Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Sabtu, 28 September 2013

Tahun Iman, Pesan Sri Paus: “Katekis bukanlah sebuah gelar, tetapi suatu sikap”

Dalam Kongres Katekis Internasional (26-28 Sept): "Jadilah seorang Katekis, dan bukan bekerja sebagai Katekis."

Sumber: http://www.pondokrenungan.com

Tanggal 27 September kemarin, sebuah pesta besar terjadi bagi para Katekis yang berkumpul di sekeliling Paus Fransiskus untuk merayakan Tahun Iman. Di dalam Aula Paolo VI, Sri Paus berbicara dengan gaya yang kekeluargaan dan secara langsung tentang "menjadi" Katekis, yang melibatkan hidup, dalam membantu anak-anak dan orang dewasa untuk mengenal dan mencintai Tuhan. Dan Katekis yang pertama adalah justru Sri Paus sendiri yang telah mengawali pesan-nya dengan sebuah katekismus dasar. "Gereja tidak tumbuh berkembang karena proselitisme melainkan karena kesaksian", demikian kata Sri Paus mengutip Benediktus XVI dan Santo Fransiskus dari Assisi. Lalu berkata: "Saya akan bicara tentang tiga hal seperti yang biasa dilakukan imam-imam Yesuit lansia!"

Kata Paus: "Untuk menjadi seorang Katekis yang baik, diperlukan keakraban dengan Tuhan. Hal yang pertama, bagi seorang murid, adalah tinggal bersama Sang Guru, mendengarkan Dia dan belajar daripada-Nya. Dan ini berlaku selamanya, ini adalah sebuah perjalanan yang berlangsung sepanjang hidup!"

Kemudian Sri Paus menceritakan pengalamannya: "Bagi saya, contohnya, adalah hal yang sangat penting untuk tinggal di hadapan Tabernakel; ini adalah sebuah hidup dengan kehadiran Tuhan, dan membiarkan diriku untuk dipandang-Nya. Dan ini menghangatkan hati, menyalakan api persahabatan dengan-Nya, membuatmu merasakan bahwa IA sungguh memandangmu, IA dekat denganmu dan mengasihimu." Kemudian lanjutnya, "Jika kamu merasa lelah berdiam, ridurla di hadapan Tabernakel. Tuhan tetap memandangmu. Ini sangat penting, jika kita yakin bahwa Tuhan memandang kita."

Tentu saja ini bukan hal yang mudah bagi semua orang terutama yang telah berkeluarga untuk menemukan waktu sejenak tetapi "yang penting adalah menemukan cara yang tepat untuk tinggal bersama Tuhan; dan ini dapat dilakukan, dan memungkinkan di dalam setiap tahap dalam hidup."

Sri Paus juga memberikan contoh tentang seseorang yang telah belajar dan lulus menjadi Katekis, lantas dengan riang-gembira berseru: "Saya mendapat gelar Katekis!". Tetapi Paus Fransiskus berkata: "Ini tidak penting. Katekis bukanlah sebuah gelar, melainkan suatu sikap."

Ia juga berbicara tentang "karunia Iman" dari mereka yang tidak memilikinya, berkata: "biarkanlah dirimu dipandang oleh Tuhan."

Pertanyaan pertama tentang latihan pemeriksaan batin yang diajukan Paus: "bagaimana saya menjalankan "tinggal" dengan Yesus? Saya sering kali berdiam dalam kehadiran_nya, di dalam keheningan, membiarkan diriku dipandang oleh-Nya? Membiarkan api-Nya menghangatkan hatiku? Jika di dalam hati kita tidak ada kehangatan Allah, tidak ada kasih-Nya, tidak ada kelembutan-Nya, bagaimanakah kita, yang pendosa ini, mampu menghangatkan hati orang lain?"

Kemudian Sri Paus kembali kepada tema yang penting baginya: keluar dari diri sendiri untuk bertemu dengan orang lain. "Sebuah pengalaman yang indah dan agak berkontradiksi. Mengapa? Karena barang siapa menempatkan Kristus sebagai pusat hidupnya, tidak memusatkan dirinya! Lebih banyak kamu menyatu kepada Yesus dan IA menjadi pusat hidupmu, lebih banyak lagi IA membuatmu keluar dari dirimu sendiri, IA tidak memusatkan dirimu dan membuka dirimu bagi orang lain."

Paus Fransiskus menyebutnya "dinamisme dari kasih" kemudian berbicara tentang jantung-hati seorang Katekis yang "selamanya menghidupkan gerakan 'systole-diastole': persatuan dengan Yesus-pertemuan dengan orang lain. 'Systole-diastole'. Jika tidak ada salah satu dari gerakan ini, jantung akan berhenti berdetak, tidak hidup lagi."

Pertanyaan kedua tentang latihan pemeriksaan batin: "berdetak seperti inikah jantung-hati-ku sebagai Katekis: bersatu dengan Yesus dan bertemu dengan orang lain? Didulang dalam hubunganku dengan Dia, tetapi untuk membawanya kepada orang lain?"

Sebuah karunia, untuk diberikan semuanya, bukanlah suatu bisnis, kata Sri Paus. "Jadilah seorang Katekis dan bukan bekerja sebagai Katekis".  Lalu ia berbicara tentang kreatifitas dari seorang Katekis dan tentang Allah yang tidak "kaku". Allah menerima kita dan memahami kita.

Tema ketiga yang penting bagi Paus: dengan dinamisme ini kita harus pergi sampai ke pinggiran hati manusia. Para Katekis "tidak boleh merasa takut untuk keluar dari skema kita untuk mengikuti Allah, karena Allah pergi lebih jauh lagi, Allah tidak takut terhadap pinggiran-pinggiran kota. Allah selamanya setia, IA kreatif, tidak menutup diri, dan oleh karena itu IA tidak pernah kaku, IA menerima kita, menemui kita, memahami kita. Untuk menjadi setia, untuk menjadi kreatif, perlu tahu cara berubah." Seorang Katekis bukanlah sebuah patung dalam Museum. Ia perlu berubah untuk menyesuaikan diri terhadap keadaan-keadaan di mana ia harus mewartakan Injil, demikian kata Paus. "Ini seperti halnya tinggal di dalam sebuah ruangan tertutup lalu jatuh sakit, tentu saja jika pergi ke jalan-jalan dapat terjadi kecelakaan-kecelakaan, tetapi saya katakan, lebih memilih seribu kali Gereja yang mengalami kecelakaan daripada Gereja yang sakit".  

Dan di dalam bepergian ini Yesus dekat dengan kita, tidak meninggalkan kita sendirian. "Ini – kata Sri Paus kepada para Katekis yang hadir dan antusias – adalah keindahan kita dan kekuatan kita: jika kita pergi, jika kita keluar untuk membawa Injil Tuhan dengan kasih, dengan semangat apostolik yang sejati, dengan keberanian berbicara tentang Kebenaran, IA ikut berjalan bersama kita, IA mendahului kita karena Yesus menantikan kita di dalam hati saudara kita itu, di dalam dagingnya yang terluka, di dalam hidupnya yang tertekan, di dalam jiwanya tanpa iman. Yesus ada di sana, di dalam diri saudara kita itu. IA selalu mendahului kita." Ia mengatakan pula tentang Buenos Aires, tentang anak-anak yang tidak tahu membuat tanda salib, sebuah pinggiran sejati untuk pewartaan.
Kemudian Sri Paus menutup pertemuan dengan para Katekis dengan ungkapan syukur dan dengan harapan "Semoga Bunda Maria mendampingi kalian!"

Mons. Rino Fisichella, Kepala dari Konsili Kepausan untuk Pewartaan Baru menyalami Sri Paus sambil mengingatkan dia bahwa Kongres Katekis terakhir dilakukan 20 tahun yang lalu.

Sri Paus memberikan pengajarannya dengan duduk di sebuah kursi dan meja di pusat Aula.
Hari Minggu, 29 September, Sri Paus akan memimpin Misa Kudus dengan para peserta dari Kongres Katekis Internasional yang telah berziarah ke Makam Santo Petrus di Vatikan, bersama seluruh umat beriman di Lapangan Santo Petrus.
 
(Shirley Hadisandjaja, 28 September 2013, sumber Radio Vatikan)

Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar