Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Senin, 11 Februari 2013

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI UNTUK MASA PRAPASKAH 2013

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI UNTUK MASA PRAPASKAH 2013

"Percaya dalam amal membangkitkan amal"
"Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita" (1 Yoh 4:16)

Saudara dan saudariku terkasih,
Perayaan Prapaskah, dalam konteks Tahun Iman, menawarkan kita
kesempatan berharga untuk merenungkan hubungan antara iman dan amal :
antara percaya dalam Allah - Allah dari Yesus Kristus - dan amal, yang
merupakan buah dari Roh Kudus dan yang menuntun kita di jalan pengabdian
kepada Allah dan sesama.

1. Iman sebagai tanggapan terhadap kasih Allah
Dalam Ensiklik pertama saya, saya menawarkan beberapa pemikiran tentang
hubungan erat antara keutamaan iman dan amal kasih secara teologis.
Berangkat dari pernyataan tegas yang mendasar dari Santo Yohanes: "Kita
telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita" (1 Yoh
4:16), saya mengamati bahwa "menjadi Kristiani bukanlah hasil dari
pilihan etis atau gagasan luhur, tetapi perjumpaan dengan suatu
peristiwa, seseorang, yang memberi kehidupan suatu cakrawala baru dan
suatu arah yang pasti ... Karena Allah telah lebih dulu mengasihi kita
(bdk. 1 Yoh 4:10), kasih kini tidak lagi menjadi 'perintah' belaka;
kasih adalah tanggapan terhadap karunia kasih yang dengannya Allah
mendekat kepada kita" (Deus Caritas Est, 1). Iman ini merupakan ketaatan
pribadi - yang melibatkan seluruh pancaindera kita – bagi pernyataan
kasih Allah yang tanpa syarat dan "penuh gairah" bagi kita, sepenuhnya
terungkap dalam Yesus Kristus. Perjumpaan dengan Allah yang adalah Kasih
melibatkan tidak hanya batin tapi juga akal budi: "Pengakuan akan Allah
yang hidup adalah salah satu jalan menuju kasih, dan 'ya' dari kehendak
kita terhadap kehendak-Nya menyatukan akal budi, kehendak dan perasaan
kita dalam seluruh pelukan tindakan kasih. Tetapi proses ini selalu
akhir yang terbuka; kasih tidak pernah 'selesai' dan lengkap"( Deus
Caritas Est, 17). Oleh karena itu, untuk semua orang Kristiani, dan
terutama untuk "pekerja amal", ada kebutuhan untuk iman, untuk "supaya
perjumpaan dengan Allah di dalam Kristus yang membangkitkan kasih mereka
dan membuka jiwa mereka bagi orang lain. Akibatnya, sehingga boleh
dikatakan, kasih kepada sesama tidak akan lagi bagi mereka perintah yang
dibebankan dari luar, melainkan suatu konsekuensi yang berasal dari
iman mereka, iman yang menjadi aktif melalui kasih "(Deus Caritas Est,
31a). Orang-orang Kristiani adalah orang-orang yang telah ditaklukkan
oleh kasih Kristus dan oleh karena itu, di bawah pengaruh kasih itu -
"Caritas Christi urget nos" (2 Kor 5:14) - mereka amatlah terbuka untuk
mengasihi sesama mereka dengan cara nyata (bdk. Deus Caritas Est, 33).
Sikap ini muncul terutama dari kesadaran dikasihi, diampuni, dan bahkan
dilayani oleh Tuhan, yang membungkuk untuk mencuci kaki para Rasul dan
memberikan diri-Nya di kayu Salib untuk menarik umat manusia ke dalam
kasih Allah.

Iman mengatakan kepada kita bahwa Allah telah
memberikan Putra-Nya demi kita dan memberi kita kepastian kemenangan
sehingga hal itu sungguh benar: Allah adalah kasih! ..... Iman, yang
melihat kasih Allah dinyatakan dalam hati Yesus yang tertikam di kayu
Salib, menimbulkan kasih. Kasih adalah cahaya -, dan pada akhirnya,
satu-satunya cahaya - yang dapat selalu menerangi dunia yang meredup dan
memberi kita kegigihan yang diperlukan untuk tetap hidup dan bekerja"
(Deus Caritas Est, 39). Semua ini membantu kita untuk memahami bahwa
tanda dasariah yang membedakan orang-orang Kristiani adalah justru
"kasih yang didasarkan pada dan dibentuk oleh iman" (Deus Caritas Est,
7).

2. Amal sebagai kehidupan dalam iman
Seluruh kehidupan
Kristiani adalah tanggapan terhadap kasih Allah. Tanggapan pertama
justru adalah iman sebagai penerimaan, yang dipenuhi dengan takjub dan
syukur, akan prakarsa ilahi yang belum pernah terjadi sebelumnya yang
mendahului kita dan mengetengahkan kita. Dan "ya" dari iman menandai
awal dari sebuah kisah persahabatan yang berseri-seri dengan Tuhan, yang
memenuhi dan memberi makna penuh bagi seluruh hidup kita. Tapi itu
tidak mencukupi bagi Allah karena kita hanya menerima kasih-Nya yang
tanpa syarat. Tidak hanya membuat Ia mengasihi kita, tetapi Ia hendak
menarik kita kepada diri-Nya sendiri, untuk mengubah kita sedemikian
mendalamnya sehingga membawa kita untuk berkata bersama Santo Paulus :
"bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di
dalam aku" (bdk. Gal 2:20).

Ketika kita membuat ruang bagi
kasih Allah, maka kita menjadi seperti Dia, berbagi dalam amal
milik-Nya. Jika kita membuka diri terhadap kasih-Nya, kita
memperbolehkan Dia untuk hidup dalam kita dan membawa kita untuk
mengasihi bersama Dia, dalam Dia dan seperti Dia; hanya berlaku demikian
iman kita menjadi benar-benar "bekerja oleh kasih" (Gal 5:6), hanya
berlaku demudian Dia tinggal di dalam kita (bdk. 1 Yoh 4:12).

Iman adalah memahami kebenaran dan mematuhinya (bdk. 1 Tim 2:4); amal
adalah "berjalan" dalam kebenaran (bdk. Ef 4:15). Melalui iman kita
masuk ke dalam persahabatan dengan Tuhan, melalui amal persahabatan ini
dihidupkan dan ditumbuhkembangkan (bdk. Yoh 15:14dst). Iman menjadikan
kita merangkul perintah Tuhan dan Guru kita; amal memberi kita
kebahagiaan mempraktekkannya (bdk. Yoh 13:13-17). Dalam iman kita
diperanakkan sebagai anak-anak Allah (bdk. Yoh 1:12dst); amal menjadikan
kita bertekun secara nyata dalam keputraan ilahi kita, menghasilkan
buah Roh Kudus (bdk. Gal 5:22). Iman memampukan kita untuk mengenali
karunia yang telah dipercayakan Allah yang baik dan murah hati kepada
kita; amal membuat mereka berbuah (bdk. Mat 25:14-30).

3. Keterkaitan yang tak terpisahkan dari iman dan amal
Dalam terang di atas, jelaslah bahwa kita tidak pernah bisa memisahkan,
apalagi dengan sendirinya mempertentangkan, iman dan amal. Kedua
keutamaan teologis ini terkait erat, dan adalah menyesatkan untuk
menempatkan perlawanan atau "dialektika" di antara mereka. Di satu sisi,
akan terlalu sepihak untuk menempatkan penekanan kuat pada prioritas
dan ketegasan iman serta merendahkan dan hampir-hampir meremehkan karya
amal nyata, mengecilkan karya itu ke paham kemanusiaan yang samar-samar.
Di sisi lain, meskipun, sama-sama tidak membantu untuk melebih-lebihkan
keunggulan amal dan kegiatan yang dihasilkannya, seakan-akan karya bisa
mengambil tempat iman. Bagi kehidupan rohani yang sehat, perlu untuk
menghindari baik fideisme maupun aktivisme moral.

Kehidupan
Kristiani mencakup secara terus-menerus pendakian gunung untuk berjumpa
Allah dan kemudian turun kembali, memberikan kasih dan kekuatan yang
diambil dari-Nya, agar supaya melayani saudara dan saudari kita dengan
kasih Allah sendiri. Dalam Kitab Suci, kita melihat bagaimana semangat
para Rasul untuk mewartakan Injil dan membangkitkan iman orang-orang
terkait erat dengan kepedulian mereka yang bersifat amal untuk pelayanan
kepada kaum miskin (bdk. Kis 6:1-4). Dalam Gereja, kontemplasi dan
aksi, yang dilambangkan dalam beberapa cara oleh tokoh Injil, Maria dan
Marta, harus saling berdampingan dan saling melengkapi (bdk. Luk
10:38-42). Hubungan dengan Allah harus selalu menjadi prioritas, dan
setiap pembagian harta benda, dalam semangat Injil, harus berakar dalam
iman (bdk. Audiensi Umum, 25 April 2012). Kadang-kadang kita cenderung,
pada kenyataannya, mengecilkan istilah "amal" untuk solidaritas atau
bantuan kemanusiaan belaka. Namun, penting diingat bahwa karya terbesar
dari amal adalah evangelisasi, yang adalah "pemerintahan sabda". Tidak
ada tindakan yang lebih bermanfaat - dan karena itu lebih beramal -
terhadap salah seorang dari sesama daripada memecahkan roti sabda Allah,
berbagi bersama Dia Kabar Baik akan Injil, memperkenalkan Dia kepada
hubungan dengan Allah: evangelisasi adalah yang promosi tertinggi dan
paling menyeluruh dari pribadi manusia. Sebagai hamba Allah Paus Paulus
VI menulis dalam Ensiklik Populorum Progressio, pernyataan akan Kristus
adalah penyumbang pertama dan utama bagi pembangunan (bdk. no. 16). Ini
adalah kebenaran primordial kasih Allah bagi kita, yang hidup dan
dinyatakan, yang membuka hidup kita untuk menerima kasih ini dan
memungkinkan pengembangan menyeluruh dari kemanusiaan dan dari setiap
orang (bdk. Caritas in Veritate, 8).

Pada dasarnya, segala
sesuatu berasal dari Kasih dan cenderung menuju Kasih. Kasih Allah yang
tanpa syarat dibuat kenal kepada kita melalui pewartaan Injil. Jika kita
menyambutnya dengan iman, kita menerima kontak pertama dan sangat
diperlukan dengan Yang Ilahi, mampu membuat kita "jatuh cinta dengan
Kasih", dan kemudian kita tinggal di dalam Kasih ini, kita tumbuh di
dalamnya dan kita dengan sukacita mengkomunikasikannya kepada orang
lain.

Mengenai hubungan antara iman dan karya amal, ada bagian
dalam Surat Efesus yang mungkin menyajikan catatan terbaik keterkaitan
antara keduanya : "Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini
buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan
baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di
dalamnya" (2:8-10). Dapat dilihat di sini bahwa prakarsa penebusan
seluruhnya berasal dari Allah, dari kasih karunia-Nya, dari
pengampunan-Nya yang diterima dalam iman; tetapi prakarsa ini, jauh dari
pembatasan kebebasan kita dan tanggung jawab kita, sebenarnya adalah
apa yang membuat mereka otentik dan mengarahkan mereka menuju karya
amal. Ini terutama bukan hasil dari usaha manusia, yang di dalamnya
mengandung kebanggaan, tetapi karya amal tersebut lahir dari iman dan
karya amal itu mengalir dari kasih karunia yang diberikan Allah dalam
kelimpahan. Iman tanpa perbuatan adalah seperti pohon tanpa buah: dua
keutamaan saling memaknai. Masa Prapaskah mengundang kita, melalui
praktek-praktek tradisional dari kehidupan Kristiani, memelihara iman
kita dengan seksama dan memperbesar pendengaran akan sabda Allah serta
dengan penerimaan sakramen-sakramen, dan pada saat yang sama bertumbuh
dalam amal dan dalam kasih kepada Allah dan sesama, tidak sekedar
melalui praktik puasa, pengampunan dosa dan derma.

4. Pengutamaan iman, keunggulan amal
Seperti setiap karunia Allah, iman dan amal memiliki asal mereka dalam
tindakan Roh Kudus yang satu dan sama (bdk. 1 Kor 13), Roh dalam diri
kita yang berseru "Abba, Bapa" (Gal 4:6), dan membuat kita berkata:
"Yesus adalah Tuhan!" (1 Kor 12:3) dan "Maranatha!" (1 Kor 16:22, Why
22:20). Iman, sebagai karunia dan tanggapan, menjadikan kita mengetahui
kebenaran Kristus sebagai Kasih yang menjelma dan disalibkan, sebagai
ketaatan penuh dan sempurna pada kehendak dan rahmat ilahi yang tak
terbatas terhadap sesama; iman tertanam dalam hati dan memikirkan
keyakinan teguh bahwa hanya Kasih ini mampu menaklukkan kejahatan dan
kematian. Iman mengajak kita untuk melihat ke masa depan dengan
keutamaan harapan, dengan pengharapan yang pasti bahwa kemenangan kasih
Kristus akan datang kepada penggenapannya. Untuk bagian ini, amal
mengantar kita ke dalam kasih Allah yang terwujud dalam Kristus dan
menggabungkan kita dalam cara yang bersifat pribadi dan nyata terhadap
pemberian diri Yesus yang menyeluruh dan tanpa syarat kepada Bapa serta
saudara dan saudari-Nya. Dengan memenuhi hati kita dengan kasih-Nya, Roh
Kudus membuat kita mengambil bagian dalam pengabdian Yesus kepada Allah
dan pengabdian persaudaraan bagi setiap orang (bdk. Rm 5:5).

Hubungan antara kedua keutamaan ini menyerupai antara dua sakramen
dasariah Gereja: Baptis dan Ekaristi. Baptis (sacramentum fidei)
mendahului Ekaristi (sacramentum caritatis), tetapi diarahkan kepadanya,
Ekaristi menjadi kepenuhan perjalanan Kristiani. Dalam cara yang sama,
iman mendahului amal, tetapi iman adalah sejati hanya jika dimahkotai
oleh amal. Segala sesuatu dimulai dari penerimaan iman yang sederhana
("mengetahui bahwa manusia dikasihi oleh Allah"), tetapi harus sampai
pada kebenaran amal ("mengetahui bagaimana untuk mengasihi Allah dan
sesama"), yang tetap untuk selama-lamanya, sebagai pemenuhan semua
keutamaan (bdk. 1 Kor 13:13).

Saudara dan saudari terkasih,
dalam Masa Prapaskah ini, ketika kita mempersiapkan diri untuk merayakan
peristiwa Salib dan Kebangkitan - di dalamnya kasih Allah menebus dunia
dan menyorotkan cahayanya di atas sejarah - Saya mengungkapkan kehendak
saya sehingga Anda semua dapat menghabiskan waktu berharga ini
menyalakan kembali iman Anda dalam Yesus Kristus, agar supaya masuk
bersama Dia ke dalam kasih dinamis bagi Bapa dan bagi setiap saudara dan
saudari yang kita jumpai dalam kehidupan kita. Untuk maksud ini, saya
memanjatkan doa saya kepada Allah, dan saya memohonkan berkat Tuhan atas
setiap orang dan atas setiap komunitas!

Dari Vatikan, 15 Oktober 2012
BENEDIKTUS XVI

(diambil dari Majalah HIDUP)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar