Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Rabu, 03 Februari 2016

WAWANCARA PAUS FRANSISKUS DENGAN ASIA TIMES (28 Januari 2016) : PERJUMPAAN DICAPAI MELALUI DIALOG

Berikut adalah wawancara dilakukan oleh Francesco Sisci, kolumnis Asia Times dan peneliti senior Universitas Renmin Tiongkok, pada tanggal 28 Januari 2016 di Vatikan, dan menandai pertama kalinya wawancara Paus berkenaan dengan Tiongkok dan rakyatnya.

**********

Francesco Sisci : Apakah Tiongkok bagi Anda? Bagaimana Anda membayangkan Tiongkok menjadi seperti seorang pemuda, mengingat bahwa Tiongkok, untuk Argentina, bukanlah Timur tetapi Barat jauh? Apakah artinya Matteo Ricci bagi Anda?

Paus Fransiskus : Bagi saya, Tiongkok selalu menjadi titik acuan kebesaran. Sebuah negara besar. Tetapi lebih dari sebuah negara, sebuah budaya besar, dengan kebijaksanaan yang tak habis-habisnya. Bagi saya, sebagai seorang anak, setiap kali saya membaca apapun tentang Tiongkok, ia memiliki kemampuan untuk mengilhami kekaguman saya. Saya memiliki kekaguman untuk Tiongkok. Kemudian saya melihat ke dalam kehidupan Matteo Ricci dan saya melihat bagaimana orang ini merasakan hal yang sama dengan cara yang persis dengan yang saya lakukan, kekaguman, dan bagaimana ia mampu masuk ke dalam dialog dengan budaya besar ini, dengan kebijaksanaan kuno ini. Ia mampu "menjumpai"-nya.

Ketika saya masih muda, dan Tiongkok dibicarakan, kita memikirkan Tembok Besar. Sisanya tidak dikenal di tanah air saya. Tetapi ketika saya semakin memandang masalah ini, saya memiliki pengalaman perjumpaan yang sangat berbeda, dalam waktu dan cara, dengan yang dialami oleh Ricci. Namun saya menemukan sesuatu yang saya tidak diharapkan. Pengalaman Ricci mengajarkan kita bahwa perlu untuk masuk ke dalam dialog dengan Tiongkok, karena merupakan akumulasi kebijaksanaan dan sejarah. Ia adalah negeri yang terberkati dengan banyak hal. Dan Gereja Katolik, yang salah satu tugasnya adalah menghormati semua peradaban, sebelum peradaban ini, saya akan mengatakan, memiliki kewajiban untuk menghormatinya dengan modal "R" huruf besar. Gereja memiliki potensi besar untuk menerima budaya.

Suatu hari saya memiliki kesempatan untuk melihat lukisan-lukisan besar Yesuit lainnya, Giuseppe Castiglione - yang juga memiliki virus Yesuit
 (tertawa). Castiglione tahu bagaimana mengungkapkan keindahan, pengalaman keterbukaan dalam dialog: menerima dari orang lain dan pemberian dirinya pada sebuah panjang gelombang yang "beradab" dari peradaban. Ketika saya mengatakan "beradab", saya tidak memaksudkan hanya peradaban yang "berpendidikan", tetapi juga peradaban yang saling berjumpa. Juga, saya tidak tahu apakah itu benar tetapi mereka mengatakan bahwa Marco Polo adalah orang yang membawa mie pasta ke Italia (tertawa). Jadi Tiongkoklah yang menemukan diri mereka. Saya tidak tahu apakah ini benar. Tetapi saya mengatakan ini sambil lalu.

Ini adalah kesan yang saya miliki, hormat yang besar. Dan lebih dari ini, ketika saya melintasi Tiongkok untuk pertama kalinya, saya diberitahu di dalam pesawat : "dalam waktu sepuluh menit kita akan memasuki wilayah udara Tiongkok, dan kirimkan ucapan Anda". Saya mengakui bahwa saya merasa sangat emosional, sesuatu yang tidak biasanya terjadi pada saya. Saya berpindah untuk terbang di atas kekayaan besar budaya dan kebijaksanaan ini.

Francesco Sisci : Tiongkok, untuk pertama kalinya dalam ribuan tahun sejarahnya, yang muncul dari lingkungannya sendiri dan membuka terhadap dunia, menciptakan tantangan-tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya bagi dirinya sendiri dan bagi dunia. Anda telah berbicara tentang perang dunia ketiga yang secara sembunyi-sembunyi sedangmeningkat : tantangan-tantangan apa saja sekarang ini yang terjadi dalam pencaharian bagi perdamaian?

Paus Fransiskus : Menjadi takut tidak pernah merupakan seorang penasehat yang baik. Rasa takut bukanlah seorang penasehat yang baik. Jika seorang ayah dan seorang ibu penuh rasa takut ketika mereka memiliki seorang anak remaja, mereka tidak akan tahu bagaimana menanganinya dengan baik. Dengan kata lain, kita tidak seharusnya takut akan tantangan-tantangan apapun, karena semua orang, pria dan wanita, memiliki di dalam diri mereka kemampuan untuk menemukan jalan keberadaan bersama, rasa hormat dan saling mengagumi. Dan jelas bahwa begitu banyak budaya dan begitu banyak kebijaksanaan, dan di samping itu, begitu banyak pengetahuan teknis - kita hanya memikirkan teknik-teknik obat kuno - tidak dapat tetap terkurung di dalam negeri; mereka cenderung untuk memperluas, menyebarkan, berkomunikasi. Manusia cenderung untuk berkomunikasi, sebuah peradaban cenderung untuk berkomunikasi. Jelaslah bahwa ketika komunikasi terjadi dengan nada agresif untuk membela diri, maka perang terjadi. Tetapi saya tidak akan takut. Menjaga keseimbangan perdamaian merupakan sebuah tantangan besar. Di sini kita memiliki nenek Eropa, seperti yang saya katakan di Strasbourg. Ia muncul sehingga ia bukan lagi Bunda Eropa. Saya berharap ia akan dapat merebut kembali peran itu. Dan ia menerima dari negeri kuno ini sebuah kontribusi yang semakin kaya. Dan sehingga perlu menerima tantangan dan menjalankan resiko menyeimbangkan pertukaran ini untuk perdamaian. Dunia Barat, dunia Timur dan Tiongkok semuanya memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangan perdamaian dan kekuatan untuk melakukannya. Kita harus menemukan jalan, selalu melalui dialog; tidak ada cara lain (Beliau membuka tangannya seolah-olah membentangkan sebuah pelukan)

Perjumpaan dicapai melalui dialog. Keseimbangan perdamaian yang sesungguhnya diwujudkan melalui dialog. Dialog tidak berarti bahwa kita berakhir dengan kompromi, setengah kue untuk Anda dan setengah lainnya untuk saya. Inilah apa yang terjadi di Yalta dan kita melihat hasilnya. Tidak, dialog berarti : lihatlah, kita telah sampai ke titik ini, saya boleh setuju atau tidak, tetapi mari kita berjalan bersama-sama; inilah apa artinya membangun. Dan kue tetap utuh, berjalan bersama-sama. Kue milik semua orang, ia adalah umat manusia, budaya. Membelah kue, seperti di Yalta, berarti membagi umat manusia dan budaya ke dalam potongan-potongan kecil. Dan budaya dan umat manusia tidak dapat dibelah ke dalam potongan-potongan kecil. Ketika saya berbicara tentang kue besar ini saya mengartikannya dalam arti positif. Setiap orang memiliki pengaruh untuk menanggung kebaikan bersama semua orang (Paus Fransiskus tersenyum dan bertanya : "Saya tidak tahu apakah contoh kue jelas untuk Tiongkok", saya mengangguk : "Saya kira demikian").

Francesco Sisci : Tiongkok telah mengalami selama beberapa dekade terakhir tragedi-tragedi tanpa pembanding. Sejak tahun 1980 Tiongkok telah mengorbankan apa yang selalu paling mereka sayangi, anak-anak mereka. Bagi rakyat Tiongkok ini adalah luka-luka yang sangat serius. Antara lain, hal ini telah meninggalkan kekosongan besar dalam hati nurani mereka dan entah bagaimana kebutuhan yang sangat mendalam untuk berdamai dengan diri mereka sendiri dan mengampuni diri mereka sendiri. Dalam Tahun Kerahiman pesan apa yang dapat Anda tawarkan kepada rakyat Tiongkok?

Paus Fransiskus : Penuaan penduduk dan umat manusia sedang terjadi di banyak tempat. Di sini, di Italia tingkat kelahiran hampir di bawah nol, dan di Spanyol juga, lebih atau kurang. Situasi di Prancis, dengan kebijakan bantuannya kepada keluarga-keluarga, membaik. Dan jelas bahwa penduduk-penduduk menua. Mereka menua dan mereka tidak memiliki anak. Di Afrika, misalnya, melihat anak-anak di jalan-jalan merupakan sebuah kenikmatan. Di sini, di Roma, jika Anda berjalan-jalan, Anda akan melihat sangat sedikit anak-anak. Mungkin di balik hal ini ada rasa takut yang sedang mengarah kepada Anda, persepsi yang keliru, bukan hanya kita akan jatuh di belakang, tetapi kita akan jatuh ke dalam kesengsaraan, sehingga oleh karena itu, marilah kita tidak memiliki anak.

Ada masyarakat-masyarakat lainnya yang telah memilih sebaliknya. Sebagai contoh, selama perjalanan saya ke Albania, saya terkejut menemukan bahwa usia rata-rata penduduk adalah sekitar 40 tahun. Ada terdapat negara-negara muda; Saya pikir Bosnia dan Herzegovina adalah sama. Negara-negara yang telah menderita dan memilih menjadi kaum muda. Lalu ada masalah pekerjaan. Sesuatu yang tidak dimiliki Tiongkok, karena ia memiliki kemampuan untuk menawarkan pekerjaan baik di pedesaan maupun di perkotaan. Dan memang benar, masalah bagi Tiongkok tidak memiliki anak seharusnya sangat menyakitkan; karena piramida ini kemudian terbalik dan seorang anak harus menanggung beban ayah, ibu, kakek dan neneknya. Dan ini melelahkan, menuntut, membingungkan. Ini bukan cara alami. Saya memahami bahwa Tiongkok telah membuka kemungkinan-kemungkinan tentang hal ini ke depan.

Francesco Sisci: Bagaimana seharusnya tantangan-tantangan keluarga-keluarga di Tiongkok ini dihadapi, mengingat bahwa mereka menemukan diri mereka dalam proses perubahan besar dan tidak lagi sesuai dengan model tradisional keluarga Tiongkok?

Paus Fransiskus : Mengambil tema tersebut, dalam Tahun Kerahiman, apa pesan yang bisa saya berikan kepada rakyat Tiongkok? Sejarah dari suatu bangsa selalu merupakan sebuah jalan. Suatu bangsa berkali-kali berjalan lebih cepat, berkali-kali lebih lambat, berkali-kali ia berhenti, berkali-kali ia membuat sebuah kesalahan dan berjalan sedikit mundur, atau mengambil jalan yang salah dan harus menelusuri kembali langkah-langkahnya untuk mengikuti cara yang benar. Tetapi ketika suatu bangsa bergerak maju, hal ini tidak mengkhawatir saya karena itu berarti mereka sedang membuat sejarah. Dan saya percaya bahwa rakyat Tiongkok sedang bergerak maju dan ini adalah kebesaran mereka. Ia berjalan, seperti semua penduduk, melalui terang dan bayangan. Memandang pada yang terakhir ini - dan mungkin fakta tidak memiliki anak menciptakan sebuah kerumitan - mengambil tanggung jawab untuk jalannya sendiri adalah sehat. Nah, kita telah mengambil rute ini, sesuatu di sini tidak bekerja sama sekali, maka sekarang kemungkinan-kemungkinan lain terbuka. Isu-isu lain ikut bermain : keegoisan dari beberapa sektor kaya yang lebih suka tidak memiliki anak, dan sebagainya. Mereka harus mengambil tanggung jawab untuk jalan mereka sendiri. Dan saya akan berjalan lebih jauh : jangan getir, tetapi berdamailah dengan jalan Anda sendiri, bahkan jika Anda telah membuat kesalahan. Saya tidak bisa mengatakan sejarah saya buruk, agar saya membenci sejarah saya (Paus Fransiskus memberi saya sebuah pandangan yang menyelusup)

Tidak, setiap orang harus berdamai dengan sejarahnya sebagai jalannya sendiri, dengan keberhasilannya dan kesalahannya. Dan pendamaian dengan sejarahnya sendiri ini membawa banyak kedewasaan, banyak pertumbuhan. Di sini saya akan menggunakan kata yang disebutkan dalam pertanyaan : kerahiman. Bagi seseorang memiliki kerahiman terhadap dirinya sendiri adalah menyehatkan, bukanlah sadis atau masokis. Itu salah. Dan saya akan mengatakan hal yang sama untuk suatu bangsa : bagi sebuah penduduk menjadi penuh kerahiman terhadap dirinya sendiri adalah menyehatkan. Dan kemuliaan jiwa ini ... saya tidak tahu apakah menggunakan kata pengampunan atau tidak, saya tidak tahu. Tetapi menerima bahwa ini adalah jalan saya, tersenyum, dan terus berjalan. Jika kita lelah dan berhenti, kita dapat menjadi getir dan korup. Dan, ketika kita bertanggung jawab atas jalan kita sendiri, menerimanya apa adanya, hal ini memungkinkan kekayaan sejarah dan budayanya muncul, bahkan di saat-saat sulit.

Dan bagaimana hal itu dapat diizinkan muncul? Di sini kita kembali ke pertanyaan pertama : dalam dialog dengan dunia sekarang ini. Berdialog tidak berarti bahwa saya menyerahkan diri saya, karena berkali-kali ada bahaya, dalam dialog di antara berbagai negara, agenda-agenda tersembunyi, yaitu, penjajahan budaya. Perlunya mengenali kebesaran rakyat Tiongkok, yang selalu mempertahankan budaya mereka. Dan budaya mereka - saya tidak sedang berbicara tentang ideologi-ideologi yang mungkin ada di masa lalu - budaya mereka tidak terkena.

Francesco Sisci :Pertumbuhan ekonomi negara berlangsung dengan kecepatan yang luar biasa tetapi ini juga membawa bersamanya bencana manusia dan lingkungan yang sedang diperjuangkan Beijing untuk digumuli dan diselesaikan. Pada saat yang sama, mengejar efisiensi kerja yang sedang membebani keluarga-keluarga dengan biaya baru : kadang-kadang anak-anak dan orang tua yang terpisah karena tuntutan pekerjaan. Pesan apakah yang dapat Anda berikan kepada mereka?

Paus Fransiskus : Saya merasa agak seperti seorang "ibu mertua" yang memberikan nasihat tentang apa yang harus dilakukan (tertawa). Saya akan menyarankan suatu realisme yang sehat; kenyataan yang harus diterima dari manapun ia datang. Ini adalah kenyataan kita; seperti dalam sepak bola, penjaga gawang harus menangkap bola dari mana pun ia datang. Kenyataan yang harus diterima apa adanya. Jadilah nyata. Ini adalah kenyataan kita. Pertama-tama, saya harus berdamai dengan kenyataan. Saya tidak menyukainya, saya menentangnya, ia membuat saya menderita, tetapi jika saya tidak datang untuk berdamai dengannya, saya tidak akan bisa berbuat apa-apa. Langkah kedua adalah bekerja untuk membesut kenyataan dan mengubah arahnya.

Sekarang, Anda melihat bahwa ini adalah saran-saran sederhana, agak biasa. Tetapi menjadi seperti burung unta, yang menyembunyikan kepalanya di pasir agar tidak melihat kenyataan, atau tidak menerimanya, tidak ada penyelesaian. Kalau begitu, marilah kita membahas, marilah kita terus mencari, marilah kita terus berjalan, selalu di jalan, bergerak. Air sungai murni karena ia mengalir ke depan; air tergenang menjadi mandeg. Perlunya menerima kenyataan seperti itu, tanpa menyamarkannya, tanpa menyulingnya, dan menemukan cara untuk membesutnya. Nah, di sini adalah sesuatu yang sangat penting. Jika hal ini terjadi pada sebuah perusahaan yang telah bekerja selama dua puluh tahun dan ada krisis bisnis, maka ada beberapa jalan kreativitas untuk membesutnya. Sebaliknya, ketika itu terjadi di sebuah negara kuno, dengan usia tua sejarahnya, kebijaksanaan kunonya, kreativitas kunonya, maka ketegangan tercipta di antara masalah sekarang dan masa lalu kekayaan kuno ini. Dan ketegangan ini membawa keberhasilan ketika ia melihat masa depan. Saya percaya bahwa kekayaan besar Tiongkok saat ini terletak pada melihat ke masa depan dari sekarang yang ditopang oleh kenangan masa lalu budayanya. Hidup dalam ketegangan, tidak dalam penderitaan, dan ketegangan di antara masa lalunya yang sangat kaya dan tantangan masa kini yang harus dibawa ke luar ke masa depan; yaitu, kisah tidak berakhir di sini.

Francesco Sisci : Pada kesempatan Tahun Baru Cina mendatang, Tahun Monyet, apakah Anda ingin mengirim ucapan kepada rakyat Tiongkok, kepada pihak berwenang dan Presiden Xi Jinping?

Paus Fransiskus : Pada malam Tahun Baru, saya ingin menyampaikan keinginan saya yang terbaik dan salam kepada Presiden Xi Jinping dan seluruh rakyat Tiongkok. Dan saya ingin mengungkapkan harapan saya agar mereka tidak pernah kehilangan kesadaran sejarah mereka menjadi sebuah bangsa yang besar, dengan sejarah kebijaksanaan yang besar, dan agar mereka memiliki banyak untuk ditawarkan kepada dunia. Dunia memandang kebijaksanaan besar milik Anda ini. Dalam Tahun Baru ini, dengan kesadaran ini, semoga Anda terus berjalan maju untuk membantu dan bekerja sama dengan semua orang dalam merawat rumah kita bersama dan rakyat kita bersama. Terima kasih!

(dialihbahasakan oleh Peter Suriadi dari situs Asia Times : http://atimes.com/2016/02/at-exclusive-pope-francis-urges-world-not-to-fear-chinas-rise/)

Sent from my BlackBerry 10 smartphone on the Telkomsel network.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar