![]() |
ilustrasi: Gereja Katolik |
Oleh Justinus
Prastowo, Alumnus magister STF Driyarkara Jakarta
Meski telah lebih dari tiga abad iman Kristen diperkenalkan dan
ditabur di bumi Nusantara, proses kontekstualisasi tak selamanya mudah dan
mulus. Bahkan, tak jarang sentimen yang mengaitkan keyakinan Kristen dengan
budaya Barat, mentalitas penjajah, dan superioritas kerap terdengar. Alih-alih
sebagai oase menyejukkan, Gereja kadang dianggap sebagai ancaman. Tanpa
berpretensi menuntaskan, pergumulan identitas Gereja Katolik Indonesia patut
direfleksikan.
Persoalan Identitas
Benarkah Gereja identik dengan
Barat? Hal yang tak mudah dijawab. Bukan lantaran ada babak sejarah yang
dibelokkan, melainkan karena kristianitas adalah muara silang budaya yangkhas. Ia lahir dari rahim
budaya Timor Tengah, diasuh oleh budaya Yunani, lalu besar dan dalam kultur
Barat. Kristianitas membentuk budaya Barat dan identik dengannya. Sejarah Barat
jelas tak mungkin dipisahkan dari kristianitas. Namun kristianitas melampauai
budaya Barat. Sejarah mencatat, iman kristen sejak awal tumbuh subur dan terawat baik di Asia dan
Afrika Utara. John O’Malley, SJ – ahli sejarah Gereja – bahkan menyebut,
jantung dan hakekat kristianitas berada di antara Yerusalem dan Athena, dua
pusat kekristenan penting.
Namun di akhir abad XX, populasi
umat Kristen di benua non Eropa semakin dominan. Kristianitas pun menghadapai
tantangan yang tak mudah, antara mempertahankan warisan budaya dan tradisi
Barat sebagai identitas dengan tantangan
membuka diri dan melebur dengan budaya setempat. Gereja juga bergumul dengan
persoalan konkret yang sama sekali berbeda dan bukan menjadi persoalan Barat.
Perjuangan melawan diskriminasi, intoleransi, menghadapi keragaman keyakinan,
kemiskinan ekstrim, kesenjangan yang menganga, perang, wabah penyakit dan
sebagainya. Di satu sisi, Gereja disuguhi ladang pengabdian untuk bersaksi
nyata bersama sesama umat beriman. Namun di sisi lain, secara sosio-politik dominasi
Barat dalam ekonomi politik tak jarang menempatkan Gereja dalamposisi serba
salah untuk mengambil jarak. Pada titik ini, Gereja ditantang untuk meneliti
perjalanan sejarahnya: apakah telah melebur dan bersenyawa dengan elemen
masyarakat dan budaya lain ataukah masih berada dalam bayang-bayang budaya
Barat yang menjadikannya terus berjarak dengan situasi konkret?
Konteks Indonesia
Dilema di atas dapat diringkas
dalam pertanyaan reflektif: adakah Gereja Katolik setempat? Atau dalam konteks
kita, adakah Gereja Katolik Indonesia? Apakah Gereja yang lahir dan tumbuh di
bumi nusantara ini masih merupakah perpanjangan tangan mentalitas Barat yang
ingin memberadabkan sesama, mengulurkan bantuan demi proselitisme, mengimani
Yesus yang sama sekali berbeda dengan Nabi Isa, dan mengagungkan simbol ritual
sebagai representasi superioritas terhadap budaya setempat?
Sejarah pula yang menyediakan
semesta jawaban. Kita dapat bercermin pada dua komunitas Gereja yang tahun ini
tetap kokoh mengarungi waktu. Gereja Katolik Sumba dan Gereja Katolik Kampung
Sawah Bekasi memperingati 125 tahun dan 118 tahun pergumulan mereka dengan
budaya setempat. Apa yang khas dari dua komunitas ini adalah kuatnya warna
budaya setempat tanpa melunturkan ekspresi imanKatolik. Di kedua tempat ini,
Yesus hadir membaur dengan denyut nasib masyarakat setempat. Iman Katolik tidak
menjadi tata nilai eksklusif dan dominan, melainkan justru menjadi inspirasi bagi
keyakinan lain untuk semakin menghayati kebenaran iman dan merawat keluhuran
nilai-nilai bersama.
Kedua komunitas tradisional ini
menjadi contoh terbaik bagi pergumulan identitas Gereja Katolik. Kontekstualisasi
tidak menggerus ciri khas kekatolikan, sebaliknya justru memberi legitimasi bagi
pewartaan dan kesaksian iman. Apakah Gereja sekadar akan menjadi Gereja Katolik
di Indonesia atau menjadi Gereja Katolik Indonesia? Pertanyaan yang jawabannya
hanya akan ditemukan dalam kesungguhan kita menggoreskan babak sejarah baru,
melahirkan semakin banyak Sumba dan Kampung Sawah di bumi Nusantara.
Sumber: Majalah Hidup Nomor 45
Tahun ke-68, 09 November 2014, Hlm. 14
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar