. Sebagai seorang pelayan persekutuan yang ia rayakan dan hayati, ia tidak menunggu salam dan pujian dari orang lain, tetapi adalah orang pertama yang menjangkau, menolak pergunjingan, penghakiman dan kedengkian. Ia mendengarkan dengan sabar masalah-masalah umat-Nya dan menyertai mereka, menabur pengampunan Allah dengan kasih sayang yang murah hati. Ia tidak memarahi mereka yang berkeliaran atau kehilangan arah mereka, tetapi selalu siap membawa mereka kembali dan mengatasi kesulitan dan perselisihan.

Bersukacita. Allah "penuh sukacita" (bdk. Luk 15:5). Sukacita-Nya dilahirkan dari pengampunan, dari kehidupan yang dibangkitkan dan diperbarui, dari anak-anak yang hilang yang menghirup sekali lagi udara rumah yang manis. Sukacita Yesus Sang Gembala yang Baik bukanlah sukacita bagi diri-Nya sendiri, tetapi sukacita bagi orang lain dan bersama orang lain, sukacita kasih yang sejati. Inilah juga sukacita imam. Ia diubah oleh kerahiman yang ia berikan secara cuma-cuma. Dalam doa ia menemukan penghiburan Allah dan menyadari bahwa tidak ada yang lebih kuat daripada kasih-Nya. Dengan demikian ia mengalami kedamaian batin, dan bahagia menjadi saluran kerahiman, membawa pria dan wanita semakin dekat dengan Hati Allah. Kesedihan baginya bukanlah sesuatu yang biasa, tetapi hanya sebuah langkah di sepanjang jalan; kekerasan adalah asing baginya, karena ia adalah seorang gembala seturut hati Allah yang lembut.

Para imam yang terkasih, dalam perayaan Ekaristi kita menemukan kembali setiap hari jatidiri kita sebagai para gembala. Dalam setiap Misa, semoga kita benar-benar menjadikan kata-kata kita sendiri kata-kata Kristus : "Inilah tubuh-Ku, yang diberikan kepadamu". Inilah arti kehidupan kita; dengan kata-kata ini, dengan cara yang nyata kita sehari-hari dapat memperbaharui janji-janji yang kita buat pada tahbisan imamat kita. Saya berterima kasih kepada kalian semua karena mengatakan "ya" untuk memberikan kehidupan kalian dalam persatuan dengan Yesus: karena dalam hal inilah ditemukan sumber sukacita kita yang murni.

*****
(Peter Suriadi - Bogor, 3 Juni 2016)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, 20 April 2016

PANDANGAN GEREJA KATOLIK TENTANG KESETARAAN ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI (Ignatius L. Madya Utama)

Oleh : Ignatius L. Madya Utama, S.J.[1]

Kerap dikatakan bahwa di hadapan Allah baik perempuan maupun laki-laki adalah setara, namun di dalam institusi-institusi manusiawi kesetaraan tersebut hanyalah sebuah wacana. Benarkah demikian? Untuk mencari jawab atas pertanyaan tersebut –atau lebih tepat, untuk mewujudkan cita-cita kesetaraan tersebut– mungkin ada manfaatnya untuk melihat apakah yang diajarkan oleh Gereja Katolik mengenai hal ini.

Pada bagian pertama dari tulisan ini, Anda kami ajak untuk melihat apakah yang dimaksudkan dengan kesetaraan dalam pandangan Gereja Katolik. Pada bagian kedua, akan kami sajikan "tindakan-tindakan" yang dapat merusak kesetaraan tersebut dan bagaimana –menurut Gereja Katolik– hal itu harus diatasi. Beberapa bahan bacaan pilihan akan kami sajikan pada akhir tulisan ini bagi Anda semua yang masih ingin memperdalam persoalan ini.

I. KESETARAAN ANTARA PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI

Untuk mengerti apa yang diajarkan oleh Gereja Katolik tentang keseta-raan antara perempuan dan laki-laki, paling sedikit ada tiga dokumen penting yang perlu kita lihat: Alkitab, dokumen Konsili Vatikan II dan beberapa dokumen yang ditulis oleh almarhum Paus Yohanes Paulus II.

1. Pemahaman Alkitabiah

Kitab Suci pertama yang berbicara tentang kesetaraan antara perempuan dan laki-laki adalah kitab Kejadian, dalam kisah penciptaan. Dalam Kitab Kejadian bab 1 (yang ditulis sekitar abad ke-5 seb. Mas.) diungkapkan bahwa manusia –laki-laki dan perempuan– diciptakan oleh Allah sebagai "gambar dan rupa-Nya" sendiri (Kej 1:27). Karena perempuan dan laki-laki diciptakan dalam "keserupaan" dengan Allah, maka mereka memiliki martabat yang sama dalam segala aspeknya. Versi lain dari kisah penciptaan manusia terdapat dalam bab 2 dari kitab yang sama (yang ditulis sekitar 3 abad lebih awal dari pada bab 1). Dikisahkan bahwa laki-laki diciptakan oleh Allah lebih dahulu dan diambil dari tanah ('adamah); sedangkan perempuan diciptakan setelah laki-laki dan diambil dari tulang rusuk laki-laki, agar perempuan menjadi "penolong" yang sepadan dengan laki-laki. Menyadari bahwa perempuan yang dibawa oleh Allah ke hadapannya, ternyata setara dengan dirinya, maka laki-laki meninggalkan ayahnya dan ibunya untuk dapat bersatu dengan perempuan.

Mengikuti pendapat Stefania Cantore, dari kedua kisah tersebut dapat disimpulkan bahwa selain menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempu-an dengan martabat yang sama, Allah juga membuat mereka mampu untuk berelasi dalam kesetaraan, kesalingan dan ketimbal-balikan, serta dalam suasana yang harmonis (bdk. Kej 2:8-25) (Cantore, 1992: 35). Sedangkan Susan Niditch mengatakan bahwa dengan menciptakan manusia sebagai perempuan dan laki-laki sebagai cermin bagi dirinya sendiri, Allah tidak membuat pembedaan martabat maupun derajat di antara keduanya. Dengan kata lain, kendati perempuan diciptakan sesudah laki-laki, tidak ada maksud untuk menempatkan perempuan sebagai makhluk ciptaan kelas dua atau lebih rendah derajatnya dari pada laki-laki (Niditch, 1995: 16).

Impian Allah seperti diungkapkan dalam Kitab Kejadian tersebut dalam perjalanan waktu –khususnya karena pola hidup patriarkal baik dalam keluarga, agama maupun masyarakat– mengalami kehancuran. AdalahYesus –sebagai wujud kehadiran Allah yang membebaskan (di tengah) umat-Nya– mencoba memulihkan dan mewujudkan impian tersebut dalam hidup dan karya-Nya. Di kala tradisi Yudaisme hanya memperbolehkan orang laki-laki dewasa menjadi murid seorang Rabbi untuk mempelajari Kitab Taurat, Yesus juga memberi hak yang sama kepada para perempuan untuk menjadi murid-murid-Nya (bdk.Injil Lukas 10:38-42). Dan ketika masyarakat menganggap bahwa kaum perempuan tidak dapat berpikir jernih, dan karenanya suara mereka tidak perlu didengar-kan, Yesus justru belajar dari seorang perempuan "kafir" sehingga Ia mamahami bahwa tugas pengutusan-Nya untuk mewartakan karya keselamatan Allah diperuntukkan bagi semua orang (bdk.Injil Matius 15:21-28; Injil Markus7:24-30). Dan di dalam masyarakat di mana kaum perempuan tidak diperbolehkan memberikan kesaksian di muka pengadilan (karena, katanya, mereka itu tidak dapat dipercaya!), setelah kebangkitan-Nya, Yesus justru mempercayakan kepada para perempuan untuk mewartakan dan memberikan kesaksian akan peristiwa agung dan sangat penting dalam sejarah keselamatan kepada para murid lainnya: kebangkitan-Nya dari kematian (bdk. Mt 28:7-10; Mk 16:7-8; Lk 23:9-10; Yoh 20:17-18).

Apa yang dicita-citakan oleh Allah dan diwujudkan oleh Yesus menjadi keyakinan dasar para pengikut Yesus. Hal ini nampak dalam kidung upacara pembaptisan yang mengungkapkan identitas mereka sebagai para pengikut Kristus. Dalam surat Santo Paulus kepada jemaat diGalatiatertulis:

Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus. Karena kamu semua, yang dibaptis dalam Kristus telah mengenakan Kristus. Dalam hal initidak ada orang Yahudi atau orang Yunani, tidak ada hamba atau orang merdeka, tidak ada laki-laki danperempuan, karena kamu semua adalah satu di dalam Yesus Kristus(Galatia 3:26-28).

Apa yang terungkap dalam kutipan di atas merupakan pola hidup dan pola berelasi alternatif, yang sangat kontras dengan praktik-praktik dalam masyarakat Yahudi, Romawi, maupun Yunani yang begitu patriarkal. Di dalam jemaat-jemaat Kristiani semua praktik patriarkal –entah itu pembedaan berdasarkan previlese religius, status sosial maupun gender– tidak dapat diterima lagi. Ungkapan "tidak ada lagi laki-laki danperempuan" (Galatia 3:28) juga mengacu pada Kitab Kejadian 1:27 yang mengatakan: "Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-lakidanperempuan diciptakan-Nya mereka." Hal ini penting, sebab pada zaman Paulus –selain sudah ada praktik-praktik ketidakadilan berdasarkan previlese religius, status sosial dangender– juga ada seorang teolog besar, Philo dari Alexandria, yang mulai menafsirkan ungkapan dalam Kitab Kejadian 1:27 itu dalam kerangka pemikiran helenistik. Menurut Philo, kisah penciptaan itu merupakan metafor tentang adanya dua unsur di dalam diri manusia: rasionali-tas (yang digambarkan dengan figur laki-laki) dan rasa-perasaan (yang dilam-bangkan dengan figur perempuan). Tafsir ini segera menimbulkan perpecahan di kalangan jemaat Kristiani. Dengan latar belakang seperti ini, bagian dari pernyataan baptisan "tidak ada laki-laki danperempuan" merupakan ungkapan iman bahwa segala macam konflik, keterpecahan dan pembedaan dapat disem-buhkan dan diatasi dalam Yesus Kristus.

2. Ajaran Konsili Vatikan II

Konsili Vatikan II, dalam dokumennyaKonstitusi Pastoral Tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini –atau lebih dikenal dengan Gaudium et Spes (=GS)– mengatakan bahwa semua orang diciptakan dalam citra Allah. Mereka memiliki kodrat dan asal-usul yang sama. Mereka memiliki kesetaraan dasariah. Kesetaraan tersebut harus semakin diakui. Oleh karenanya, "segala bentuk diskriminasi yang me-nyangkut hak-hak asasi manusia, entah yang bersifat sosial atau budaya, berdasarkan jenis kelamin, suku, warna kulit, kondisi sosial, bahasa atau agama, harus diatasi dan disingkirkan, karena bertentangan dengan rencana Allah" (GS, 29).

Lebih lanjut Konsili Vatikan II mengatakan bahwa kendati terdapat perbedaan-perbedaan yang wajar antara laki-laki dan perempuan, namun martabat mereka yang sama sebagai pribadi menuntut agar kita berusaha untuk mewujudkan kondisi hidup yang lebih fair dan lebih manusiawi (GS, 29). Akibatnya, Konsili Vatikan II memandang "kesenjangan ekonomi dan sosial yang berlebihan antara individu dan bangsa-bangsa merupakan sumber skandal dan bertentangan dengan keadilan sosial, keadilan, martabat manusia, serta perdamaian sosial dan internasional" (GS, 29).

Selanjutnya Konsili Vatikan II menegaskan bahwa bila kaum perempuan masih belum diakui wewenangnya untuk dengan bebas memilih suaminya, menentukan jalan hidupnya, atau untuk menempuh pendidikan dan meraih kebudayaan seperti yang mereka inginkan (GS, 29), wajarlah kalau "Kaum perempuan menuntut kesetaraan dengan kaum laki-laki berdasarkan hukum dan keadilan (equity) maupun dalam kenyataan, bila kesetaraan itu belum mereka peroleh" (GS, 9).

3. Ajaran Almarhum Paus Yohanes Paulus II

Almarhum Paus Yohanes Paulus II (selanjutnya disingkat JP II) sungguh meyakini bahwa perempuan memiliki martabat yang sederajat dengan laki-laki. Kesetaraan martabat antara laki-laki dan perempuan ini dilandaskan pada kenyataan bahwa mereka diciptakan oleh Allah sendiri menurut citra dan keserupaan dengan diri-Nya (bdk. Kej 1:26-27). Apa yang ditandaskan oleh JP II ini sangat penting, sebab selama berabad-abad Gereja mengikuti pandangan Thomas Aquinas (1225-1274) dalam melihat perempuan. Dengan mengadopsi pandangan Aristoteles (384/3-322 seb. Mas.), Aquinas meyakini bahwa perem-puan adalah seorang "misbegotten male" yang keberadaannya hanya dibutuh-kan demi membantu laki-laki untuk melahirkan anak-anak.

Berdasarkan kesetaraan martabat sebagai citra Allah ini, baik perempuan maupun laki-laki memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup berkeluarga, menggereja, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sekaligus JP II mengingatkan bahwa "kesetaraan martabat" tidak identik dengan "kesamaan dengan" laki-laki. Kesetaraan martabat ini akan mencapai kepenuhannya ketika perempuan dan laki-laki mampu untuk hidup dalamkomunio dengan satu sama lain, dengan saling menerima dan saling memberikan diri, dengan saling membantu dan bekerjasama untuk mewujudkan kesejah-teraan bersama bagi seluruh ciptaan Allah. JP II mengatakan bahwa dengan diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan menurut citra dan keserupaan dengan Allah mereka dipanggil untuk hidup bagi satu sama lain secara timbal balik. Lebih lajut JP II mengatakan bahwa dalam diri perempuan, laki-laki memperoleh mitra, dengannya ia dapat berdialog dalam kesetaraan yang lengkap.

JP II juga menandaskan bahwa kesetaraan ini harus benar-benar diusaha-kan menjadi sebuah pengalaman nyata dalam segala bidang kehidupan; antara lain, mendapatkan gaji sama untuk pekerjaan yang sama, perlindungan bagi para ibu yang bekerja, fairnessdalam hal kenaikan jenjang karier, kesetaraan suami-istri menyangkut hak-hak dalam hidup keluarga, serta pengakuan terhadap segala sesuatu yang menyangkut hak dan kuajiban warga negara dalam negara yang demokratis, mempunyai akses untuk memiliki harta serta mengelola aset-aset yang dimilikinya, dan dapat ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan proses-proses untuk mengarahkan kehidupan masyarakat.

II. PENGRUSAKAN MARTABAT KAUM PEREMPUAN

Almarhum Yohanes Paulus II juga mengakui bahwa dalam kenyataannya martabat kaum perempuan kerap tidak diakui dan bahkan diinjak-injak. Sebagai akibat dari pengkondisian sosial dan kultural, banyak perempuan tidak dapat menya-dari sepenuhnya martabat mereka. Tidak jarang kaum perempuan justru dipinggirkan dari kehidupan masyarakat dan bahkan direduksikan kedalam perbudakan. Kerapkali mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama (dengan laki-laki) untuk memperoleh pendidikan, direndahkan, dan sumbangan intelektual mereka tidak dipedulikan atau tidak dihargai. Martabat perempuan juga dilanggar oleh mentalitas yang memandang mereka bukan sebagai pribadi melainkan sebagai barang, sebagai objek perdagangan. Demikian pula berbagai macam bentuk diskriminasi terhadap parempuan –khususnya diskriminasi terhadap para istri yang tidak mempunyai anak, para janda, para perempuan yang diceraikan oleh suami mereka, serta para ibu yang tidak dinikahi– sungguh merendahkan martabat perempuan. Mereka juga masih mengalami banyak diskriminasi di bidang pendidikan, pelayanan kesehatan maupun pekerjaan. Martabat perempuan juga direndahkan ketika perempuan (dewasa maupun anak-anak) dipaksa untuk bekerja hanya dengan upah kecil atau bahkan tanpa upah sama sekali, tanpa hak-hak perburuhan, tanpa jaminan keamanan. Martabat mereka juga direndahkan ketika para perempuan hanya dihargai karena penampilan fisik mereka dan bukan karena skill, profesionalisme, kemampuan intelektual maupun kepekaan hati mereka yang sangat dalam. Demikian pula martabat mereka direndahkan lewat eksploitasi seksual, dan ketika mereka –karena kengawuran dan tidak adanya tanggungjawab seksual– dipaksa untuk mengakhiri hidup janin yang tidak mereka kehendaki. Martabat mereka juga direndahkan ketika para perempuan (khususnya yang masih muda) dipaksa atau "ditarik" oleh organisasi-organisasi yang tidak bertanggungjawab kedalam emigrasi klasdestin, sehingga tidak sedikit dari mereka yang terdampar dalam situasi yang sungguh merendahkan martabat: pelacuran.

Berhadapan dengan seluruh situasi seperti ini, almarhum mengatakan bahwa tidaklah mudah untuk menunjuk siapa yang paling bertanggungjawab dalam hal ini, sebab sudah berabad-abad berbagai macam pengkondisian sosio-kultural telah membentuk cara berpikir dan bertindak secara demikian. Namun, kalau dalam konteks historis tertentu ternyata tidak sedikit anggota Gereja yang terlibat dalam tindakan ini, dengan tulus hati JP II mohon maaf.

Mengalami kondisi dan perlakuan seperti itu, menurut JP II, kaum perempuan memiliki hak untuk mendesak agar martabat mereka dihormati. Dan dalam waktu yang bersamaan mereka juga mempunyai kuajiban untuk memper-juangkan agar martabat semua orang, baik laki-laki maupun perempuan, ditegakkan. Sekaligus JP II mengingatkan kaum perempuan agar dalam mengusahakan pembebasan diri dari semuanya itu, jangan sampai mereka membiarkan diri mengalami "maskulinisasi terhadap perempuan"; sebaliknya mereka perlu menegakkan "feminisme baru" dengan menolak model dominasi yang selama ini dilakukan oleh kaum laki-laki dan tidak menjadikannya sebagai cara bertindak mereka.

Selanjutnya JP II meminta agar pemerintah dan organisasi-organisasi lainnya bekerja lebih efektif untuk memberikan jaminan legal bagi terwujudnya martabat dan hak-hak perempuan. Demikian pula negara-negara perlu mengatasi berbagai macam situasi yang merintangi dilakukannya pengakuan, penghormatan serta penghargaan terhadap martabat serta kompetensi kaum perempuan. Beliau juga mengimbau agar semua negara serta institusi-institusi internasional mengusahakan semua cara agar kaum perempuan memperoleh kembali perhargaan yang penuh atas martabat dan peran mereka. Imbauan juga ditujukan kepada komunitas-komunitas gerejawi agar para migran beserta dengan keluarga mereka mendapatkan tempat sebagai rumah mereka.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa JP II sungguh meyakini bahwa martabat [dan panggilan] perempuan –maupun laki-laki– berakar pada hati Allah sendiri, dan dalam kondisi keberadaan manusia martabat tersebut erat terkait dengan "kesatuan dari dua pribadi." Sebagai konsekuensinya, setiap laki-laki mesti bertanya diri apakah setiap perempuan telah diperlakukan sebagaico-subjectdari keberadaannya di dunia ini dan tidak dijadikan objekbagi kenikmat-an dan eksploitasi. Demikian pula dominasi tidak dibenarkan karena merupa-kan ancaman yang dapat menghancurkan baik kesetaraan martabat antara perempuan dan laki-laki maupun martabat mereka masing-masing. Khususnya dalam hidup perkawinan, JP II mengatakan bahwa perempuan tidak dapat menjadi 'objek' dari 'dominasi' dan 'milik' laki-laki.

BUKAN KATA AKHIR

Mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan memang tidak mudah; juga –dan mungkin lebih-lebih– dalam Gereja. "Tempat" yang paling tepat untuk memulainya adalah diri kita sendiri serta lingkungan di mana kita hidup. Di "tempat-tempat" itulah kita perlu membuang semua bentuk ketidak-setaraan dan mulai membangun kesetaraan. Dan karena kesetaraan antara perempuan dan laki-laki memiliki banyak segi, maka perwujudannyapun menuntut kerjasama dari berbagai macam pihak dan bidang; oleh karenanya kerjasama dalam jejaring merupakan suatu keharusan.

DAFTAR BACAAN PILIHAN

Børresen, Kari Elisabeth. 1995.Subdordination and Equivalence. The Nature and Role of Woman in Augustine and Thomas Aquinas. Kampen: Kok Pharos Publishing House.

Cantore, Stefania. 1992. "Women in Christianity. A Biblical Approach." Dalam NN. Women In Society According to Islam dan Christianity. Acts of a Muslim-Christian Colloquium Organized jointly by The Pontifical Council for Interreligious Dialogue (Vatican City) and The Royal Academy for Islamic Civilization Research Al Albait Foundation (Amman). Rome, Italy: 24-26 June 1992, pp. 33-47.

John Paul II. 1994. Amanat Apostolis Familiaris Consortio Paus Yohanes Paulus II tentang Keluarga Kristiani Dalam Dunia Modern. Yogyakarta: Penerbit Kanisius & Komisi Pendampingan Keluarga Keuskupan Agung Semarang.

_________. 1988. "Apostolic Letter on the Dignity and Vocation of Women,Mulieris Dignitatem." Origins18 (October 6, 1988): 261, 163-283.

_________. 1988. Post-synodal Apostolic Exhortation on the Vocation and the Mission of the Lay Faithful in the Church and in the World,Christifideles Laici.Washington, D.C.: USCC.

Konferensi Waligereja Indonesia. 1996. Pedoman Gereja Katolik Indonesia. Sidang Agung KWI–Umat Katolik 1995. Cetakan Ketiga. Jakarta: Konferensi Waligereja Indonesia.

_________. 2004. Surat Gembala Konferensi Waligereja Indonesia 2004 tentang "Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki sebagai Citra Allah." Jakarta: Sekretariat Jenderal Konferensi Waligreja Indonesia.

Konsili Vatikan II. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Terjemahan: R. Hardawiryana. Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI & Obor.

Madya Utama, Ignatius L. 2003. "Memahami Salib dan Keselamatan dari Perspektif Orang Tertindas."Hidup 57 (20 April 2003): 20-21.

_________. 2005. "Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Agama Kristiani."Diskursus 4 (April 2005): 59-80.

Marucci, Carl J., ed. 1997. Serving the Human Family. The Holy See at the Major United Nations Conferences.New York City: The Path to Peace Foundation.

Miller, J. Michael, ed. 1996. The Encyclicals of John Paul II. Huntington, Indiana: Our Sunday Visitor Publishing Division Our Sunday Visitor, Inc.

Newsom, Carol A. and Sharon H. Ringe, eds. 1998.Women's Bible Commentary. Expanded Edition with Apocrypha. Louisville: Westminster John Knox Press.

Radford Ruether, Rosemary. 1993.Sexism and God-Talk. Toward a Feminist Theology. With a New Introduction. Boston: Beacon Press.

Schüssler Fiorenza, Elizabeth. 1993.Discipleship of Equals. A Critical Feminist Ekklesia-logy of Liberation. New York: Crossroad.

Schüssler Fiorenza, Elizabeth and Mary Shawn Copeland, eds. 1994. Violence Against Women. Concilium 1994/1. London/Maruknoll, N.J.: SCM Press/Orbis Books.

Niditch, Susan. "Genesis." Dalam Renita J. Weems. 1995.Battered Love. Marriage, Sex, and Violence in the Hebrew Prophets. Minneapolis: Fortress Press.


[1] Penulis adalah Ketua Program Studi Ilmu Teologi, Sekolah Tinggi Filsafat Driyaraka, Jakarta.


Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.