Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Kamis, 06 November 2014

Gereja Katolik (di) Indonesia



ilustrasi: Gereja Katolik
Oleh Justinus Prastowo, Alumnus magister STF Driyarkara Jakarta

Meski telah lebih  dari tiga abad iman Kristen diperkenalkan dan ditabur di bumi Nusantara, proses kontekstualisasi tak selamanya mudah dan mulus. Bahkan, tak jarang sentimen yang mengaitkan keyakinan Kristen dengan budaya Barat, mentalitas penjajah, dan superioritas kerap terdengar. Alih-alih sebagai oase menyejukkan, Gereja kadang dianggap sebagai ancaman. Tanpa berpretensi menuntaskan, pergumulan identitas Gereja Katolik Indonesia patut direfleksikan.

Persoalan Identitas

Benarkah Gereja identik dengan Barat? Hal yang tak mudah dijawab. Bukan lantaran ada babak sejarah yang dibelokkan, melainkan karena kristianitas adalah muara  silang budaya yangkhas. Ia lahir dari rahim budaya Timor Tengah, diasuh oleh budaya Yunani, lalu besar dan dalam kultur Barat. Kristianitas membentuk budaya Barat dan identik dengannya. Sejarah Barat jelas tak mungkin dipisahkan dari kristianitas. Namun kristianitas melampauai budaya Barat. Sejarah mencatat, iman kristen sejak awal  tumbuh subur dan terawat baik di Asia dan Afrika Utara. John O’Malley, SJ – ahli sejarah Gereja – bahkan menyebut, jantung dan hakekat kristianitas berada di antara Yerusalem dan Athena, dua pusat kekristenan penting.

Namun di akhir abad XX, populasi umat Kristen di benua non Eropa semakin dominan. Kristianitas pun menghadapai tantangan yang tak mudah, antara mempertahankan warisan budaya dan tradisi Barat sebagai identitas  dengan tantangan membuka diri dan melebur dengan budaya setempat. Gereja juga bergumul dengan persoalan konkret yang sama sekali berbeda dan bukan menjadi persoalan Barat. Perjuangan melawan diskriminasi, intoleransi, menghadapi keragaman keyakinan, kemiskinan ekstrim, kesenjangan yang menganga, perang, wabah penyakit dan sebagainya. Di satu sisi, Gereja disuguhi ladang pengabdian untuk bersaksi nyata bersama sesama umat beriman. Namun di sisi lain, secara sosio-politik dominasi Barat dalam ekonomi politik tak jarang menempatkan Gereja dalamposisi serba salah untuk mengambil jarak. Pada titik ini, Gereja ditantang untuk meneliti perjalanan sejarahnya: apakah telah melebur dan bersenyawa dengan elemen masyarakat dan budaya lain ataukah masih berada dalam bayang-bayang budaya Barat yang menjadikannya terus berjarak dengan situasi konkret?

Konteks Indonesia

Dilema di atas dapat diringkas dalam pertanyaan reflektif: adakah Gereja Katolik setempat? Atau dalam konteks kita, adakah Gereja Katolik Indonesia? Apakah Gereja yang lahir dan tumbuh di bumi nusantara ini masih merupakah perpanjangan tangan mentalitas Barat yang ingin memberadabkan sesama, mengulurkan bantuan demi proselitisme, mengimani Yesus yang sama sekali berbeda dengan Nabi Isa, dan mengagungkan simbol ritual sebagai representasi superioritas terhadap budaya setempat?

Sejarah pula yang menyediakan semesta jawaban. Kita dapat bercermin pada dua komunitas Gereja yang tahun ini tetap kokoh mengarungi waktu. Gereja Katolik Sumba dan Gereja Katolik Kampung Sawah Bekasi memperingati 125 tahun dan 118 tahun pergumulan mereka dengan budaya setempat. Apa yang khas dari dua komunitas ini adalah kuatnya warna budaya setempat tanpa melunturkan ekspresi imanKatolik. Di kedua tempat ini, Yesus hadir membaur dengan denyut nasib masyarakat setempat. Iman Katolik tidak menjadi tata nilai eksklusif dan dominan, melainkan justru menjadi inspirasi bagi keyakinan lain untuk semakin menghayati kebenaran iman dan merawat keluhuran nilai-nilai bersama.

Kedua komunitas tradisional ini menjadi contoh terbaik bagi pergumulan identitas Gereja Katolik. Kontekstualisasi tidak menggerus ciri khas kekatolikan, sebaliknya justru memberi legitimasi bagi pewartaan dan kesaksian iman. Apakah Gereja sekadar akan menjadi Gereja Katolik di Indonesia atau menjadi Gereja Katolik Indonesia? Pertanyaan yang jawabannya hanya akan ditemukan dalam kesungguhan kita menggoreskan babak sejarah baru, melahirkan semakin banyak Sumba dan Kampung Sawah di bumi Nusantara.

Sumber: Majalah Hidup Nomor 45 Tahun ke-68, 09 November 2014, Hlm. 14

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar