Salam Damai Kristus,
Selasa, 26 Januari 2016
PESAN PAUS FRANSISKUS UNTUK MASA PRAPASKAH 2016
Buku Baru Paus Fransis, Soal Perkawinan, Homoseksual dan korupsi
"Saya senang bahwa kita berbicara tentang 'homoseksual' karena diatas semuanya adalah tentang keutuhan dan martabat masing-masing individu.
"Dan orang-orang tidak harus mendefinisikan hanya dengan kecenderungan seksual mereka: janganlah kita lupa bahwa Allah mengasihi semua ciptaan-Nya dan kita ditakdirkan untuk menerima cintanya yang tak terbatas.
"Saya lebih suka bahwa homoseksual datang ke pengakuan, bahwa mereka tetap dekat dengan Tuhan, dan bahwa kita berdoa bersama-sama," kata Paus, seperti yang dilansir Priemer Christian Radio pada 11 Januari 2016.
Selain itu, Paus juga berbicara soal perkawinan, dimana dia mengajak orang untuk menghargai setiap keputusan dalam masing-masing rumah tangga. Terkhusus dia membahas tentang perceraian dalam gereja khatolik.
Pemimpin Gereja Katolik tersebut juga membahas korupsi , topik hangat dalam serangkaian skandal Vatikan baru-baru ini tentang dugaan salah urus keuangan Gereja.
"Orang korup marah karena dompetnya dicuri dan dia mengeluh tentang kurangnya keamanan di jalan-jalan, tapi kemudian dia adalah orang yang menipu negara dengan menghindari pajak, atau dia memecat karyawannya setiap tiga bulan sehingga dia tidak harus mempekerjakan mereka dengan kontrak permanen.
"Dan kemudian dia menawarkan kepada teman-temannya tentang cara-cara licik nya. Dia adalah orang yang pergi ke Misa setiap hari Minggu namun tidak memiliki masalah dengan menggunakan posisinya kuat untuk menuntut suap. ... Orang korup sering tidak menyadari kondisinya sendiri, kebanyakan mereka tidak menyadari bau mulutnya sendiri."
Senin, 25 Januari 2016
PESAN BAPA SUCI PAUS FRANSISKUS UNTUK HARI ORANG SAKIT SEDUNIA KE-24 TAHUN. 2016
PESAN BAPA SUCI PAUS FRANSISKUS
UNTUK HARI ORANG SAKIT SEDUNIA KE-24
2016
Mempercayakan diri kepada Yesus yang berbelas kasih seperti Maria:
"Lakukanlah apa pun yang Dia katakan padamu" (Yoh 2:5)
Saudari-saudara terkasih,
Hari Orang Sakit Sedunia ke-24 memberi saya kesempatan khusus untuk mendekatkan diri kepada Anda, sahabat-sahabat terkasih yang sakit, dan kepada mereka yang merawat Anda.
Tahun ini, karena Hari Orang Sakit akan dirayakan dengan khidmat di Tanah Suci, saya ingin menawarkan sebuah renungan dari Injil tentang pesta perkawinan di Kana (Yoh 2:1-11), dimana Yesus melakukan mukjizat-Nya yang pertama melalui campur tangan Ibunda-Nya. Tema yang dipilih – Mempercayakan diri kepada Yesus yang berbelas kasih seperti Maria: "Lakukanlah apa pun yang Dia katakan padamu" (Yoh 2:5) – sungguh sesuai dengan semangat Yubileum Agung Kerahiman. Perayaan Ekaristi Hari Orang Sakit ini akan dilaksanakan pada tanggal 11 Februari 2016, pada peringatan liturgis Santa Perawan Maria dari Lourdes, di Nazaret, dimana "Sang Sabda telah menjadi daging dan tinggal di antara kita" (Yoh 1:14). Di Nazaret, Yesus memulai misi keselamatan-Nya, dengan menerapkan kepada diri-Nya kata-kata Nabi Yesaya, sebagaimana diceritakan Penginjil Lukas: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan bagi orang-orang tahanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk 4:18-19).
Penyakit, di atas semuanya penyakit yang berat, selalu menempatkan keberadaan manusia dalam krisis dan membawa serta pertanyaan yang begitu dalam. Tanggapan pertama kita bisa jadi merupakan satu pemberontakan: Mengapa ini terjadi padaku? Kita dapat merasa putus asa, berpikir bahwa semuanya telah hilang, bahwa semua hal dalam hidup ini tidak mempunyai arti lagi.
Dalam situasi-situasi ini, iman kepada Allah pada satu sisi diuji, namun pada waktu yang sama dapat menyatakan semua sumber daya positifnya. Bukan karena iman menyebabkan penyakit, rasa sakit, atau pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan, menghilang, tetapi karena iman menawarkan kunci yang membantu kita dapat menemukan makna terdalam dari apa yang sedang kita alami; sebuah kunci yang membantu kita melihat bagaimana penyakit dapat menjadi jalan untuk lebih mendekatkan diri kepada Yesus yang berjalan di sisi kita, yang dibebani oleh salib. Dan kunci ini diberikan kepada kita oleh Maria, Bunda kita, yang telah lebih dulu mengenal jalan ini.
Pada pesta perkawinan di Kana, Maria adalah perempuan bijaksana yang melihat masalah serius bagi kedua mempelai: anggur, simbol sukacita pesta, telah habis. Maria mengetahui adanya kesulitan, dalam beberapa hal menyelesaikan dengan caranya sendiri, dan bertindak dengan cepat dan hati-hati. Dia tidak sekedar menonton, dalam waktu singkat menemukan dimana letak masalahnya, tetapi lebih dari itu, dia berpaling kepada Yesus dan mengajukan kepada-Nya persoalan yang nyata: "Mereka kehabisan anggur" (Yoh 2:3). Dan ketika Yesus mengatakan padanya bahwa sekarang belum tiba waktunya bagi Dia untuk menyatakan diri-Nya (bdk. Ayat 4), Maria mengatakan kepada para pelayan: "Lakukanlah apa pun yang Dia katakan padamu" (ayat 5). Kemudian Yesus melakukan mukjizat, mengubah air menjadi anggur, anggur yang dengan seketika menjadi anggur yang terbaik dalam keseluruhan pesta. Pelajaran apa yang dapat kita tarik dari misteri pesta perkawinan di Kana ini bagi Hari Orang Sakit Sedunia?
Pesta perkawinan di Kana merupakan suatu gambaran Gereja: di pusatnya ada Yesus yang dalam belaskasih-Nya mengerjakan suatu tanda; di sekitar Yesus ada para murid, buah-buah pertama dari komunitas yang baru; serta di samping Yesus dan para murid ada Maria, Ibu pemelihara dan pendoa. Maria ambil bagian dalam kegembiraan orang kebanyakan dan membantunya untuk tumbuh; dia menjadi perantara dengan Puteranya atas nama kedua mempelai dan semua tamu yang diundang. Yesus juga tidak menolak permintaan ibu-Nya. Betapa besar harapan yang ada dalam peristiwa itu bagi kita semua! Kita memiliki seorang Ibu yang lemah lembut dan yang selalu waspada, seperti Puteranya; sebuah hati yang penuh kasih keibuan, seperti Dia; tangan-tangan yang ingin membantu, seperti tangan-tangan Yesus yang memecah-mecah roti bagi mereka yang lapar, menjamah yang sakit dan menyembuhkan mereka. Semua ini memenuhi kita dengan kepercayaan dan membuka hati kita bagi rahmat dan belaskasih Kristus.
Kepengantaraan Maria membuat kita mengalami penghiburan yang membuat rasul Paulus memuliakan Allah: "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan, yang menghibur kami dalam segala penderitaan, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam-macam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah" (2Kor 1:3-5). Maria adalah Ibu "penghiburan" yang menghibur anak-anaknya.
Di Kana ciri khas Yesus dan misi-Nya terlihat dengan jelas: Dia datang untuk menolong mereka yang berada dalam kesulitan dan yang kekurangan. Memang, di medan pelayanan mesianis-Nya, Dia menyembuhkan banyak orang dari berbagai penyakit, kelemahan-kelemahan dan roh-roh jahat, memberi penglihatan pada yang buta, membuat orang yang lumpuh berjalan, memulihkan kesehatan dan martabat bagi mereka yang lepra, membangkitkan yang mati, dan mewartakan kabar baik kepada orang miskin (bdk. Luk 7:21-22). Permintaan Maria pada pesta perkawinan, yang didorong oleh Roh Kudus pada hati keibuannya, dengan jelas memperlihatkan bukan hanya kekuasaan Yesus sebagai Juru Selamat tetapi juga belas kasih-Nya.
Dalam keprihatinan Maria, kita menyaksikan pantulan kelembutan hati Allah. Kelembutan hati yang sama ini hadir di dalam hidup semua orang yang memberi perhatian kepada orang sakit dan memahami kebutuhan-kebutuhan mereka, bahkan kepada orang-orang yang paling tidak mendapat perhatian, karena mereka memandang orang-orang sakit dan yang tidak mendapat perhatian dengan mata yang penuh cinta. Sedemikian sering seorang ibu menunggui anaknya yang sakit di samping pembaringannya, atau seorang anak yang merawat orangtua yang sudah lanjut usia, atau seorang cucu yang prihatin terhadap kakek-neneknya, menyerahkan doa mereka ke dalam tangan Bunda kita! Untuk orang-orang yang kita cintai yang menderita karena suatu penyakit, kita pertama-tama memohon untuk kesehatan mereka. Yesus sendiri memperlihatkan kehadiran Kerajaan Allah secara khusus melalui penyembuhan-penyembuhan-Nya: "Pergi dan katakanlah kepada Yohanes apa yang kamu dengar dan kamu lihat: orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik" (Mat 11:4-5). Tetapi kasih yang dihidupi oleh iman membuat kita memohon bagi mereka sesuatu yang lebih besar daripada kesehatan jasmani: kita memohon kedamaian, ketentraman di dalam hidup yang datang dari hati dan merupakan rahmat Allah, buah dari Roh Kudus, rahmat dari Bapa yang tidak pernah menolak mereka yang memohon kepada-Nya dengan penuh kepercayaan.
Dalam adegan di Kana, selain Yesus dan Ibu-Nya, ada "pelayan-pelayan", yang kepada mereka Maria katakan: "Lakukanlah apa pun yang Dia katakan padamu" (Yoh 2:5). Tentu saja, mukjizat tersebut sebagai karya Kristus; bagaimanapun, Dia ingin menggunakan bantuan manusia dalam melakukan mukjizat ini. Dia dapat membuat anggur yang secara langsung ada di gentong-gentong. Namun Dia ingin mengandalkan kerjasama manusia, karena itu Dia meminta pelayan-pelayan untuk mengisi gentong-gentong itu dengan air. Betapa indah dan menyenangkan Tuhan menjadi pelayan bagi orang lain! Ini lebih daripada apa pun yang membuat kita seperti Yesus, yang "datang bukan untuk dilayani tetapi untuk melayani" (Mrk 10:45). Orang-orang yang tak dikenal ini di dalam Injil mengajarkan kepada kita suatu hal besar. Tidak sekedar memperlihatkan mereka taat, tetapi mereka taat dengan sepenuh hati: mereka mengisi gentong-gentong sampai penuh (bdk. Yoh 2:7). Mereka percaya pada bunda-Nya dan segera mengerjakannya dengan baik apa yang diminta untuk mereka kerjakan, tanpa mengeluh, tanpa berpikiran macam-macam.
Pada Hari Orang Sakit Sedunia ini marilah kita memohon kepada Yesus di dalam belas kasih-Nya, melalui perantaraan Maria, Ibunda-Nya dan Ibu kita, untuk melimpahkan kepada kita kesiapsediaan yang sama untuk melayani mereka yang membutuhkan, dan secara khusus, saudari-saudara kita yang lemah. Kadang-kadang pelayanan ini terasa melelahkan dan membebani, namun kita tentu yakin bahwa Tuhan pasti akan mengubah upaya-upaya manusiawi kita menjadi sesuatu yang ilahi. Kita juga dapat menjadi tangan, lengan dan hati yang membantu Allah untuk melakukan mukjizat-mukjizat-Nya, yang begitu sering tersembunyi. Kita juga, entah sehat atau sakit, dapat mempersembahkan beban hidup dan penderitaan-penderitaan kita seperti air yang memenuhi gentong-gentong pada pesta perkawinan di Kana dan diubah menjadi anggur terbaik. Dengan diam-diam membantu mereka yang menderita, seperti dalam penyakitnya sendiri, kita memikul salib harian kita di atas bahu kita dan mengikuti Sang Guru (bdk. Luk 9:23). Meskipun begitu pengalaman penderitaan akan selalu merupakan sebuah misteri, Yesus membantu kita untuk mengungkapkan maknanya.
Jika kita mampu belajar mentaati kata-kata Maria, yang mengatakan: "Lakukanlah apa pun yang Dia katakan padamu", Yesus akan selalu mengubah air kehidupan kita menjadi anggur yang berharga. Demikian Hari Orang Sakit Sedunia ini, yang dirayakan secara khidmat di Tanah Suci, akan membantu memenuhi harapan yang saya nyatakan dalam Bulla Tahun Yubileum Agung Kerahiman: 'Saya percaya bahwa Tahun Yubelium Agung yang merayakan kerahiman Allah ini akan membantu perkembangan perjumpaan dengan (Yudaisme dan Islam) dan dengan tradisi-tradisi mulia agama lain; semoga hal ini membuka kita pada dialog yang lebih sungguh-sungguh lagi sehingga kita saling mengenal dan mengerti satu sama lain dengan lebih baik; semoga hal ini mengikis setiap bentuk kepicikan pikiran dan sikap kurang hormat, serta menyingkirkan setiap bentuk kekerasan dan diskriminasi' (Misericordiae Vultus, 23). Setiap rumah sakit dan rumah perawatan dapat menjadi sebuah tanda yang kelihatan dan menjadi tempat untuk mempromosikan budaya perjumpaan dan perdamaian, di mana pengalaman sakit dan menderita, disertai dengan bantuan yang profesional dan semangat persaudaraan, membantu mengatasi setiap keterbatasan dan keterpecahan.
Untuk ini kita diberi teladan oleh dua orang suster religius yang dikanonisasi pada akhir Mei yang lalu: Santa Maria-Alphonsine Danil Ghattas dan Santa Maria dari Baouardy Yesus Tersalib, keduanya puteri dari Tanah Suci. Yang pertama adalah seorang saksi kesabaran/kelembutan dan kesatuan, yang memberi kesaksian yang jelas mengenai pentingnya tanggungjawab kepada satu sama lain, dengan hidup saling melayani. Yang kedua, seorang perempuan yang rendah hati dan buta huruf, yang patuh pada Roh Kudus dan menjadi sebuah sarana perjumpaan dengan dunia muslim.
Kepada semua yang membantu orang sakit dan menderita, saya menyatakan harapan yang saya yakini bahwa mereka akan mengambil inspirasi dari Maria, Bunda Kerahiman. "Semoga kemanisan ketenangannya menjaga kita di dalam Tahun Suci ini, sehingga kita semua dapat menemukan kembali sukacita dari kelembutan hati Allah (ibid, 24), mengijinkannya tinggal di dalam hati kita dan menyatakannya dalam tindakan-tindakan kita! Marilah kita mempercayakan pencobaan-pencobaan dan kesengsaraan-kesengsaraan kita kepada Perawan Maria, bersama dengan sukacita dan penghiburan kita. Marilah memohon kepadanya untuk mengalihkan mata belaskasihnya ke arah kita, khususnya di kala sakit, dan menjadikan kita pantas memandang, wajah kerahiman Yesus Puteranya, kini dan selamanya!
Teriring doa untuk Anda semua, saya melimpahkan Berkat Apostolik.Dari Vatikan, 15 September 2015
Pada Peringatan Santa Perawan Maria Berdukacita
Senin, 18 Januari 2016
PEKAN DOA SEDUNIA UNTUK KESATUAN UMAT KRISTIANI 18-25 Januari 2016 - PANGGILAN MEWARTAKAN PERBUATAN-PERBUATAN TUHAN YANG BESAR! (Bdk. 1 Petrus 2:9)
PEKAN DOA SEDUNIA UNTUK KESATUAN UMAT KRISTIANI
18-25 Januari 2016
PANGGILAN MEWARTAKAN PERBUATAN-PERBUATAN TUHAN YANG BESAR! (Bdk. 1 Petrus 2:9)
Pengantar:
Tema Pekan Doa Sedunia (PDS) untuk Kesatuan Umat Kristiani 2016 dikutip dan diolah dari Surat Pertama St. Petrus bab 2 ayat 9. Selengkapnya, teks itu berbunyi, "Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib" (1Ptr 2:9). Berangkat dan berpangkal dari teks tersebut, tema PDS untuk Kesatuan Umat Kristiani 2016 dirumuskan menjadi "Panggilan Mewartakan Perbuatan-Perbuatan Tuhan yang besar". Allah mengerjakan perbuatan-perbuatan-Nya yang besar bagi kita semua dan kita dipanggil untuk mewartakannya.
Dari bahan yang diterbitkan oleh kerjasama Dewan Kepausan untuk Kesatuan Umat Kristiani (Vatikan, Katolik Roma) dan Komisi Iman dan Hukum Dewan Gereja-Gereja Sedunia (Gereja-Gereja Protestan) dipersiapkan oleh Komunitas Umat Kristiani di Latvia, terutama oleh Pusat Orang Muda Katolik Keuskupan Agung Riga, yang timbul dari pengalaman mereka menyelenggarakan Jalan Salib Ekumenis. Pengalaman Umat beriman di negeri bekas Uni Soviet yang sebelumnya dikuasai komunisme itu membantu kita dalam menghayati pedihnya perpecahan dan penting indahnya persatuan. Sejarah kelam saat Latvia diduduki oleh Uni Soviet masih menghantui banyak sekali orang di Negara ini. Masih ada dukacita mendalam dan kepedihan. Itu mengakibatkan luka batin yang membuat orang menjadi sulit mengampuni. Semuanya ini bagaikan batu besar yang menutupi pintu kubur Yesus.
Akan tetapi dalam iman, harapan, dan kasih kepada Tuhan Yesus Kristus, yang telah berdoa bagi kawanan domba-Nya agar bersatu; tiada yang mustahil untuk diubah dan diwujudkan. Persatuan dan kesatuan Umat Kristiani dapat dibaca dalam terang pengalaman konkret tersebut. Tumpuannya hanya satu yakni iman, harapan dan kasih kepada Kristus yang sejak awal mula merindukan bahkan mendoakan kita semua agar bersatu dan memberikan kesaksaian tentang hidup bersama yang ditandai dengan kerukunan dan persaudaraan yang sejati dengan siapa saja di mana saja dan kapan saja.
Tema yang kita renungkan selama PDS 2016 ini selaras dengan Rencana Induk Keuskupan Agung Semarang (RIKAS), yang sejak tahun 2016 ini mengajak kita semua untuk membangun peradaban kasih dalam kehidupan yang sejahtera dalam semangat inklusif dan transformatif. Semoga kian hari, kita kian membangun peradaban kasih di antara umat Kristiani dan kemudian meluas mengakar di antara semua umat manusia dalam kehidupan yang rukun, bersatu dan bahagia.
Selamat mewartakan perbuatan-perbuatan besar yang telah dikerjakan Tuhan dalam dan melalui kehidupan kita yang rapuh ini, namun kita dipanggil dan diutus untuk mewartakan belas kasih-Nya dalam kehidupan kita bersama. Tuhan memberkati. Berkah Dalem.
Ungaran, 26/11/2015
Aloys Budi Purnomo, Pr
Delegatus Komisi HAK KAS
***
BACAAN ALKITAB
PANGGILAN MEWARTAKAN PERBUATAN-PERBUATAN TUHAN YANG BESAR! (1Ptr 2:9)
"Tetapi kamulah bangsa yang terpilih,
imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib: kamu yang dahulu bukan umat Allah, tetapi yang sekarang telah menjadi umat-Nya, yang dahulu tidak dikasihiani, tetapi yang sekarang telah beroleh belas kasihan."
***
TEMA, DOA DAN REFLEKSI ALKITABIAH SELAMA SATU PEKAN
HARI 1: Biarkanlah batu itu terguling
Yehezkiel 37:12-14: "Aku membuka kubur-kuburmu dan membangkitkan kamu, hai umat-Ku, dari dalamnya."
Mazmur 71:18b-23: "Keperkasaan-Mu dan keadilan-Mu, ya Allah, sampai ke langit."
Roma 8:15-21: "Jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia."
Matius 28:1-10: "Ia tidak ada di sini, sebab Ia telah bangkit, sama seperti yang telah dikatakan-Nya."
Setiap orang mempunyai sejarah kelam penderitaan. Itu bagaikan batu besar yang menutupi pintu kubur Yesus. Namun, jika penderitaan yang kita alami, kita satukan dengan penderitaan-Nya, maka kisah kita tidak akan berakhir dengan mengurung diri dalam kubur. Gempa bumi karena kebangkitan Tuhan adalah kejadian yang menggoncang dunia yang membuka kubur kita dan membebaskan kita dari penderitaan dan kepedihan yang selama ini membuat kita mengasingkan diri dari orang lain. Inilah karya agung Tuhan: kasih-Nya, yang menggoncang dunia, yang menggulingkan batu kubur, yng membebaskan kita, dan yang memanggil kita keluar untuk memasuki suatu pagi hari yang baru. Saat inilah, saat fajar baru kita dipersatukan kembali dengan saudara-saudari kita yang dulu juga terkurung dan terluka. Seperti Maria Magdalena kita harus "pergi cepat-cepat" dari momen penuh sukacita ini untuk mewartakan kepada orang lain mengenai apa yang telah Tuhan lakukan dalam hidup kita.
Refleksi: Permasalahan apa yang pernah kita alami yang membuat kita mengurung diri kita sendiri dalam kubur dukacita, kesedihan, kekhawatiran, kegelisahan dan keputusasaan? Apa yang menghalangi kita untuk menerima janji dan sukacita dari kebangkitan Kristus? Seberapa siapkah kita membagikan pengalaman bersama Kristus kepada orang-orang yang kita jumpai?