Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Minggu, 14 Mei 2017

Pernyataan sikap komisi KKP - KWI


PERNYATAAN SIKAP KOMISI KEADILAN DAN PERDAMAIAN
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KKP KWI)

Jln. CIkini 2 No. 10
Jakarta Pusat

—————————————————————————————————
MERAWAT KEBINEKAAN, MENYELAMATKAN NKRI
Akhir-akhir ini kehidupan berbangsa kita sedang terkoyak dengan munculnya isu-isu radikalisme, sektarianisme dan kepentingan politik jangka pendek. Masyarakat yang masih belajar hidup berdemokrasi dengan mudah digiring masuk dalam sekat-sekat agama, etnis, dan aliran politik yang berbeda-beda. Relasi sosial terpecah, kebersamaan sebagai sesama warga bangsa renggang, gelombang demonstrasi dan gejolak sosial datang silih berganti. Belakangan energi bangsa ini terkuras habis untuk menyatukan dan menguatkan semangat keindonesiaan yang dari hari ke hari kian pudar. Berbagai kekawatiran akan masa depan Pancasila, kebinekaan dan NKRI kian membesar dan kegelisahan massal terasa di seantero negeri ini. Dengan memperhatikan situasi yang amat memprihatinkan tersebut, maka Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KKP KWI) menyatakan sikap sebagai berikut:
1. Mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menengok sejarah dan belajar hidup berbangsa dengan para pendiri bangsa ini. Bangsa Indonesia diperjuangkan dan didirikan oleh tetesan darah dan pengorbanan jiwa para pahlawan dari berbagai agama, suku dan bahasa. Mereka menanggalkan berbagai perbedaan, apalagi egoisme kelompok demi membela dan merebut bumi pertiwi dari tangan para penjajah. Mereka tetap hidup sesuai dengan agama, suku dan bahasanya tetapi mereka juga menghargai dan menghormati agama, suku dan bahasa lain yang ada diluar mereka. Bangsa ini didirikan tidak untuk satu agama dan suku tertentu maka sudah selayaknya semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama di negeri ini.

2. Mengutuk segala bentuk politisasi agama. Dinamika politik yang terjadi cenderung menggunakan agama sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik jangka pendek. Keagungan agama sebagai sumber kedamaian dan ketentraman, inspirasi dan pencerahan dalam hidup telah tereduksi sebagai pengumpul suara dan legitimasi kekuasaan. Bahkan dengan kian menguatnya politik identitas, agama telah menjadi pemisah dalam masyarakat. Politisasi agama telah merusak agama sebagai ranah yang suci, baik, adil dan damai. Agama harusnya dapat memurnikan dunia politik dan tidak sebaliknya justru membuat politik tampak kotor dan kurang beradab.

3. Mendesak kepada pemerintah untuk bertindak tegas terhadap semua pihak yang ditengarai akan merongrong Pancasila, kebinekaan, UUD 1945 dan memecah belah masyarakat dengan berbagai isu. Pemerintah tidak boleh takut, apalagi kalah dengan kelompok-kelompok yang membawa ideologi, ajaran, dan doktrin yang bertujuan untuk menghancurkan bangsa ini. Kelompok ini dari waktu ke waktu kian berani tampil dan menggunakan ruang publik untuk menunjukkan identitas dan menyebarkan ideologi mereka. Pemerintah harus tegas, independen dan berani pasang badan untuk menghalau kekuatan-kekuatan tersebut yang telah mulai masuk ke berbagai lapisan masyarakat.

4. Berharap kepada para penegak hukum agar mereka benar-benar menjaga independensi dan tidak terpengaruh dengan berbagai tekanan dalam memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Keadilan bukan buah tekanan apalagi pesanan tetapi merupakan hak bagi semua warga negara, oleh karena itu para penegak hukum seperti polisi, hakim dan jaksa harus benar-benar berdiri di atas semua agama, suku, dan golongan. Penegak hukum yang tidak tahan tekanan hanya akan melahirkan ketidakadilan dan ketidakadilan akan melahirkan penderitaan bagi masyarakat dan tidak stabilnya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demikianlah pernyataan sikap ini kami buat sebagai bentuk cinta kami terhadap bangsa Indonesia.


Jakarta, 13 Mei 2017

Romo PC. Siswantoko ( 081584760039)
Sekretaris Eksekutif Komisi Keadilan dan Perdamaian Konferensi Waligereja Indonesia (KKP KWI)

====================
sumber

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Rabu, 03 Mei 2017

TUJUH GODAAN BAGI KAUM RELIGIUS

‎Judul lengkapnya:

PESAN PAUS FRANSISKUS KEPADA PARA KLERUS, PELAKU HIDUP BAKTI DAN SEMINARIS PADA SAAT KUNJUNGAN PASTORALNYA KE MESIR (KAIRO, 29 April 2017) : TUJUH GODAAN BAGI KAUM RELIGIUS

Yang Berbahagia,
Saudara dan saudari terkasih,

Assalamu'alaikum! Damai selalu besertamu!

"Inilah hari yang telah dijadikan Tuhan, marilah kita bersukacita karena Dia! Kristus selamanya menang atas kematian, marilah kita bersukacita di dalam Dia!"

Saya senang berada bersama kalian di rumah pembentukan untuk para imam ini, yang merupakan jantung Gereja Katolik di Mesir. Saya senang menyambut kalian, para imam dan para pelaku hidup bakti dari kawanan kecil umat Katolik di Mesir, sebagai "ragi" yang sedang dipersiapkan Allah untuk negeri yang terberkati ini, sehingga, bersama dengan saudara dan saudari Ortodoks kita, Kerajaan-Nya dapat meningkat di tempat ini (bdk. Mat 13:13).

Saya pertama-tama ingin mengucapkan terima kasih atas kesaksian kalian dan atas kebaikan yang kalian lakukan setiap hari di tengah banyak tantangan dan seringkali sedikit penghiburan. Saya ingin mendorong kalian! Jangan takut dengan beban pelayanan harian kalian dan keadaan yang sulit yang harus dihadapi beberapa orang dari kalian. Kita memuliakan Salib Suci, alat dan tanda keselamatan kita. Ketika kita melarikan diri dari Salib, kita melarikan diri dari kebangkitan!

Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu" (Luk 12:32).

"Hal ini, kemudian, menuntut untuk percaya, memberi kesaksian terhadap kebenaran, menabur dan membudidayakan tanpa menunggu panen. Sebenarnya, kita menuai hasil dari begitu banyak orang lain, entah yang menjalani hidup bakti atau tidak, yang telah bekerja dengan murah hati di kebun anggur Tuhan. Sejarah kalian dipenuhi dengan orang-orang seperti itu!

Meskipun ada banyak alasan untuk berkecil hati, di tengah banyak nabi penghancuran dan penghukuman, dan begitu banyak suara negatif dan putus asa, semoga kalian menjadi kekuatan yang positif, garam dan terang bagi masyarakat ini. Seperti mesin kereta api, semoga kalian menjadi gaya yang menggerakkan yang menuntun semua orang menuju tempat tujuan mereka. Semoga kalian menjadi para penabur pengharapan, para pembangun jembatan dan para perantara dialog dan keselarasan.

Hal ini mungkin terjadi jika para pelaku hidup bakti tidak menyerah pada godaan yang mereka hadapi setiap hari. Saya ingin menyoroti beberapa godaan terbesar ini. [...]

1. Godaan membiarkan diri kita dipimpin, bukan memimpin. Gembala yang Baik memiliki tanggung jawab untuk membimbing domba-domba (bdk. Yoh 10:3-4), membawa mereka ke padang rumput yang segar dan sumber air yang mengalir (bdk..Mzm 23). Ia tidak bisa membiarkan dirinya terseret oleh kekecewaan dan pesimisme : "Apa yang bisa aku lakukan?" Ia selalu penuh dengan prakarsa dan daya cipta, seperti sebuah mata air yang mengalir bahkan di tengah kekeringan. Ia selalu berbagi belaian penghiburan bahkan saat ia patah hati. Ia adalah seorang ayah ketika anak-anaknya menunjukkan rasa syukur kepadanya, tetapi terutama jika mereka terbukti tidak bersyukur (bdk. Luk 15:11-32). Kesetiaan kita kepada Tuhan tidak boleh bergantung pada rasa syukur manusiawi : "Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu" (Mat 6:4,6,18).

2. Godaan terus-menerus mengeluh. Mudah sekali selalu mengeluh tentang orang lain, tentang kekurangan atasan, tentang keadaan Gereja dan masyarakat, tentang tidak adanya kemungkinan ... Tetapi para pelaku hidup bakti, kendati pengurapan Roh Kudus, adalah orang-orang yang mengubah setiap hambatan menjadi sebuah kesempatan, dan bukannya setiap kesulitan menjadi alasan! Orang yang selalu mengeluh sebenarnya adalah seseorang yang tidak mau bekerja. Karena alasan inilah Tuhan berkata kepada para gembala : "Kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah" (Ibr 12:12; bdk. 35:3).

3. Godaan bergunjing dan rasa dengki. Ini adalah bahaya yang besar ketika para pelaku hidup bakti, alih-alih membantu anak-anak kecil bertumbuh dan bersukacita atas keberhasilan saudara dan saudari mereka, membiarkan diri mereka dikuasai oleh rasa dengki dan menyakiti orang lain melalui pergunjingan. Bila, alih-alih berjuang untuk bertumbuh, mereka mulai menghancurkan orang-orang yang sedang bertumbuh; bukannya mengikuti teladan mereka yang baik, mereka menghakimi orang-orang tersebut dan meremehkan nilai orang-orang tersebut. Rasa dengki adalah kanker yang menghancurkan tubuh dalam waktu yang singkat : "Kalau suatu kerajaan terpecah-pecah, kerajaan itu tidak dapat bertahan, dan jika suatu rumah tangga terpecah-pecah, rumah tangga itu tidak dapat bertahan" (Mrk 3:24-25). Sesungguhnya, "karena dengki setan maka maut masuk ke dunia" (Keb 2:24). Pergunjingan adalah sarana dan senjatanya.

4. Godaan membandingkan diri kita dengan orang lain. Pengayaan ditemukan dalam keragaman dan keunikan kita masing-masing. Membandingkan diri kita lebih baik daripada orang-orang sering menyebabkan iri hati; membandingkan diri kita lebih buruk daripada orang-orang sering menyebabkan keangkuhan dan kemalasan. Mereka yang selalu membandingkan diri mereka dengan orang lain akhirnya melumpuhkan. Semoga kita belajar dari Santo Petrus dan Paulus untuk mengalami keragaman mutu, karisma dan pendapat melalui kemauan untuk mendengarkan dan taat kepada Roh Kudus.

5. Godaan menjadi seperti Firaun, yaitu mengeraskan hati kita serta menutupnya terhadap Tuhan dan saudara dan saudari kita. Di sinilah godaannya adalah berpikir bahwa kita lebih baik daripada orang lain, dan menguasai mereka karena keangkuhan; menyalahgunakan untuk dilayani bukan melayani. Godaan itu, sejak sangat permulaan, hadir di antara para murid, yang - seperti yang dikatakan Injil - "di tengah jalan mereka mempertengkarkan siapa yang terbesar di antara mereka" (Mrk 9:34). Penangkal terhadap racun ini adalah : "Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya" (Mrk 9:35).

6. Godaan terhadap individualisme. Seperti yang dikatakan oleh pepatah orang Mesir yang terkenal : "Aku, dan setelah aku, air bah!" Inilah godaan orang-orang yang egois : di sepanjang jalan, mereka kehilangan pandangan akan tujuan dan, daripada memikirkan orang lain, mereka tidak malu-malu hanya memikirkan diri mereka sendiri, atau bahkan lebih buruk lagi, membenarkan diri mereka sendiri. Gereja adalah komunitas umat beriman, Tubuh Kristus, di mana keselamatan satu anggota dikaitkan dengan kekudusan semua anggota (bdk. 1 Kor 12:12-27; Lumen Gentium, 7). Seorang individualis adalah penyebab skandal dan perseteruan.

7. Godaan terus berjalan tanpa arah atau tujuan. Para pelaku hidup bakti dapat kehilangan jatidiri mereka dan mulai menjadi "bukan ikan maupun unggas". Mereka bisa hidup dengan hati di antara Allah dan keduniawian. Mereka bisa melupakan kasih pertama mereka (bdk. Wahyu 2:4). Memang, ketika mereka kehilangan jatidiri yang jelas dan padu, para pelaku hidup bakti akhirnya berjalan tanpa tujuan; alih-alih menuntun orang lain, mereka menceraiberaikan orang lain tersebut. Jatidiri kalian sebagai putra dan putri Gereja adalah orang-orang Koptik - yang berakar pada asal-usul kalian yang mulia dan kuno - dan menjadi orang-orang Katolik - bagian dari Gereja sejagat dan satu, seperti sebuah pohon, yang semakin dalam berakar di bumi, semakin tinggi sampai ke langit!

Sahabat-sahabat para pelaku hidup bakti yang terkasih, menolak godaan-godaan ini tidaklah mudah, tetapi mungkin saja jika kita tercangkok pada Yesus : "Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di dalam Aku" (Yoh 15:4). Semakin kita berakar pada Kristus, semakin kita hidup dan berbuah! Dengan cara ini sajalah kita bisa melestarikan keajaiban dan semangat perjumpaan pertama kita dengan Allah, dan mengalami kegembiraan dan rasa syukur yang diperbarui dalam kehidupan kita dengan Allah dan dalam perutusan kita. Mutu pengabdian kita bergantung pada mutu kehidupan rohani kita.

Mesir telah memperkaya Gereja melalui nilai kehidupan monastik yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu, saya mendesak kalian untuk berpegang pada teladan Santo Paulus si Pertapa, Santo Antonius, Bapa Gurun Suci, dan para biarawan dan biarawati yang tak terhitung jumlahnya yang dengan kehidupan dan keteladanan mereka membuka gerbang surga bagi begitu banyak saudara dan saudari kita. Kalian juga bisa menjadi garam dan terang, dan dengan demikian merupakan sebuah kesempatan keselamatan bagi diri kalian sendiri dan bagi semua orang lain, orang-orang beriman dan orang-orang yang tidak beriman, dan terutama bagi mereka yang miskin, mereka yang membutuhkan, ditinggalkan dan terlantar.

Semoga Keluarga Kudus melindungi dan memberkati kalian semua, negara kalian dan seluruh rakyatnya. Dengan dengan sepenuh hati, saya memohonkan berkat Tuhan kepada kalian, dan melalui kalian, saya menyapa umat beriman yang telah dipercayakan Tuhan kepada pemeliharaan kalian. Semoga Ia menganugerahi kalian buah-buah Roh Kudus-Nya : "kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan" (Gal 5:22).

Kalian selalu berada dalam hati dan dalam doa saya. Teguhkan hati dan teruslah berjalan maju dengan bantuan Roh Kudus! "Inilah hari yang telah dijadikan Tuhan, marilah kita bersukacita di dalam Dia!" Dan tolong, jangan lupa mendoakan saya!
____

(Peter Suriadi - Bogor, 29 April 2017)

Sumber:

(http://katekesekatolik.blogspot.co.id/2017/04/pesan-paus-fransiskus-kepada-para.html

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

DEKLARASI BERSAMA PAUS FRANSISKUS DAN PAUS TAWADROS II

1. Kami, Fransiskus, Uskup Roma dan Paus Gereja Katolik, dan Tawadros II, Paus Alexandria dan Patriark Takhta Santo Markus, bersyukur kepada Allah dalam Roh Kudus karena telah menganugerahkan kami kesempatan yang penuh sukacita untuk bertemu sekali lagi, untuk menukar pelukan persaudaraan dan untuk bergabung kembali dalam doa bersama. Kami memuliakan Yang Maha Kuasa karena ikatan persaudaraan dan persahabatan yang ada di antara Takhta Santo Petrus dan Takhta Santo Markus. Keistimewaan bersama-sama di sini di Mesir adalah tanda bahwa keeratan hubungan kita sedang meningkat dari tahun ke tahun, dan bahwa kita sedang bertumbuh dalam kedekatan, iman dan kasih akan Kristus, Tuhan kita. Kita bersyukur kepada Allah atas Mesir yang tercinta ini, "tanah air yang hidup di dalam diri kita", sebagaimana biasanya dikatakan oleh Bapa Suci Paus Shenouda III, "bangsa yang diberkati oleh Allah" (bdk. 19:25) dengan peradaban kuno Firaun, warisan Yunani dan Romawi, tradisi Koptik dan kehadiran Islaminya. Mesir adalah tempat di mana Keluarga Kudus menemukan tempat berlindung, tanah para martir dan orang-orang kudus.

2. Ikatan persahabatan dan persaudaraan kita yang dalam telah berasal dari persekutuan penuh yang ada di antara Gereja-gereja kami di abad-abad pertama dan terungkap dengan berbagai cara melalui Konsili-konsili Ekumenis awal, yang berasal dari Konsili Nicea pada tahun 325 dan sumbangsih Bapa Gereja Santo Atanasius yang pemberani, yang mendapatkan gelar "Pelindung Iman". Persekutuan kita terungkap melalui doa dan praktek-praktek liturgis yang serupa, penghormatan terhadap para martir dan para kudus yang sama, serta dalam perkembangan dan penyebaran monastisitas, mengikuti teladan Santo Antonius agung, yang dikenal sebagai Bapa semua biarawan.

Pengalaman bersama persekutuan sebelum masa perpecahan ini memiliki arti penting dalam upaya-upaya kita untuk memulihkan persekutuan penuh hari ini. Sebagian besar hubungan yang ada di abad-abad awal antara Gereja Katolik dan Gereja Ortodoks Koptik terus berlanjut sampai sekarang meskipun ada berbagai perpecahan, dan baru-baru ini telah digairahkan kembali. Mereka menantang kita untuk menggiatkan upaya-upaya bersama kita untuk bertekun dalam mengusahakan kesatuan yang kasat mata dalam keberagaman, di bawah bimbingan Roh Kudus.

3. Kita mengingat dengan rasa syukur pertemuan bersejarah empat puluh empat tahun yang lalu antara para pendahulu kita, Paus Paulus VI dan Paus Shenouda III, dalam pelukan perdamaian dan persaudaraan, setelah berabad-abad lamanya ikatan kasih timbal balik kita tidak dapat menemukan ungkapannya karena jarak yang telah muncul di antara kita. Deklarasi Bersama yang mereka tandatangani pada tanggal 10 Mei 1973 merupakan tonggak sejarah di jalan ekumenisme, dan berfungsi sebagai titik awal bagi Komisi untuk Dialog Teologis antara kedua Gereja kita, yang telah menghasilkan banyak buah dan membuka jalan menuju dialog yang lebih luas antara Gereja Katolik dan seluruh keluarga Gereja-gereja Orthodok Timur. Dalam Deklarasi tersebut, Gereja-Gereja kita mengakui bahwa, sejalan dengan tradisi apostolik, mereka mengakui "satu iman kepada Allah Tritunggal yang satu" dan "keilahian Putra Tunggal Allah ... Allah yang sempurna sehubungan dengan keilahian-Nya, manusia yang sempurna sehubungan dengan kemanusiaan-Nya". Juga mengakui bahwa "kehidupan ilahi diberikan kepada kita dan dipupuk di dalam kita melalui tujuh sakramen" dan bahwa "kita menghormati Perawan Maria, Bunda Sang Terang Sejati", "Theotokos" (Bunda Allah).

4. Dengan rasa syukur yang mendalam, kita mengingat pertemuan persaudaraan kita sendiri di Roma pada tanggal 10 Mei 2013, dan penetapan tanggal 10 Mei sebagai hari ketika setiap tahun kita memperdalam persahabatan dan persaudaraan di antara Gereja-gereja kita. Semangat kedekatan yang diperbarui ini telah memungkinkan kita untuk sekali lagi melihat bahwa ikatan yang mempersatukan kita diterima dari Tuhan kita yang satu pada hari Pembaptisan kita. Karena melalui Baptisanlah kita menjadi anggota-anggota Tubuh Kristus yang satu yaitu Gereja (bdk. 1Kor 12:13). Warisan bersama ini adalah dasar peziarahan kita bersama menuju persekutuan penuh, saat kita tumbuh dalam kasih dan pendamaian.

5. Kami menyadari bahwa kami masih harus terus melakukan peziarahan ini, namun kami ingat berapa banyak yang telah dicapai. Secara khusus, kita mengingat pertemuan antara Paus Shenouda III dan Santo Yohanes Paulus II, yang datang sebagai seorang peziarah ke Mesir selama Yubileum Agung tahun 2000. Kita bertekad untuk mengikuti jejak mereka, yang digerakkan oleh kasih Kristus Sang Gembala yang baik, dengan keyakinan yang mendalam bahwa dengan berjalan bersama, kita bertumbuh dalam kesatuan. Semoga kita menarik kekuatan kita dari Allah, sumber persekutuan dan kasih yang sempurna.

6. Kasih ini menemukan ungkapannya yang terdalam dalam doa bersama. Ketika umat kristiani berdoa bersama, mereka menyadari bahwa apa yang mempersatukan mereka jauh lebih besar daripada apa yang memecah belah mereka. Kerinduan kita akan kesatuan menerima ilhamnya dari doa Kristus "supaya mereka semua menjadi satu" (Yoh 17:21). Marilah kita memperdalam akar-akar bersama kita dalam iman apostolik yang satu dengan berdoa bersama dan dengan mengusahakan terjemahan-terjemahan bersama Doa Bapa Kami dan sebuah tanggal bersama untuk perayaan Paskah.

7. Seiring perjalanan kita menuju hari yang penuh berkat ketika kita akhirnya berkumpul di meja Ekaristi yang sama, kita dapat bekerja sama di berbagai wilayah dan menunjukkan dengan nyata kekayaan besar yang telah mempersatukan kita. Kita dapat memberi kesaksian bersama terhadap nilai-nilai dasariah seperti kekudusan dan martabat kehidupan manusia, kesucian perkawinan dan keluarga, dan penghormatan terhadap semua ciptaan, yang dipercayakan kepada kita oleh Allah. Dalam menghadapi banyak tantangan masa kini seperti sekularisasi dan globalisasi ketidakpedulian, kita dipanggil untuk menawarkan tanggapan bersama berdasarkan nilai-nilai Injil dan khazanah tradisi kita masing-masing. Dalam hal ini, kita terdorong untuk terlibat dalam studi yang lebih dalam tentang para Bapa Latin dan Timur, dan menggalakkan pertukaran yang bermanfaat dalam kehidupan pastoral, terutama dalam katekese, dan dalam pengayaan rohani timbal balik antara jemaat monastik dan jemaat religius.

8. Kesaksian kristiani bersama kita adalah tanda pendamaian dan pengharapan yang penuh rahmat bagi masyarakat Mesir dan lembaga-lembaganya, sebuah benih yang ditanam untuk menghasilkan buah dalam keadilan dan perdamaian. Karena kita percaya bahwa semua manusia diciptakan menurut citra Allah, kita mengusahakan ketenangan dan kerukunan melalui hidup berdampingan yang penuh kedamaian di antara umat kristiani dan umat Muslim, sehingga memberi kesaksian akan kehendak Allah untuk kesatuan dan keselarasan seluruh keluarga manusia dan martabat yang sama dari setiap manusia. Kita ikut memberi perhatian untuk kesejahteraan dan masa depan Mesir. Seluruh anggota masyarakat memiliki hak dan kewajiban untuk ambil bagian secara penuh dalam kehidupan bernegara, menikmati kewarganegaraan yang penuh dan setara serta bekerjasama membangun negara mereka. Kebebasan beragama, termasuk kebebasan hati nurani, yang berakar pada martabat pribadi, merupakan batu penjuru semua kebebasan lainnya. Itu adalah hak yang suci dan tidak dapat diganggu gugat.

9. Marilah kita menggiatkan doa kita yang tak henti-hentinya untuk semua umat kristiani di Mesir dan di seluruh dunia, serta terutama di Timur Tengah. Pengalaman-pengalaman tragis dan darah yang ditumpahkan oleh orang-orang beriman kita yang teraniaya dan dibunuh karena alasan tunggal menjadi umat kristiani, mengingatkan kita semua bahwa ekumenisme kemartiran mempersatukan kita dan mendorong kita menuju perdamaian dan pendamaian. Sebab, seperti yang ditulis oleh Santo Paulus : "Karena itu jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita" (1 Kor 12:26).

10. Misteri Yesus yang wafat dan bangkit demi kasih terletak pada inti perjalanan kita menuju kesatuan penuh. Sekali lagi, para martir adalah para pemandu kita. Dalam Gereja perdana, darah para martir adalah benih umat kristiani yang baru. Begitu juga di zaman kita sendiri, semoga darah begitu banyak martir menjadi benih kesatuan di antara semua murid Kristus, sebuah tanda dan alat persekutuan dan perdamaian bagi dunia.

11. Dalam ketaatan pada karya Roh Kudus, yang menguduskan Gereja, menjaganya selama berabad-abad, dan menuntunnya kepada kesatuan penuh - kesatuan yang didoakan Yesus Kristus itu :

Hari ini kami, Paus Fransiskus dan Paus Tawadros II, untuk menyenangkan hati Tuhan Yesus, dan juga hati putra dan putri kita dalam iman, secara timbal balik menyatakan bahwa kita, dengan pikiran dan hati yang satu, akan berusaha dengan tulus untuk tidak mengulangi baptisan yang telah diberikan di salah satu Gereja kita untuk setiap orang yang ingin bergabung dengan Gereja lainnya. Hal ini kita akui dalam ketaatan kepada Kitab Suci dan iman tiga Konsili Ekumenis yang diadakan di Nicea, Konstantinopel dan Efesus.

Kita meminta Allah Bapa kita untuk membimbing kita, dalam masa-masa dan dengan cara yang akan dipilih Roh Kudus, untuk kesatuan penuh dalam tubuh mistik Kristus.

12. Marilah kita, kemudian, dibimbing oleh ajaran-ajaran dan teladan Rasul Paulus, yang menulis : "Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera : satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua" (Ef 4:3-6).

Kairo, 28 April 2017

Paus Fransiskus
Paus Tawadros II

________

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dan dipublikasikan pada blog :http://katekesekatolik.blogspot.co.id/2017/04/deklarasi-bersama-paus-fransiskus-dan.html)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Jumat, 28 April 2017

SERUAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG CERAMAH DI RUMAH IBADAH

Mengingat keberagaman di Indonesia adalah berkah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang patut disyukuri, maka menjaga dan merawat persatuan bangsa Indonesia yang beragam ini merupakan keniscayaan.

Menimbang bahwa kehidupan masyarakat yang stabil serta terwujudnya kedamaian dan kerukunan umat beragama adalah prasyarat keberlangsungan kehidupan bersama dan keberlangsungan pembangunan menuju Indonesia yang sejahtera dan bermartabat. Dalam pemenuhan prasayarat dimaksud, penceramah agama dan rumah ibadah memegang peranan sangat penting.

Dalam rangka menjaga persatuan dan meningkatkan produktivitas bangsa, merawat kerukunan umat beragama, dan memelihara kesucian tempat ibadah, Menteri Agama menyampaikan seruan agar ceramah agama di rumah ibadah hendaknya memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. Disampaikan oleh penceramah yang memiliki pemahaman dan komitmen pada tujuan utama diturunkannya agama, yakni melindungi harkat dan martabat kemanusiaan, serta menjaga kelangsungan hidup dan peradamaian umat manusia.

2. Disampaikan berdasarkan pengetahuan keagamaan yang memadai dan bersumber dari ajaran pokok agama.

3. Disampaikan dalam kalimat yang baik dan santun dalam ukuran kepatutan dan kepantasan, terbebas dari umpatan, makian, maupun ujaran kebencian yang dilarang oleh agama mana pun

4. Bernuansa mendidik dan berisi materi pencerahan yang meliputi pencerahan spiritual, intelektual, emosional, dan multikultural. Materi diutamakan berupa nasihat, motivasi dan pengetahuan yang mengarah kepada kebaikan, peningkatan kapasitas diri, pemberdayaan umat, penyempurnaan akhlak, peningkatan kualitas ibadah, pelestarian lingkungan, persatuan bangsa, serta kesejahteraan dan keadilan sosial

5. Materi yang disampaikan tidak bertentangan dengan empat konsensus Bangsa Indonesia, yaitu: Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

6. Materi yang disampaikan tidak mempertentangkan unsur SARA (suku, agama, ras, antargolongan) yang dapat menimbulkan konflik, mengganggu kerukunan ataupun merusak ikatan bangsa.

7. Materi yang disampaikan tidak bermuatan penghinaan, penodaan, dan/atau pelecehan terhadap pandangan, keyakinan dan praktek ibadah antar/dalam umat beragama, serta tidak mengandung provokasi untuk melakukan tindakan diskriminatif, intimidatif, anarkis, dan destruktif.

8. Materi yang disampaikan tidak bermuatan kampanye politik praktis dan/atau promosi bisnis.

9. Tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku terkait dengan penyiaran keagamaan dan penggunaan rumah ibadah.

Demikian seruan ini agar diperhatikan, dimengerti, dan diindahkan oleh para penceramah agama, pengelola rumah ibadah, dan segenap masyarakat umat beragama di Indonesia.


Jakarta, 28 April 2017
MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA

ttd

LUKMAN HAKIM SAIFUDDIN‎
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Sabtu, 18 Februari 2017

Tiga Pesan Bunda Maria Pada Penampakan di Fatima, 1917

Pesan-pesan Bunda Maria dalam penampakan di Fatima selama bulan Mei sampai Oktober 1917 terbagi menjadi tiga bagian. Pesan pertama dan kedua menggambarkan penglihatan tentang neraka, devosi kepada Hati Maria yang tak bernoda, tentang Perang Dunia kedua, dan prediksi tentang kerusakan yang dapat diperbuat oleh Rusia kepada umat manusia dengan penolakan terhadap iman Kristiani dan penerapan totalitarianisme- komunisme.

Pesan pertama dan kedua ini telah dituliskan terlebih dahulu 31 Agustus 1941, dan dipublikasikan terlebih dahulu sebelum pesan yang ketiga. Sedangkan pesan ketiga yang dituliskan oleh Sr. Lucia tanggal 3 Januari 1944 atas perintah Uskup Leiria. Pesan/ rahasia ketiga ini dibawa ke hadapan Paus Yohanes XXIII pada tahun 1959, namun beliau memutuskan untuk tidak menyatakan secara publik, demikian juga Paus Paulus VI.

Namun Paus Yohanes Paulus II,setelah percobaan pembunuhan dirinya pada tanggal 13 Mei 1981 gagal, kemudian memutuskan untuk memberitahukan pesan itu secara publik, yang dikenal sebagai "The third secret of Fatima".  Teks pesan ketiga Fatima baru dipublikasikan tgl 26 Juni 2000, (setelah diumumkan oleh Kardinal Angelo Sedano atas nama Bapa Paus, bahwa pesan ketiga tersebut akan diumumkan dalam waktu dekat. Pengumuman ini diadakan tanggal 13 Mei 2000, pada hari beatifikasi Francisco dan Jacinta Marto).

Tanggal 7 Juni 1981, Paus Yohanes Paulus, pada perayaan Pentakosta, mendoakan dan meng-konsekrasikan dunia kepada hati Bunda Maria yang tak bernoda, yang disebutkan sebagai "Act of Entrustment", memohon agar Bunda Maria menjaga dan mendoakan para umat beriman dan dunia.

Maka pesan/ rahasia ketiga yang disampaikan di sini berkaitan dengan perkataan Bunda Maria, yang memperingatkan akan apa yang terjadi jika manusia tidak bertobat dan mengindahkan pesan Bunda Maria, maka Rusia akan menyebarkan faham sesatnya tentang Komunisme. Sr. Lucia mengatakan bahwa akan terjadi penghukuman yang disebabkan oleh manusia sendiri yang terus hidup dalam dosa, kebencian, balas dendam, ketidak- adilan, pelanggaran hak-hak manusia, pemerosotan moral dan kekerasan, dst.

Maka Paus Yohanes Paulus II memutuskan untuk mempublikasikan pesan ketiga ini. Ia sendiri meng-konsekrasikan/ menyerahkan Rusia dan dunia kepada doa-doa Bunda Maria pada tahun 1981. Selanjutnya, kita ketahui pada tahun 1989 tembok Berlin dirubuhkan dan tumbanglah komunisme di Rusia.
(WA dari Rm Medy)
Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Selasa, 07 Februari 2017

ETIKA POLITIK KATOLIK (Mgr. Ignatius Suharyo)

"Tuhan kita adalah Tuhan yang menyelamatkan dengan tinggal dan berjuang dalam suka duka hidup kita, begitu pula kita mengikuti Dia bukan dengan menjauh, tetapi dengan berjuang dalam suka-duka kondisi politik kita dewasa ini."_ (Mgr. Ignatius Suharyo)

Kalau ditanya, apa sumbangan hierarki bagi orang Katolik yang terjun dalam bidang politik? Jawabannya, memberikan etika politik yang sesuai dengan *_AJARAN SOSIAL GEREJA._* Nota Pastoral Konferensi Waligereja Indonesia bulan November tahun 2003 membahas keadilan sosial bagi semua dari segi politik dengan mempertimbangkan kenyataan sosial-politik di Indonesia. KWI menyampaikan beberapa prinsip etika politik sebagai berikut:

1. *HORMAT TERHADAP MARTABAT MANUSIA*
Prinsip ini menegaskan bahwa manusia mempunyai nilai dalam dirinya sendiri dan tak pernah boleh diperalat. Bukankah manusia diciptakan menurut citra Allah, diperbarui oleh Yesus Kristus yang dengan karya penebusan-Nya mengangkat manusia menjadi anak Allah? Istilah SDM (Sumber Daya manusia) yang sering digunakan tidak boleh mengabaikan kebenaran bahwa nilai manusia tak hanya terletak dalam kegunaannya. Martabat manusia Indonesia harus dihargai sepenuhnya dan tak boleh diperalat untuk tujuan apapun, termasuk tujuan politik.

2. *KEBEBASAN*

Keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup memberikan kepada setiap orang atau pihak lain apa yang merupakan haknya. Dewasa ini, perjuangan untuk memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi semakin mendesak untuk dikedepankan, demikian juga perjuangan untuk melaksanakan fungsi sosial modal bagi kesejahteraan bersama. Mendesak juga penggunaan modal untuk pengembangan sektor ekonomi riil, sambil menemukan cara-cara ajar judi ekonomi dalam bentuk spekulasi keuangan dikontrol untuk mendukung bertumbuh dan berkembangnya wirausaha-wirausaha kecil dan menengah, menciptakan lembaga dan hukum-hukum yang adil. Yang tidak kalah mendesak adalah penegakan hukum.

3. *SOLIDARITAS*
Menjalankan prinsip subsidiaritas berarti menghargai kemampuan setiap manusia, baik pribadi maupun kelompok untuk mengutamakan usahanya sendiri, sementara pihak yang lebih kuat siap membantu seperlunya. Apabila kelompok yang lebih kecil dengan kemampuan dan sarana yang dimiliki bisa menyelesaikan masalah yang dihadapi, kelompok yang lebih besar atau pemerintah/negara tidak perlu campur tangan. Dalam keadaan kita sekarang, hubungan subsidier berarti menciptakan relasi baru antara pusat dan daerah dalam hal pembagian tanggung jawab dan wewenang, hubungan kemitraan dan kesetaraan antara pemerintah, organisasi-organisasi sosial dan warga negara, kerja sama serasi antara pemerintah dan swasta. Kecenderungan etatisme yang menonjol dalam Rencana Undang-Undang yang disebarkan di masyarakat dan Undang-Undang yang disahkan oleh DPR RI akhir-akhir ini berlawanan dengan prinsip subsidiaritas ini.

4. *FAIRNESS*
Dalam sistem demokrasi, kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat. Demokrasi sebagai sistem tidak hanya menyangkut hidup kenegaraan, melainkan juga hidup ekonomi, sosial, dan kultural. Dalam arti itu, demokrasi dimengerti sebagai cara-cara pengorganisasian kehidupan bersama yang paling mencerminkan kehendak umum dengan tekanan pada peran serta, perwakilan, dan tanggung jawab. Demokrasi tidak dengan sendirinya menghasilkan apa yang diharapkan. Di Indonesia, salah satu badan yang paling terlibat dalam pelaksanaan demokrasi ialah DPR RI dan DPRD. Sesudah Pemilihan Umum 2004, muncul lembaga baru, yaitu DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Ternyata lembaga-lembaga itu kurang berfungsi dalam mewakili kepentingan masyarakat luas, bahkan dalam banyak hal justru menghambat tercapainya tujuan demokrasi. Dalam masyarakat kita, tampak kecenderungan meminggirkan kelompok-kelompok minoritas dengan alasan-alasan yang kurang terpuji. Keputusan yang menyangkut semua warga negara diambil sekedar atas suara mayoritas, dengan mengabaikan pertimbangan-pertimbangan yang mendasar, matang, dan berjangka panjang.

5. *TANGGUNG JAWAB*
Singkatnya, konsep politik menurut ajaran Gereja Katolik itu lugas dan sederhana, hanya 2 kata, yaitu "kesejahteraan umum" (common good, atau bahasa Latin-nya bonum commune). Politik menurut Gereja Katolik adalah memperjuangkan terwujudnya kesejahteraan bersama itu.

Melihat situasi sekarang ini, banyak orang Katolik lalu justru menjauh dan tidak mau terlibat. Padahal, panggilan Kristiani adalah persis terjun ke dalam kondisi carut-marut ini dan memperjuangkan sekuat tenaga agenda kesejahteraan umum itu. Tuhan kita adalah Tuhan yang menyelamatkan dengan tinggal dan berjuang dalam suka duka hidup kita, begitu pula kita mengikuti Dia bukan dengan menjauh, tetapi dengan berjuang dalam suka-duka kondisi politik kita dewasa ini.

Sumber:
The Catholic Way: Kekatolikan dan Keindonesiaan Kita
oleh Ign. Suharyo
halaman 61-68

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Sabtu, 28 Januari 2017

Menuju Inkulturasi Misa Imlek

oleh: P. Agustinus Lie, CDD *
 
 
1. PENGANTAR
 
Sebelum Konsili Vatikan II, istilah inkulturasi belum dikenal dalam lingkup Gereja. Meskipun demikian, sejak awal kekristenan inkulturasi sudah dijalankan oleh Gereja. Kotbah Santo Paulus kepada orang Yunani di Aeropagus di Atena (Kis 17:22-33) merupakan salah satu usaha inkulturasi. Meskipun akhirnya dia ditertawakan dan ditolak karena mulai masuk ke dalam inti iman: kebangkitan orang mati. Namun usaha inkulturasi tidak berhenti di sini.
 
Dari lingkungan Yahudi, Gereja lambat laun bergeser masuk ke dalam lingkungan Greco-Romawi dan memakai kebudayaan ini seiring dengan ekspansi Kerajaan Romawi. Melalui usaha St. Sirilus dan Metodius, Gereja abad IX berkenalan dan masuk ke dalam budaya Slavia dengan meninggalkan gaya Greco-Romano. Sayangnya, sesudah itu gerakan Gereja yang dinamis seakan-akan menjadi agak kaku, teristimewa setelah Konsili Trente (1545-1563), karena pelbagai latar belakang, terutama yang mengancam kesatuan Gereja.
 
Penemuan daerah baru melalui penjelajahan di Amerika dan Asia membuka kesempatan baru bagi Gereja untuk mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa di Amerika dan Asia. Secara khusus, pewartaan Injil di Asia mengalami pergulatan besar, karena para misionaris (yang berasal dari Eropa dengan kebudayaannya) harus berhadapan dengan bangsa yang sudah memiliki budaya, tradisi dan agamanya sendiri.
 
Benturan kebudayaan pun terjadi, baik di India (kontroversi ritus Siro-Malabar) pada abad XVIII, maupun di China (kontroversi ritus China) dari abad XVII-XVIII. Dalam ketegangan seperti ini, misi Gereja seakan-akan terhenti. Secara khusus di China, kontroversi ini malahan membuat Gereja ditolak kehadirannya oleh Kaisar Kangxi. Perbedaan persepsi tentang kebudayaan membuat Paus Klemens XI mengambil keputusan yang membuat Kaisar Kangxi sangat tersinggung yang akhirnya menolak kehadiran Gereja.
 
Kesalahpahaman terhadap tradisi maupun nilai-nilai kebudayaan China itu bukan saja terjadi pada jaman dahulu. Sampai sekarang pun kesalahpahaman itu tetap ada, bahkan dalam lingkup Gereja. Kerap kali kita mendengar kata-kata: "Saya sudah menerima Kristus, semua tradisi Tionghua tidak perlu lagi, atau sudah dibuang." Barangkali orang yang mengatakannya mau menunjukkan bahwa bagi dia tidak lagi mengikuti tradisi, atau barangkali juga mau mengatakan bahwa orang tersebut sudah tidak tahu lagi adat istiadat nenek moyangnya.
 
2. PERAYAAN MUSIM
 
Dalam masyarakat Tionghua, ada perayaan yang dapat digolongkan sebagai pesta rakyat dan perayaan keagamaan. Pesta rakyat biasanya dihubungkan dengan perayaan musim. Kedua perayaan ini kerap kali bersinggungan, atau sering diadakan dalam satu rangkaian kesatuan, sehingga kerap kali sulit dibedakan antara perayaan agama atau pesta musim / rakyat 1. Beberapa perayaan yang dapat digolongkan sebagai pesta rakyat adalah: Chunjie (Tahun Baru Imlek), Yuanxiao Jie (Cap Go Me), Qingming Jie (Mendoakan Arwah), Duanwu Jie (Bacang), Zhongqiu Jie (Pesta Musim Panas), Tongzhi Jie (Pesta Ronde). Di dalam pesta-pesta ini, selain pesta musim, juga disertai dengan pesta atau peringatan peristiwa penting dalam sejarah. Sementara itu, peringatan-peringatan yang lebih bersifat keagamaan, dan sangat sedikit, seperti Zhongyuan yang biasanya dirayakan pada pertengahan bulan tujuh Imlek untuk memberi makan arwah-arwah kelaparan.
 
Melihat sifatnya, perayaan Tahun Baru Imlek lebih merupakan pesta rakyat untuk menyambut musim semi baru. Tahun baru Imlek adalah hari raya tradisional orang Tionghua yang paling utama. Perayaan ini berlangsung selama limabelas hari, mulai dari hari pertama bulan Imlek sampai dengan Festival Lampion yuánxiâojié. Sepanjang dua pekan ini rumah-rumah dihiasi dengan pelbagai pernak pernik, dan orang-orang saling mengucapkan "selamat" satu sama lain, karena mereka dengan selamat telah melewati satu tahun yang baru lampau, saat untuk meninggalkan yang lama dan menyambut yang baru. Dua ungkapan yang senantiasa muncul untuk menyebutkan masa ini adalah guònián yang menyatakan bahwa tahun yang lama telah berlalu dan bàinián untuk menyambut tahun yang baru.


3. SIMBOL DAN RAHMAT ALLAH DALAM MISA IMLEK
 
Tentunya perayaan suatu masyarakat muncul dari penghayatan akan nilai-nilai tertentu. Nilai-nilai perayaan itu kemudian disakralkan dengan upacara keagamaan, agar masyarakat yang merayakannya tidak hanya jatuh pada pesta pora kegembiraan, tetapi mempersiapkan manusia yang merayakannya dalam lingkup yang lebih rohani. Di sinilah rakyat atau masyarakat diikat dalam kesatuan suci yang membentuk mereka menjadi umat kudus2. Hal yang sama terjadi dengan perayaan tahun baru Imlek. Apalagi perayaan ini adalah perayaan tahun baru menurut penanggalan Imlek, maka mereka yang merayakannya merasa perlu memasuki tahun yang baru dalam keadaan penuh berkat.
 
a. Suatu Ketegangan Baru
 
Boleh tidaknya merayakan Imlek kerap kali menjadi dilema bagi umat Kristiani Tionghua. Mereka dihadapkan pada pilihan antara tetap merayakan Tahun Baru Imlek ataukah meninggalkannya karena sudah menerima Kristus. Kedua hal ini sebenarnya tidak perlu dipertentangkan. Orang tidak perlu dipaksa untuk memihak yang satu dan menolak yang lain. Yang lebih utama adalah apakah tradisi itu bisa semakin memantapkan imannya pada Kristus. Di sini Gereja dapat menjadi jembatan penghubung yang ampuh melalui pemahaman yang tepat akan tradisi ini.
 
Pertanyaan dari sebagian umat "mana lebih utama, iman atau adat?" akan membawa kita kepada persepsi yang salah, dan "memaksa" kita harus berpihak: iman atau adat3. Padahal tidak semua perayaan dalam tradisi itu jelek dan bertentangan dengan iman. Bagaimana mungkin pewartaan Injil akan berjalan dengan baik bila belum apa-apa justru sudah menghakimi suatu tradisi tanpa mempelajari dan mengerti tradisi tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah apakah dengan mengadakan Misa Imlek itu umat semakin dekat pada Kristus sendiri, ataukah sebaliknya.
 
Perayaan Tahun Baru Imlek dalam kehidupan menggereja tidak perlu sampai menimbulkan ketegangan baru. Secara sekilas Tahun Baru Imlek memiliki kemiripan dengan praktek paskah Yahudi, meskipun konteks dan teologinya sangat berbeda. Namun hal itulah yang menggelitik untuk dilihat secara bersamaan, ditambah lagi Buku Misa yang mendapat imprimatur dari Komisi Liturgi Konferensi Uskup Taiwan4memakai kutipan perjamuan Paskah bangsa Yahudi sebagai bacaan pertamanya. Di sana ditemukan unsur-unsur yang sama, misalnya ada yang lewat / berlalu, ada makan bersama dalam keluarga, warna merah (darah) di depan rumah, dan lain-lain.
 
Barangkali di sinilah letak inkulturasi Gereja di Taiwan untuk membawa orang lebih mengimani Kristus. Kebanyakan proses atau upaya inkuluturasi di Indonesia berhenti hanya pada hal-hal lahiriah, dengan penggunaan simbol-simbol tradisional, namun tidak menyentuh esensi dan masuk ke dalam nilai-nilainya sendiri. Lebih menyedihkan lagi kalau inkulturasi dijalankan hanya bertujuan demi inkulturasi itu sendiri.
 
Maka bila Gereja Indonesia hendak merayakan Imlek, beberapa aspek ini hendaklah menjadi pertimbangan, agar jangan sampai para petugas pastoral jatuh pada semacam eforia perayaan Imlek yang datar dan sekadar di permukaan saja.
 
i.  Lewat / Berlalu
 
Ungkapan yang biasa diucapkan dalam merayakan Imlek adalah guònián yang artinya adalah nián lewat. Nián dalam bahasa Mandarin adalah tahun. Karena itu pada hari pertama Imlek, orang-orang mengatakan bahwa nián telah lewat, tahun yang lama sudah berlalu. Inilah ungkapan kegembiraan bahwa manusia sudah melewati satu tahun perjalanan hidupnya, baik dalam "kegembiraan, kesusahan, keberhasilan maupun kegagalan"5, dan saatnyalah memulai hidup yang baru dengan semangat yang baru. Yang sudah berlalu dapat menjadi pelajaran yang berharga untuk menapak ke masa depan yang lebih baik.
 
Kita bisa melihat sedikit gambaran pada perayaan Paskah dalam tradisi Yahudi. Pada malam sebelum Paskah mereka semua bersiap-siap menantikan Allah melewati tanah mesir (bdk. Kel 12:12) untuk membebaskan mereka dari perbudakan, dan membebaskan mereka menuju ke Tanah Terjanji, ke masa depan yang lebih baik.
 
Meskipun keduanya berbeda, tidak disangkal bahwa ada konteks melewati yang memberi harapan kepada manusia. Sambil menunggu dan berjaga-jaga orang diajak untuk mengarahkan diri kepada sesuatu di masa depan.
 
ii. Makan
 
Pada malam hari sebelum Imlek, seluruh keluarga akan berkumpul di rumah orangtua untuk makan bersama. Kiranya pada waktu makan di sana terciptalah suasana yang hangat dan saling berbagi. Dengan menikmati makanan yang sama dari meja yang sama pula, dengan berbagi, seperti perjamuan paskah Yahudi, di mana bila satu keluarga tidak dapat menghabiskan seekor domba, dia dapat mengajak tetangganya (bdk. Kel 12:4), semua perbedaan antar anggota keluarga menjadi lebur. Mereka yang mungkin pernah tidak saling menyapa dan bermusuhan kini membina kembali hubungan keluarga yang indah ini di depan orangtua.
 
Alangkah indahnya kalau makanan jasmani yang dinikmati di malam sebelum Tahun Baru Imlek diarahkan pada makanan yang tidak dapat binasa dalam Ekaristi pada keesokan harinya. Pada saat di mana saudara-saudara yang belum percaya kepada Kristus, namun pagi-pagi sudah bersembahyang di klenteng-klenteng memohonkan berkat, Gereja juga mengajak putera-puterinya untuk bertemu dengan Kristus dan bersatu dengan-Nya melalui santapan roti para malaikat, yang menguatkan jiwa dan jaminan hidup abadi (bdk. Yoh 6:1-59).
 
iii. Warna Merah
 
Bangsa Yahudi memakai darah anak domba untuk memberi tanda di depan rumah mereka sebagai tanda agar Tuhan melewati rumah mereka dan tidak mendatangkan bencana. Demikian juga warna merah menjadi tanda untuk orang Tionghua. Bahkan dapat dikatakan bahwa warna merah menjadi warna kesukaan orang Tionghua, karena menampakkan kegembiraan. Orang menikah, pesta ulang tahun, dan semua yang bersifat pesta kegembiraan selalu didominasi dengan warna merah. Yang paling mencolok adalah pemberian amplop kecil berisi uang yang disebut hóngbâo atau angpao.
 
Biasanya mereka yang sudah berkeluarga (orangtua) yang memberikan hóngbâo kepada mereka yang belum menikah (anak-anak) sebagai tanda berkat dan bekal kepada orang muda untuk memasuki tahun yang baru. Alangkah indahnya bagi orang Kristen agar tidak hanya memberikan uang dalam hóngbâo kepada anak-anak, melainkan mengisinya dengan ayat-ayat Kitab Suci sebagai bekal bagi mereka memasuki Tahun Baru Imlek.
 
b. Hiasan-hiasan dalam Gereja
 
Dalam konteks Misa Imlek, ide utama dalam Misa adalah bahwa pada hari itu umat Katolik diundang untuk bersatu lebih erat lagi dengan Kristus. Bila saudara-saudaranya yang tidak seiman pergi berdoa di klenteng untuk memohonkan berkat pada tahun yang baru dan mengenyahkan bencana, maka bagi umat Kristiani mereka datang ke gereja untuk bersatu dengan Kristus. Perhatian utama dalam Misa Imlek bukan lagi takut akan "nasib buruk" di tahun yang baru, melainkan adalah bahwa umat dengan mantap "melangkah bersama Kristus" memasuki tahun baru.
 
Hiasan-hiasan dalam gereja pada hari-hari raya bermaksud memberi warna istimewa, bahwa hari itu adalah hari khusus, di mana orang semakin diajak untuk merenungkan lebih mendalam lagi misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus, dan semakin meneguhkan iman kita. Secara khusus pada Misa Imlek, biasanya gereja-gereja didekorasi begitu indah untuk menciptakan suasana oriental. Namun kerap kali yang terjadi malahan dekorasi itu mengacaukan konsentrasi umat, dan mengalihkannya dari Kristus yang menjadi pusat perayaan. Maka hendaknya hiasan-hiasan khas oriental itu tidak dibuat berlebihan. Atau dengan bahasa gamblangnya "tidak memindahkan klenteng ke dalam gereja," supaya umat dapat dengan mudah mengarahkan perhatiannya Yesus Kristus yang hadir dalam seluruh perayaan Ekaristi.
 
c. Pantang dan Puasa
 
Kalau melihat kalender liturgi, Masa Prapaskah biasanya jatuh pada bulan Februari. Sementara itu Imlek bisa saja jatuh sekitar bulan Februari. Beberapa tahun terakhir ini Imlek jatuh pada hari-hari di sekitar Rabu Abu, bertepatan dengan Masa Prapaskah.
Menanggapi umat yang merayakan Imlek, demi alasan pastoral dan inkulturasi, beberapa keuskupan merasa perlu memberikan dispensasi dari kewajiban pantang dan puasa di hari Rabu Abu bila Imlek jatuh pada hari Rabu Abu, dan menggesernya ke hari yang lain. Keputusan yang demikian ini amat disayangkan, karena justru lebih mengikuti trend dan salah kaprah, yang menganggap bahwa Tahun Baru Imlek baru mempunyai makna bila disertai dengan pesta dan makan-makan.
 
Bila dilihat dari persiapan menyambut Tahun Baru Imlek, nyatalah bawa perayaan ini didahului dengan acara membersihkan rumah dan diri. Pakaian baru juga disiapkan untuk dipakai pada tahun yang baru. Semuanya ini memiliki makna simbolik, yakni bahwa pada tahun baru semuanya harus baru. Membersihkan seluruh rumah merupakan tanda lahir dari sikap membersihkan diri. Sebagai kelanjutannya mereka yang beragama Budha justru berpantang daging selama tujuh hari Imlek sebagai tanda askese dan pembersihan diri. Maka menjadi sangat aneh bila Gereja justru "mengalahkan" Rabu Abu yang sungguh bermakna pertobatan hanya demi "menghormati" tradisi Imlek. Bukankah kebiasaan menyambut Tahun Baru Imlek dengan "bersih-bersih" ini menjadi semakin mendalam lagi dalam penghayatan Rabu Abu dan Masa Prapaskah? Barangkali ini tradisi yang demikian dapat menjadi guru katekese yang baik bagi penghayatan hidup rohani umat Kristiani yang merayakan Imlek dan mempersiapkan diri merayakan Paskah Kristus.
 
4. PENUTUP
 
Jalan menuju inkulturasi masih panjang, apalagi menyangkut Misa Tahun Baru Imlek. Lingkungan di sekitar ikut mempengaruhi pemahaman yang tepat akan suatu tradisi. Gereja Indonesia tidak luput dari ketegangan, antara mengakomodasi kebutuhan umat Katolik yang masih merayakan Imlek dengan mereka yang sudah tidak merayakan Imlek di satu sisi, dan akan tradisi lain di bumi Nusantara. Jangan karena upaya ini Gereja dianggap sudah dimonopoli oleh kelompok tertentu.
 
Apa pun yang dirayakan dalam Misa, hendaknya selalu diingat bahwa Misa adalah perayaan syukur, suatu eucharistia, yang berfokus dan berpuncak pada Yesus Kristus. Pada-Nya-lah seluruh liturgi Gereja berpusat. Apakah namanya Misa Imlek, Misa Karismatik, atau pun Misa-misa lain yang memakai budaya tertentu, Misa tetaplah merupakan kenangan akan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus Yesus. Dan Gereja menjamin bahwa setiap umat mendapatkan hak dan kesempatan yang sama untuk menyambut Tubuh dan Darah Kristus, jaminan keselamatan manusia.
 

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.