Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Senin, 19 Desember 2016

Sikap Pdt. Dr. Jan S.Aritonang,Ph.D atas Fatwa MUI nomor 56 tahun 2016 tetntang Hukum Menggunakan Atribut Natal

Kagum, salut dengan sikap Pdt. Dr. Jan S.Aritonang,Ph.D atas Fatwa MUI nomor 56 tahun 2016 tetntang Hukum Menggunakan Atribut natal.
Selengkapnya isi surat dimaksud sebgai berikut:

Yang  terhormat: Komisi  Fatwa  Majelis  Ulama  Indonesia  (MUI)
Jalan  Proklamasi  51,
Jakarta  Pusat  10320

Salam  sejahtera  dan  dengan  hormat,

Sehubungan dengan terbitnya Fatwa MUI nomor 56 Tahun 2016 tertanggal 14 Desember 2016, tentang Hukum Menggunakan Atribut Keagamaan Non-Muslim, perkenankanlah  saya  menyampaikan  beberapa  catatan  dan  pertanyaan  berikut:

1. Di dalam judul dan butir-butir keputusan fatwa tersebut tidak secara eksplisit dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah Non-Muslim adalah umat atau pemeluk agama Kristen (=Nasrani). Namun dari latar belakang dan konteks terbitnya fatwa ini dapat  dipahami  bahwa  yang  dimaksud  dengan  istilah  itu  adalah  umat  Kristen.

2. Di dalam fatwa tersebut tidak secara rinci disebut apa-apa saja yang dimaksud dengan atribut ataupun simbol keagamaan non-muslim yang dinyatakan haram, kendati pada Keputusan, butir Ketentuan Umum, dinyatakan bahwa "dalam Fatwa ini yang dimaksud dengan atribut keagamaan adalah sesuatu yang dipakai dan digunakan sebagai identitas, ciri khas atau tanda tertentu dari suatu agama dan/atau umat beragama tertentu, baik terkait dengan keyakinan,  ritual  ibadah,  maupun  tradisi  dari  agama  tertentu."

3. Kendati tidak disebut secara rinci, namun dapat diduga bahwa yang dimaksud adalah pernik-pernik hiasan yang digunakan banyak orang untuk merayakan Hari Natal, misalnya: pohon terang dengan berbagai hiasannya, bintang, lonceng, topi sinterklas, topi  bertanduk  rusa,  kereta  salju,  lilin,  dsb.

4. Sampai sekarang gereja Kristen (yang terdiri dari berbagai aliran dan organisasi) belum pernah membuat konsensus tentang atribut-atribut, simbol-simbol, atau hiasan-hiasan itu. Bahkan ada juga gereja yang tidak merayakan hari Natal dan tidak menggunakan simbol salib. Atribut-atribut, simbol-simbol, atau hiasan-hiasan itu muncul dari tradisi sebagian gereja, terutama yang di Barat (Eropa dan Amerika), yang kemudian disebar ke seluruh  penjuru  dunia,  termasuk  Indonesia.

5. Produksi, penyebaran, dan perdagangan benda-benda itu tidak mempunyai hubungan langsung dengan iman Kristen, termasuk iman kepada Yesus Kristus, yang diimani umat Kristen sebagai Tuhan Allah yang menjelma menjadi manusia, serta sebagai Tuhan dan Juruselamat dunia. Penyebaran, produksi, dan perdagangan benda-benda itu lebih dimotivasi oleh hasrat untuk mendapat keuntungan material; itulah sebabnya orang-orang yang terlibat di dalam aktivitas itu berasal dari berbagai penganut agama. Bahkan boleh jadi orang yang tak beragama pun ikut memproduksi dan memperdagangkannya. Karena itu saya tidak mempersoalkan atau berkeberatan kalau Komisi Fatwa MUI menyatakan bahwa menggunakan, memproduksi, menyebarkan, dan memperdagangkan  benda-benda  atau  atribut-itu  adalah  haram.

6. Di dalam fatwa itu, pada bagian konsiderans (Mengingat dan Memperhatikan), berulang kali dikutip ayat Kitab Suci Al Qur'an, Hadits Nabi Muhammad/Rasulullah SAW, dan pendapat sejumlah tokoh Islam, yang pada pokoknya menyatakan bahwa orang-orang non-muslim itu adalah kafir. Perkenankan saya bertanya: apa/siapa yang dimaksud oleh Komisi Fatwa MUI dengan kafir? Apakah semua orang non-muslim adalah kafir, termasuk umat Kristen? Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memang dikatakan bahwa kafir adalah "orang yang tidak percaya kepada Allah dan rasul-Nya". Bila  inilah  pengertiannya  maka  lebih  dari  5  milyar  penduduk  dunia  adalah  kafir.

7. Sepengetahuan saya, Nabi Muhammad SAW bergaul dengan akrab dan bersahabat dengan banyak orang Kristen (Nasrani) dan tidak pernah menyebut mereka kafir. Di dalam hadits Nabi Muhammad SAW yang dikutip pada konsiderans Fatwa MUI ini pun tidak  ada  hadits  Nabi  yang  menyebut  orang  Kristen  sebagai  kafir.

8. Karena itu, bila Komisi Fatwa MUI, sehubungan dengan atribut keagamaan non-muslim, menyebut umat Kristen sebagai kafir, perlulah Komisi Fatwa MUI memberi penjelasan dan mengemukakan argumen yang kuat. Saya bersedia diundang untuk mendiskusikan hal  ini  dalam  suasana  persahabatan  dan  persaudaraan.

9. Dengan itu pula saya mengimbau Komisi Fatwa MUI agar tidak menerbitkan fatwa yang bisa ikut menambah panas suasana dan suhu kehidupan di negeri kita ini, sebaliknya menyampaikan fatwa ataupun pendapat yang mendatangkan kesejukan. Izinkanlah umat Kristen di Indonesia merayakan hari Natal (kelahiran) Yesus Kristus, yang kami yakini sebagai  Tuhan  dan  Juruselamat  dunia,  dalam  suasana  tenteram  dan  sejahtera.

Salam  hormat  teriring  doa,

Pdt.  Prof.  Jan  S.  Aritonang,  Ph.D. Guru  Besar  Sekolah  Tinggi  Teologi  Jakarta Jalan  Proklamasi  27  Jakarta  Pusat  10320 e-mail:  jansaritonang@gmail.com

cc: 
1. Persekutuan  Gereja-gereja  di  Indonesia  (PGI) 
2. Pemimpin  dan  dosen  STT Jakarta
3. Sejumlah  rekan

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Selasa, 13 Desember 2016

Teks Nota Keberatan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) pada Sidang Pertama, Selasa,13 Desember 2016

Bapak Ketua Majelis Hakim, dan Anggota Majelis Hakim yang saya muliakan,
 
Sdr. Jaksa Penuntut Umum yang saya hormati,
 
Penasihat Hukum dan Para Hadirin yang saya hormati,
 
Pertama-tama saya ingin menyampaikan terima kasih kepada Majelis Hakim atas kesempatan, yang diberikan kepada Saya.
 
Berkaitan dengan persoalan yang terjadi saat ini, dimana saya diajukan di hadapan sidang, jelas apa yang saya utarakan di Kepulauan Seribu,  bukan dimaksudkan untuk menafsirkan Surat Al-Maidah 51 apalagi berniat menista agama Islam, dan juga berniat untuk menghina para Ulama. Namun ucapan itu, saya maksudkan, untuk para oknum politisi, yang memanfaatkan Surat Al-Maidah 51, secara tidak benar karena tidak mau bersaing secara sehat dalam persaingan Pilkada.
 
Ada pandangan yang mengatakan, bahwa hanya orang tersebut dan Tuhan lah, yang mengetahui apa yang menjadi niat pada saat orang tersebut mengatakan atau melakukan sesuatu. Dalam kesempatan ini di dalam sidang yang sangat Mulia ini, saya ingin menjelaskan apa yang menjadi niat saya pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu tersebut.
 
Dalam hal ini, bisa jadi tutur bahasa saya, yang bisa memberikan persepsi, atau tafsiran yang tidak sesuai dengan apa yang saya niatkan, atau dengan apa yang saya maksudkan pada saat saya berbicara di Kepulauan Seribu.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Ijinkan saya untuk membacakan salah satu Sub-judul dari buku saya, yang berjudul "Berlindung Dibalik ayat suci" ditulis pada tahun 2008. Saya harap dengan membaca tulisan di buku tersebut, niat saya yang sesungguhnya bisa dipahami dengan lebih jelas, isinya sebagai berikut, saya kutip : ​
 
Selama karir politik saya dari mendaftarkan diri menjadi anggota partai baru, menjadi ketua cabang, melakukan verifikasi, sampai mengikuti Pemilu, kampanye pemilihan Bupati, bahkan sampai Gubernur, ada ayat yang sama yang saya begitu kenal digunakan untuk memecah belah rakyat, dengan tujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang kerasukan "roh kolonialisme".
 
Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elit, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung dibalik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep "seiman" memilihnya.
 
Dari oknum elit yang berlindung dibalik ayat suci agama Islam, mereka menggunakan surat Almaidah 51. Isinya, melarang rakyat, menjadikan kaum Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin mereka, dengan tambahan, jangan pernah memilih kafir menjadi pemimpin. Intinya, mereka mengajak agar memilih pemimpin dari kaum yang seiman.
 
Padahal, setelah saya tanyakan kepada teman-teman, ternyata ayat ini diturunkan pada saat adanya orang-orang muslim yang ingin membunuh Nabi besar Muhammad, dengan cara membuat koalisi dengan kelompok Nasrani dan Yahudi di tempat itu. Jadi, jelas, bukan dalam rangka memilih kepala pemerintahan, karena di NKRI, kepala pemerintahan, bukanlah kepala agama/Imam kepala. Bagaimana dengan oknum elit yang berlindung, dibalik ayat suci agama Kristen? Mereka menggunakan ayat disurat Galatia 6:10. Isinya, selama kita masih ada kesempatan, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman.
 
Saya tidak tahu apa yang digunakan oknum elit di Bali yang beragama Hindu, atau yang beragama Budha. Tetapi saya berkeyakinan, intinya, pasti, jangan memilih yang beragama lain atau suku lain atau golongan lain, apalagi yang ras nya lain. Intinya, pilihlah yang seiman/sesama kita (suku, agama, ras, dan antar golongan). Mungkin, ada yang lebih kasar lagi, pilihlah yang sesama kita manusia, yang lain bukan, karena dianggap kafir, atau najis, atau binatang!
 
Karena kondisi banyaknya oknum elit yang pengecut, dan tidak bisa menang dalam pesta demokrasi, dan akhirnya mengandalkan hitungan suara berdasarkan se-SARA tadi, maka betapa banyaknya, sumber daya manusia dan ekonomi yang kita sia-siakan. Seorang putra terbaik bersuku Padang dan Batak Islam, tidak mungkin menjadi pemimpin di Sulawesi. Apalagi di Papua. Hal yang sama, seorang Papua, tidak mungkin menjadi pemimpin di Aceh atau Padang.
 
Kondisi inilah yang memicu kita, tidak mendapatkan pemimpin yang terbaik dari yang terbaik. Melainkan kita mendapatkan yang buruk, dari yang terburuk, karena rakyat pemilih memang diarahkan, diajari, dihasut, untuk memilih yang se-SARA saja. Singkatnya, hanya memilih yang seiman (kasarnya yang sesama manusia).
Demikian kutipan dari buku yang saya tulis tersebut.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Dalam kehidupan pribadi, saya banyak berinteraksi dengan teman-teman saya yang beragama Islam, termasuk dengan keluarga angkat saya Almarhum Haji Andi Baso Amier yang merupakan keluarga muslim yang taat.
 
Selain belajar dari keluarga angkat saya, saya juga belajar dari guru-guru saya, yang taat beragama Islam dari kelas 1 SD Negeri, sampai dengan kelas 3 SMP Negeri. sehingga sejak kecil sampai saat sekarang, saya tahu harus menghormati Ayat-Ayat suci Alquran.
 
Jadi saya tidak habis pikir, mengapa saya bisa dituduh sebagai penista Agama Islam.
 
 
Saya lahir dari pasangan keluarga non-muslim, Bapak Indra Tjahaja Purnama dan Ibu Buniarti Ningsih (Tjoeng Kim Nam dan Bun Nen Caw), tetapi saya juga diangkat sebagai anak, oleh keluarga Islam asal Bugis, bernama Bapak Haji Andi Baso Amier , dan Ibu Hajjah Misribu binti Acca. Ayah angkat saya, Andi Baso Amier adalah mantan Bupati Bone, tahun 1967 sampai tahun 1970, beliau adik kandung mantan Panglima ABRI, Almarhum Jenderal TNI (Purn.) Muhammad Jusuf.
 
Ayah saya dengan ayah angkat saya, bersumpah untuk menjadi saudara sampai akhir hayatnya.
 
Kecintaan kedua orangtua angkat saya kepada saya, sangat berbekas, pada diri saya, sampai dengan hari ini.
 
Bahkan uang pertama masuk kuliah S2 saya di Prasetya Mulya, dibayar oleh kakak angkat saya, Haji Analta Amir.
 
Saya seperti orang yang tidak tahu berterima kasih, apabila saya tidak menghargai agama dan kitab suci orang tua dan kakak angkat saya yang Islamnya sangat taat.
 
Saya sangat sedih, saya dituduh menista agama Islam, karena tuduhan itu, sama saja dengan mengatakan saya menista orang tua angkat dan saudara-saudara angkat saya sendiri, yang sangat saya sayangi, dan juga sangat sayang kepada saya. Itu sebabnya ketika Ibu angkat saya meninggal, saya ikut seperti anak kandung, mengantar dan mengangkat keranda beliau, dari ambulans sampai ke pinggir liang lahat, tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Pemakaman umum Karet Bivak.
 
Sampai sekarang, saya rutin berziarah ke makam Ibu angkat, di Karet Bivak. Bahkan saya tidak mengenakan sepatu atau sendal saat berziarah, untuk menghargai keyakinan dan tradisi orang tua dan saudara angkat saya itu.
 
Yang membuat saya juga selalu mengingat almarhumah Ibu angkat saya, adalah peristiwa, pada saat saya maju, sebagai calon wakil Gubernur  DKI Jakarta tahun 2012.
 
Pada hari pencoblosan, walaupun Ibu angkat saya, sedang sakit berat dalam perjalanan ke rumah sakit, dengan menggunakan mobil kakak angkat saya Haji Analta, ibu angkat saya, sengaja, meminta mendatangi tempat pemungutan suara untuk memilih saya. Padahal kondisinya sudah begitu kritis.
 
Dari tempat pemungutan suara, barulah beliau langsung, menuju ke rumah sakit, untuk perawatan lebih lanjut di ICU.
 
Setelah dirawat selama 6 (enam) hari, Ibu berdoa dan berkata kepada saya dan masih terus saya  ingat dan masih akan saya ingat, kata beliau: "SAYA TIDAK RELA MATI, SEBELUM KAMU MENJADI GUBERNUR. ANAKKU, JADILAH GUBERNUR YANG MELAYANI  RAKYAT KECIL."
 
Ternyata Tuhan mengabulkan doa Ibu angkat saya.
 
Beliau berpulang tanggal 16 Oktober 2014, setelah ada kepastian Bapak Jokowi menjadi Presiden, dan saya juga sudah dipastikan menjadi Gubernur, menggantikan Bapak Jokowi. Pesan dari Ibu angkat saya selalu saya camkan , dalam menjalankan tugas saya, sebagai Gubernur DKI Jakarta.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Sebelum menjadi pejabat, secara pribadi, saya sudah sering menyumbang untuk pembangunan mesjid di Belitung Timur, dan kebiasaan ini, tetap saya teruskan saat saya menjabat sebagai Anggota DPRD Tingkat II Belitung Timur, dan kemudian sebagai Bupati Belitung Timur. Saya sudah menerapkan banyak program membangun Masjid, Mushollah dan Surau, dan bahkan merencanakan membangun Pesantren, dengan beberapa Kyai dari Jawa Timur. Saya pun menyisihkan penghasilan saya, sejak menjadi pejabat publik minimal 2,5% untuk disedekahkan yang di dalam Islam, dikenal sebagai pembayaran Zakat, termasuk menyerahkan hewan Qurban atau bantuan daging di Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
 
Saya juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan, termasuk untuk menggaji guru-guru mengaji, dan menghajikan Penjaga Masjid/Musholla (Marbot atau Muadzin) dan Penjaga Makam.
 
Hal-hal yang telah saya lakukan di Belitung Timur, saat menjabat sebagai Bupati, saya teruskan ketika tidak menjadi Bupati lagi, sampai menjadi anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Bangka Belitung, sebagai Wakil Gubernur dan juga, sebagai Gubernur DKI Jakarta saat ini pun tetap saya lakukan.
 
Ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta, saya juga membuat banyak kebijakan, diantaranya kebijakan agar di bulan Suci Ramadhan, para PNS dan honorer, bisa pulang lebih awal, dari aturan lama jam 15.00 WIB saya ubah menjadi jam 14.00 WIB, agar umat Muslim dapat berbuka puasa bersama keluarga di rumah, sholat magrib berjamaah, dan bisa tarawih bersama keluarganya.
 
Saya juga ingin melihat Balaikota mempunyai Masjid yang megah untuk PNS, sehingga bisa melaksanakan ibadahnya, ketika bekerja di Balaikota. Karena itu, Pemda membangun Masjid Fatahillah di Balaikota.
 
Di semua rumah susun (rusun) yang dibangun PEMDA, juga dibangun Masjid. Bahkan di Daan Mogot, salah satu rusun yang terbesar, kami telah membangun Masjid besar, dengan bangunan seluas 20.000 m2, agar mampu menampung seluruh umat muslim yang tinggal di rusun Daan Mogot. Kami jadikan masjid tersebut sebagai salah satu Masjid Raya di Jakarta.
 
Kami akan terus, membangun Masjid Raya/besar, di setiap rusun, kami akan terus membantu perluasan Masjid yang ada, dengan cara PEMDA akan membeli lahan yang ada di sekitar Masjid, sebagaimana beberapa kali telah saya sampaikan dalam pertemuan-pertemuan dengan tokoh-tokoh Islam maupun Pengurus Dewan Masjid Indonesia di Balaikota.
 
Para Marbot dan penjaga makam juga PEMDA Umrohkan. Kami juga membuat kebijakan bagi PNS, menjadi pendamping Haji kloter DKI Jakarta.
 
Saya berharap bisa melaksanakan amanah orang tua dan orang tua angkat saya untuk melanjutkan tugas saya sebagai Gubernur di periode yang akan datang, sehingga cita-cita saya untuk memakmurkan umat Islam di Jakarta dapat terwujud.  
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Saya berani mencalonkan diri sebagai Gubernur, sesuai dengan amanah yang saya terima dari almarhum Gus Dur, bahwa Gubernur itu bukan pemimpin tetapi pembantu atau pelayan masyarakat.
 
Itu sebabnya, dalam pidato saya setelah pidato almarhum Gus Dur pada tahun 2007, saya juga mengatakan bahwa menjadi calon Gubernur, sebetulnya saya melamar untuk menjadi pembantu atau pelayan rakyat.
 
Apalagi, saya melihat adanya fakta, bahwa ada cukup banyak partai berbasis Islam, seperti di Kalimantan Barat, Maluku Utara, dan Solo juga mendukung calon Gubernur, Bupati, Walikota non-Islam di daerahnya.
 
Untuk itu, saya mohon ijin kepada Majelis Hakim, untuk memutar video Gus Dur yang meminta masyarakat memilih Ahok sebagai Gubernur saat Pilkada Bangka Belitung tahun 2007, yang berdurasi sekitar 9 (Sembilan) menit.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Saya ini hasil didikan orang tua saya, orang tua angkat saya, Ulama Islam di lingkungan saya, termasuk Ulama Besar yang sangat saya hormati, yaitu Almarhum Kyai Haji Abdurahman Wahid.
 
Yang selalu berpesan, menjadi pejabat publik sejatinya adalah menjadi pelayan masyarakat. Sebagai pribadi yang tumbuh besar di lingkungan umat Islam, tidaklah mungkin saya mempunyai niat untuk melakukan penistaan Agama Islam dan menghina para Ulama, karena sama saja, saya tidak menghargai, orang-orang yang saya hormati dan saya sangat sayangi.
 
Majelis Hakim yang saya muliakan.
 
Apa yang saya sampaikan di atas, adalah kenyataan yang sungguh-sungguh terjadi. Dan saya juga berharap penjelasan saya ini, bisa membuktikan tidak ada niat saya, untuk melakukan penistaan terhadap Umat Islam, dan penghinaan terhadap para Ulama. Atas dasar hal tersebut, bersama ini saya mohon, agar Majelis Hakim yang Mulia, dapat mempertimbangkan Nota Keberatan saya ini, dan selanjutnya memutuskan, menyatakan dakwaan Saudara Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima, atau batal demi hukum. sehingga saya dapat kembali, melayani warga Jakarta dan membangun kota Jakarta.
 
Majelis Hakim yang Mulia, terima kasih atas perhatiannya. Kepada Jaksa Penuntut Umum, serta Penasehat Hukum, saya juga ucapkan terima kasih.
 
 
Jakarta, 13 Desember 2016
Hormat saya,
 
 
 
 
Basuki Tjahaja Purnama

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.