Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Selasa, 05 Maret 2013

Dari "Roma locuta est", ke "ite missa est" (Prastowo Justinus)

"Ite missa est" ...itu adalah perutusan di akhir Perayaan Ekaristi yang
sering kita dengar sebagai "pergilah, kita diutus". Perayaan Ekaristi adalah sumber kehidupan bagi orang Katolik karena di dalamnya kita memperoleh inspirasi, energi, dan kebaruan. Ia adalah metafor kehidupan kristen yang penuh, pendramaan hidup itu sendiri.
Bersatu dalam kurban Kristus sebagai puncak iman Kristen, diinspirasi oleh
sabda Tuhan, dan dibarui dalam persatuan dengan 'tubuh dan darah" bersama saudara seiman dlm *communio*.

Altar adalah oase, mata air kehidupan tempat kita menimba tenaga. Dan
persis di akhir kita "diutus untuk pergi", mewartakan sukacita dan kasih
Allah kepada semua orang.
Inilah perutusan khas awam, karena dunia (*saeculum*) adalah medan
pewartaan bagi awam, ladang rohani yang menanti: disiangi, ditanami,
disiram, dipupuk dan dinanti buahnya.
Maka, kita jadi paham apa maksud kerasulan awam ketika Konsili Vatikan II menegaskan itu dalam dokumen Apostolicam Actuositatem dan Paus Yohanes Paulus II menegaskannya kembali dalam Christifideles Laici.

Metafor Gereja sebagai "misteri" memampukan kita membedakan "yang ideal" dan "yang riil", atau "yang tak kelihatan" dan "yang tampak". Kita adalah komunitas orang beriman yang kelihatan sekaligus bagian dari komunitas orang beriman yang tak tampak - dalam persatuan dengan Kristus sebagai Kepala dan para kudus di sorga. Distingsi penting yang dirintis Paus Pius IX dan menemukan formulasi brilian di Lumen Gentium dan ekspesi matang di Gaudium et Spes ini adalah bukti nyata dari teori perkembangan doktrin (*doctrine development*) yang mula-mula dikembangkan John Henri Newman - mantan Anglikan yang berpindah ke Katolik Roma, lalu dielaborasi dua Jesuit AS - John Courtney Murray,SJ dan Bernard Lonergan,SJ dan secara saintifik
mendapatkan legitimasi dari teori evolusi-teistik-metafisik Pierre Teilhard
de Chardin,SJ.

Adalah Paus Pius IX yang merintis, lalu Paus Pius XII mengeksplisitkannya
dalam menulis ensiklik yang berpengaruh Mystici Corporis Christi (Tubuh Mistik Kristus). Awalnya adalah suatu pada petang menjelang malam Natal tahun 1944 ketika Paus memberikan siaran radio, mewartakan nada optimisme bahwa fajar kehidupan baru bagi Gereja Katolik menyingsing. Usai Perang Dunia II yang melelahkan itu. Eropa tercabik. Jerman dan Italia kalah. 'Negara-negara" Katolik yang tadinya ikut merasa remuk kini menemukan harapan pada demokrasi. Catholic Action, sebuah gerakan awam di Eropa adalah kuncinya, juga tumbuhnya Kristen Demokrat yang melahirkan Charles de Gaulle dan Robert Schuman di Prancis dan puncaknya adalah John Kennedy di
AS, dan Gereja Katolik menjadi 'World-Church", menyebar ke penjuru dunia.
Tak ada alasan Gereja tak memeluk dunia, tak menjadikannya ladang tempat rahmat bekerja.

Kini, 50 Tahun Konsili Vatikan II berlalu. Hanya sayup-sayup suara terdengar, itupun seringkali sumbang. Tak banyak lagi yang paham tentang apa dan mengapa itu terjadi. Konteks historis-teologis Vatikan II praktis meredup dan hanya jatuh dalam nostalgia. KV II jadi mantra - baik bagi yang setuju maupun yang tidak. Spirit besarnya, yang jelas merupakan ilham Roh
Kudus di tengah pesimisme terhadap Angelo Roncalli, kardinal tua, tambun,
dan tak gemilang prestasinya. Ya, justru melalui Yohanes XXIII inilah
gerbang baru Gereja Katolik menapaki dunia modern dibuka. Gereja Katolik
menegaskan kembali dimensi inkarnatorisnya: jika Sabda harus menjadi daging demi keselamatan manusia, maka dunia pastilah bukan situs kutuk melainkan medan rahmat. Tak ada ada pilihan selain: "per mundum ad coelum", memeluk
dunia untuk menggapai sorga. Yohanes XXIII seringkali disebut "progresif" karena berani mengambil keputusan di luar dugaan dan alur tradisi yang selama ini ada.

Maka, kerja Roh Kudus seringkali menjadi penentu aneka pertanyaan yang muncul. Termasuk ketika Paus Benediktus XVI yang seringkali dicap
"konservatif" itu memutuskan untuk mengundurkan diri. Bahkan selama empat abad terakhir "tradisi" Katolik yang ada adalah Paus itu bertahta sampai wafat, bukan mengundurkan diri. Tapi justru keputusan Benediktus XVI di luar dugaan. Jauh dari anggapan bahwa kaum tradisionalis-konservatif akan menggenggam kuasa hingga akhir hayat, ia menanggalkannya. Untuk menjadi pendoa. Tak pernah terbayangkan bagi kepemimpinan modern di mana umumnya
kuasa dipeluk selama mungkin, direkayasa hingga bisa lestari meski penuh kepalsuan dan dusta.

Kita jadi paham, Yohanes XXIII dan Benediktus XVI berada dalam jalur yang sama. Keduanya adalah perwujudan dari karya Roh Kudus yang setia. Anomali, ketakterdugaan, bahkan ketidakmungkinan itu menjadi nyata. Keduanya menjadi teladan iman sejati: ketika sadar dirinya lemah, Yohanes XXIII merasa lemah karena sadar bukanlah siapa-siapa di hadapan kardinal lain yang lebih hebat, dan Benediktus XVI yang sadar dirinya lemah: tubuh yang menua di
tengah badai dan harapan besar terhadap Gereja. Keduanya hadir dan lahir sebagai "pencetak" tradisi baru, sekaligus merawat Tradisi lama. Bahwa
kesetiaan iman itulah yang utama, bukan kemegahan, kekuasaan, dan puja puji yang berpusat pada diri. Keduanya hendak menegaskan bahwa Kristuslah kepala, dan Roh Kuduslah pemelihara. Yohanes XXIII dan Benediktus XVI adalah "konservatif" karena menjaga kesinambungan Tradisi,sekaligus "progresif" karena membuat keputusan radikal dan mendasar.

Jika demikian halnya, dalam arus seperti ini bagaimana kita bisa menimba inspirasi? Agaknya KV II tak boleh dibiarkan menjadi fosil dan disapu angin sejarah. Bukan sebuah kebetulan jika Benediktus XVI mengundurkan diri pada 11 Februari 2013. Sejarah kelak akan mencatat, tak mustahil 50 tahun lagi peristiwa 11 Februari 2013 ini akan menjadi momen spesial yang menjadi batu penjuru bagi pembaruan. Sebagaimana kini, 50 tahun ketika KV II berlalu - semangat untuk tetap merawat warisan dan meneruskan cita-cita luhur itu tak
padam, bahkan dikobarkan kembali oleh Benediktus XVI sebagai Tahun Iman.

Dan kini, Benediktus XVI, mengikuti pendahulunya Yohanes XXIII meletakkan pondasi kokoh bagi masa depan Gereja Katolik. Kita dihentak oleh kesadaran bahwa kesementaraan ini harus terus dimaknai dalam semangat iman.

Kini saatnya seluruh umat beriman bersama para Kardinal, berjalan dalam
jejak kaki Yohanes XXIII dan Benediktus XVI, berdoa dalam semangat kesatuan
dan harapan bahwa pondasi yang diletakkan itu memampukan kita menatap masa depan dengan gemilang. Yakni semangat melibati denyut nadi dunia, berikut cacat-derita-kelemahannya. Itulah oase Perayaan Ekaristi sebagai ekspresi
iman yang penuh, yang mempersenjatai kita menuju perutusan sejati.

Mari bersekutu dalam iman dan kasih di seputar Altar Kristus, dan mari
pergi ke Pasar, tempat rahmat menemukan lahannya, kita diutus. Itulah semangat Kekatolikan, semangat pembaruan KV II dalam "membaca tanda-tanda
zaman", semangat pembaruan (*renewal*) melalui penyesuaian dengan kekinian (*aggiornamento*) dan selalu bersumber pada kekayaan Tradisi *(ressoursement*).

Kita berayun dalam pendulum: "dari Roma locuta est, causa finita est" ke
"ite missa est". Roma bicara perkara selesai, tapi kini kitalah yang diutus
mengabarkannya. Roma telah memberi contoh, marilah kita menirunya.

Kita bersyukur pada Tuhan yang telah mengirimkan Yohanes XXIII dan
Benediktus XVI bagi kita, bagi dunia, dan bagi masa depan. Melalui keduanya
kita belajar memaknai panggilan hidup dan menjadi alat-Nya.

Bukan kebetulan belaka jika Konsili Vatikan II dibuka dengan mengesahkan
Konstitusi tentang Liturgi Suci (Sacrosanctum Consilium) dan ditutup dengan
dokumen tentang kiprah Gereja di dunia dalam Kegembiraan dan Harapan
(Gaudium et Spes). Mari beriman dan berwarta tentang harapan dengan gembira!

Saya bangga menjadi Katolik, semoga demikian juga dengan Anda.

salam hangat

Prastowo Justinus - milis APIKatolik
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar