Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Rabu, 20 Februari 2013

Saatnya bicara tentang konklaf

oleh Mathias Hariyadi

SETELAH hiruk-pikuk berita mengenai isu imunitas Kardinal Joseph Ratzinger selepas lengser keprabon sebagai Uskup Roma sekaligus Paus, kini ada saatnya kita bicara tentang konklaf. Acara penting dengan agenda utama memilih Paus baru ini sudah direncakan harus digelar selambat-lambatnya pertengah Maret 2013.

Mari kita bahas tahapan konklaf:

1. Vatikan memanggil semua Kardinal
Hal pertama-tama yang harus dilakukan Vatikan adalah memanggil semua Kardinal dari seluruh dunia untuk segera datang menghadiri hajatan gerejani maha penting ini. Kardinal ini resminya bukan sebuah 'jabatan hirarkis', melainkan lebih merupakan sebuah 'gelar kehormatan' yang dianugerahkan Tahta Suci kepada para pastur dengan kualifikasi bermartabat, suci, dan loyal kepada Vatikan.

Untuk menjadi seorang kardinal, Vatikan-lah yang punya 'kuasa' untuk menetapkan seorang imam apakah dianggap layak dinobatkan menjadi 'pangeran' Vatikan ini. Jadi, kardinal tidak selalu harus diberikan kepada seorang uskup yang memerintah sebuah wilayah gerejani ( diosis) tertentu. Kardinal juga bukan sebuah 'gelar' yang diperoleh dari sebuah tahbisan. Monsinyur biasanya ditambahkan kepada seorang uskup lantaran mendapat tahbisan uskup. Tidak ada tahbisan kardinal. Namun, bisa juga seorang pastur 'biasa' lalu mendapat panggilan titular sebagai Monsinyur karena posisi jabatan atau kerja fungsionalnya yang strategis berikut jasanya yang gemilang bagi Gereja. Untuk urusan konklaf pertengahan Maret mendatang, Vatikan hanya akan mengundang Kardinal Julius Darmaatmadja, mantan Uskup Agung Jakarta dan Semarang. Sekalipun menjabat Ketua KWI, Vatikan tidak akan mengundang  Mgr. Ignatius Suharyo Pr datang menghadiri konklaf, karena beliau bukan seorang Kardinal.

2. Konklaf super rahasia
Acara utama  konklaf adalah serangkaian  tahapan pemilihan (eleksi) paus baru. Diselenggarakan dengan kaidah ketat yakni super rahasia.

3. Pemungutan suara
Pemungutan suara adalah 'acara inti' konklaf dimana 203 orang Kardinal dari seluruh dunia akan memberikan hak suaranya untuk memilih satu di antara
"college of cardinals" yang mereka anggap paling layak dan bermartabat untuk bisa dijadikan Paus. College of Cardinal sudah barang tentu terdiri dari para kardinal senior –baik dari segi umur maupun pengaruh mondialnya—dan mereka biasanya adalah para uskup tertahbis yang kemudian mendapat 'gelar kehormatan' Kardinal.

Namun aturan konklaf yang mulai berlaku sejak tahun 1975 membuat amandemen penting, konklaf hanya akan menyertakan pesertanya yakni para kardinal dari seluruh dunia yang umurnya tidak lebih dari 80. Karena itu, dari jumlah cardinal sebanyak 203 orang dari segala penjuru dunia ini, nantinya hanya 120 Kardinal saja yang akhirnya datang memenuhi undangan hadir pada Konklaf.

Saat ini, Ketua College of Cardinals adalah Kardinal Angelo Sodano yang kini berumur 85 tahun. Karena usianya ini, beliau tidak 'berhak' lagi datang menghadiri Konklaf, sekalipun beliau sangat berpotensi bisa menjadi Paus karena senioritasnya dalam banyak hal. Kedudukannya akan digantikan oleh Kardinal Giovanni Battista Re. Komposisi jumlah Kardinal yang berhak masuk ruang Konklaf adalah sebagai berikut: 67 Kardinal adalah hasil pengangkatan Paus Benedictus XVI; sisanya berjumlah 50 Kardinal adalah pengangkatan mendiang Beato Paus Yohannes Paulus II. Dari jumlah itu tercatat 61 Kardinal berasal dari Eropa (21 orang Kardinal berdarah Italia), 19 Kardinal datang dari kawasan Amerika Latin; 14 Kardinal dari kawasan Amerika Utara (Kanada dan Amerika Serikat); 11 dari Asia dan satu Kardinal dari kawasan Oceania di Lautan Pasifik.

Selama berlangsung periode vacuum of power di Vatikan pasca pengunduran diri Paus mulai 28 Februari sampai waktu terpilihnya Paus baru pertengahan Maret 2013, maka kekuasaan Tahta Suci akan berada di tangan Kardinal Tarcisio Bertone. Dalam bahasa Italia, beliau akan menjabat sebagai camerlengo.

Dalam posisinya sebagai camerlengo inilah Kardinal Bertone akan bertanggungjawab atas seluruh proses Konklaf pertengahan Maret mendatang. Kardinal Joseph Ratzinger adalah camerlengo pada konklaf terakhir yang mana malah menjadikan dirinya sebagai Paus Benedictus XVI. Dalam Konklaf ini pula, seluruh proses eleksi dilakukan dalam prosedur protocol rahasia dan di bawah bimbingan Roh Kudus. Maka, para Kardinal dilarang keras melakukan kontak dengan dunia luar; mereka hanya dan hanya boleh sembahayang dan sembahyang saja.

Paus Yohannes Paulus II memberi amandemen proses konklaf yakni siapa yang mendapat angka terbanyak, nama itulah yang 'berhak' menjadi Paus. Namun, Paus Benedictus XVI mengubahnya di kemudian hari yakni kuota harus 'terpenuhi' yakni 2/3 plus 1 dari semua keseluruhan peserta konklaf yang menyetujui 'kandidat potensial' ini menjadi Paus. Itu berarti, di sini ada unsur 'diskresi bersama' atau 'musyawarah untuk mufakat'. Pilihan terbaik tidak serta merta datang karena punya suara terbanyak.

Dua dokter boleh masuk dalam ruangan konklaf, berikut sejumlah romo untuk mendengarkan pengakuan. Seluruh proses eleksi Paus baru dalam Konklaf berlangsung di Kapel Sistina. Begitu para Kardinal itu memasuki Kapel Sistina, mereka harus mengucapkan sumpah untuk menjaga kerahasiaan proses eleksi tersebut. Setelah semuanya mengucapkan sumpahnya, maka protokoler akan berseru lantang extra omnes yang berarti semuanya harus segera keluar dari ruangan ini (tentunya ini tidak berlaku bagi para kardinal peserta Konklaf).

4. Proses eleksi
Di hadapan para kardinal akan diberikan semacam kertas khusus untuk proses eleksi.
Hari pertama hanya akan diberikan satu kertas eleksi. Hari kedua dan ketiga akan diberikan dua kertas eleksi. Berbentuk persegi panjang, kertas eleksi Konklaf ini berisi kata-kata berbahasa Latin yang berbunyi: "Eligio in Summum Pontificem" yang kurang lebih berarti "Saya memilih (Kardinal ini) sebagai Paus". Tulisan Latin ini menghiasi hampir separoh dari kertas suara tersebut, terutama di bagian atas. Sementara di bagian bawahnya kosong mlompong karena di bagian inilah, para Kardinal harus menuliskan nama Kardinal tertentu yang dianggapnya layak dan bermartabat untuk menjabat sebagai Uskup Roma dan sekaligus menjadi Paus.
Begitu nama sudah ditulis, para Kardinal diminta segera melipat kertas itu sehingga nama kandidat Paus baru yang dia 'lirik' tidak sampai terlihat oleh para Kardinal lain.

Setelah diadakan pemungutan kertas-kertas suara dan dihitung sesuai jumlah Kardinal yang hadir, maka satu-per-satu kertas bertuliskan "Eligio in Summum Pontificem" dibuka dan dibacakan bersama. Dengan menggunakan jarum khusus, petugas protokoler akan menembus kertas persis dimana tertulis kata "eligio" agar yang sudah ditembusi jangan sampai terulang kembali pada kertas-kertas lainnya. Kertas-kertas suara itu kemudian dibakar dan asapnya keluar melalui sebuah cerobong kecil. Kalau asap itu berwarna hitam, berarti Konklaf belum berhasil mencetak Paus Baru. Ketika asap yang keluar dari cerobong itu berwarna putih, maka Paus baru pun berhasil terpilih.

Kalau proses pemungutan suara pertama belum mencapai kuota yang diharuskan, maka proses kedua pemungutan suara dengan mekanisme prosedur yang sama dilanjutkan dan demikian seterusnya sampai jumlah kuota suara sah berhasil dicapai.

DALAM Konklaf, apakah voting dimungkinkan?
Setelah tiga hari proses eleksi berlangsung  namun ternyata jumlah suara sah yang dibutuhkan untuk 'menghasilkan' paus baru juga belum tercapai, maka diberikan waktu seharian penuh bagi para Kardinal ini untuk berdoa guna minta petunjuk ilahi Roh Kudus agar proses eleksi berikutnya berhasil. Pada kesempatan ini biasanya diadakan semacam puncta alias siraman rohani dari seorang Kardinal senior anggota Order of Deacons. Kalau saja Paus baru berhasil digulirkan di sesi pemungutan suara berikutnya, maka sebuah dokumen berisi hasil-hasil pemungutan suara itu akan diberikan kepada Paus tertunjuk dan kemudian dokumen penting ini akan disimpan rapi oleh Paus tertunjuk dalam posisi "terkunci" alias dilem.

Habemus Papam!
Ketika seorang calon Paus tertunjuk berhasil diperoleh dari sebuah proses eleksi, maka sebelum semuanya dipublikasikan melalui jendela kepada dunia tentang nama Paus terpilih dan nama kepausan yang dia pilih sebagai pengganti namanya sebagai kardinal, Konklaf akan tegas menanyai kardinal terpilih ini dengan pertanyaan: "Apakah Kardinal bersedia menerima jabatan ini sesuai dengan yang diperintahkan Hukum Kanonik?"
Kalau yang terjadi adalah anggukan tanda persetujuan, maka berlanjut dengan pertanyaan kedua sebagai berikut: "Dengan nama kepausan apa, Kardinal ingin menyebut diri sebagai Paus?". Begitu nama kepausan diucapkan , maka setiap kardinal akan segera mendatangi Paus tertunjuk ini untuk menyatakan sikap setia dan hormatnya kepada pimpinan Gereja yang baru. Segera setelah ritual tanda loyalitas dan hormat kepada Paus baru ini diungkapkan oleh semua peserta konklaf, maka jubah kepausan akan segera dikenakan kepada Paus tertunjuk ini. Vatikan biasanya menyediakan sejumlah jubah kepausan dari segala ukuran untuk 'menjawab kebutuhan' sesaat. Bisa jadi, untuk menit-menit terakhir pun perlu dilakukan penyesuaian ukuran tubuh Paus tertunjuk. Ternyata, tukang jahit pun berperan penting dalam proses Konklaf ini.

Nah, begitu semua aturan protokoler ini selesai dan jubah kepausan sudah dikenakan kepada Paus baru, maka melalui sebuah  jendela Basilika Santo Petrus kemudian lantang terdengar pengumuman berikut ini: "Annuntio vobis gaudium magnum… habemus papam!"  "Dengan ini, kami umumkan dengan perasaan gembira luar biasa:  Kita mempunyai Paus!" Sedetik dua detik kemudian, lantas diumumkan nama kepausan yang baru dan sejurus kemudian Paus baru pun muncul di jendela untuk untuk "dipertontonkan" kepada publik.

Setelah Paus baru mengucapkan semacam salam perkenalan, maka sesuai tradisi Paus baru ini pun segera melayangkan berkat Urbi et Orbi –untuk kota Roma dan Dunia—kepada khalayak ramai yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Roma. Sejurus kemudian, maka masa pemerintahan Tahta Suci di bawah kepemimpinan Paus baru pun dimulai. Karpet merah pun tergelar di Vatikan tanpa disertai tahbisan.

Ingat ya, tidak ada ritual tahbisan imamat paus untuk seorang kardinal yang terpilih menjadi Paus. Ia terpilih bukan karena tahbisan, melainkan dipilih oleh Allah melalui tangan para kardinal peserta Konklaf.
(Milis mitra hukum)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar