Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Minggu, 17 Maret 2013

Paus Fransiskus dan Teori Pendulum (Yustinus Prastowo)

Salam,

Terpilihnya Kardinal Jorge Mario Bergoglio sebagai Paus baru menggantikan Paus Benediktus XVI sungguh karunia yang patut disyukuri. Bergoglio yang mengambil nama Fransiskus ini langsung menyedot perhatian dunia, menjadi objek analisis, dan catatan perjalanan hidupnya ditilik kembali. Anak
seorang imigran Italia yang sempat mengenyam pendidikan di bidang kimia dan belajar filsafat di Jerman ini memang luar biasa. Bersahaja sejak kecil, menjadi pastor yang dekat dengan umat, tak canggung mengkritik presiden Argentina, juga menjaga jarak dengan koleganya yang aktif di Teologi Pembebasan yang pada 1970-an hingga 1980-an sangat populer di Amerika Latin.

Richard Mc Brien eklesiolog asal Amerika Serikat dan Giancarlo Ziola,
jurnalis Italia - keduanya ahli di bidang sejarah kepausan pernah memaparkan apa yang mereka sebut "pendulum law" atau hukum pendulum (berayun) sebagai pisau analisis psikologi konklaf dan kepausan.

Tak semudah yang kita duga, aspek psikologis berperan penting dalam menentukan pilihan termasuk bagaimana pendulum itu berayun, dari pilihan terhadap Paus yang pro pada perubahan ke Paus yang pro kepada stabilitas. Jika perubahan dirasa terlalu kencang, orientasi pilihan umumnya diarahkan pada kandidat yang lebih tenang, dan sebaliknya jika kondisi Gereja mengalami stagnasi, pilihan biasanya dijatuhkan pada kandidat yang diharapkan memiliki visi perubahan.

Hal ini misalnya tampak pada akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20 ketika Gereja mencari pengganti Paus Leo XIII yang terkenal progresif, berpikiran terbuka, dan secara personal adalah pribadi yang menyenangkan.

Dalam kegamangan menapak awal abad ke-20 yang diwarnai ketegangan dan kecurigaan terhadap modernisme, bayang-bayang perang dunia akan berkecamuk, dan senjakala otoritas agama di Eropa, pada 1903 pilihan berikutnya jatuh pada Giuseppe Sarto, menjadi Paus Pius X yang sangat konservatif, anti-modernisme, dan oleh pemerintah Italia dijuluki "the most intransigent of the intransigents". Pada era ini Gereja Katolik berhadap-hadapan dengan modernisme dan dunia sekular, yang melahirkan pemikir2 ateis seperti Karl Marx, Friedrich Nietzsche, dan bersemainya teori volusi Darwinian yang anti metafisika (dan agama). Dekrit penting di era ini adalah Lamentabili dan Pascendi Dominici Gregis.

Kelak kita akan ingat Uskup Marcel Lefebvre yang tidak setuju dengan hasil Konsili Vatikan II dan mendirikan Komunitas Pius X. Lefebvre dan para ultra-tradisionalis menyebut masa sesudah Pius X sebagai sede vacante.

Pendulum kemudian berayun ketika 1914 konklaf memilih Giacomo della Chiesa (Benediktus XV), seorang moderat yang dapat dibilang sebagai anti-tesis Pius X. Benedktus XV mengakhiri sikap anti-modern dan anti-Protestantisme Pius X dengan mengatakan "Cukuplah saya katakan bahwa Kristen itu nama saya, dan Katolik adalah nama fam saya." Perstasi di masa ini adalah diundangkannya Kitab Hukum Kanonik pada 1917.

Pada 1922 Benediktus XV wafat dan diselenggarakan konklaf. Pendulum mulai kembali berayun dalam tegangan: pendukung Pius X dan pendukung Benediktus XV, yang sebagian besar adalah pendukung Kardinal Rampolla, tangan kanan Paus Leo XIII. Dalam proses pemilihan yang menegangkan dan menghasilkan perkubuan yang tajam, akhirnya
bukan Pietro Gasparri maupun Merry del Val yang terpilih tetapi Achille
Ratti.

Masa ini adalah konklaf terlama di abad ke-20: 5 hari dan 14 putaran. Achille Ratti terpilih dan mengambil nama Pius XI, bertahta hingga 1939. Pius XI adalah paus yang relatif moderat, tanpa gejolak dan jarang membuat keputusan progresif. Pencapaian besar Pius XI adalah didirikannya Kota Vatikan sebagai negara berdaulat dan merdeka pada 1929 dan menulis ensiklik Quadragesimo Anno (1931) sebagai kenangan terhadap Rerum Novarum
yang ditulis Leo XIII. Sikap Pius XI cukup menarik karena pada 1928 beliau mengutuk ekumenisme dalam ensiklik Mortalium Animos dan mengutuk kontrasepsi dalam Casti Conubii.

Paus Pius XI wafat pada tahun 1939 dan diadakan konklaf. Masa pemerintahan Pius XI yang cukup panjang mungkin meredakan polarisasi warisan masa-masa sebelumnya. Konklaf hanya berlangsung 2 hari dan 3 putaran - tersingkat pada abad modern ini dan memilih Eugenio Pacelli yang mengambil nama Pius XII.

Enam bulan pasca pelantikannya, pecahlah Perang Dunia II. Pius XII sendiri adalah pribadi yang kharismatik, teolog ulung dan administrator yang handal. Ensiklik terkenal di masanya adalah Divino Afflante Spiritu (1943) yang merintis upaya tafsir Alkitab sesuai perkembangan ilmu hermeneutika dan eksegese. Lalu ensiklik Mystici Corporis yang mengantisipasi Lumen Gentium di Konsili Vatikan II, dan terakhir Mediator Dei, yang diabdikan untuk pembaruan liturgi. Titik balik muncul ketika pada 1950 ensiklik Humani Generis diterbitkan dan berisi kritik terhadap pandangan-pandangan modern dan baru yang berkembang baik di bidang teologi maupun sains. Para teolog aliran nouvelle thelogiae dilarang membuat publikasi, termasuk ilmuwan Jesuit Teilhard de Chardin.

Pius XII secara mengejutkan wafat pada 1958 dan diadakan konklaf. Dua
kardinal terkenal dan berpengaruh pada masa itu adalah Kardinal Ruffini dan Kardinal Ottaviani, ada juga Kardinal Lercarlo dari Bologna. Berlangsung 4 hari dan 11 putaran, konklaf memilih Kardinal Angelo Roncalli sebagai paus baru. Nama yang hampir tak diperhitungkan. Yohanes XIII, nama yang diambil, justru menjadi pembaharu. Beliau mengumumkan akan diadakannya Konsili Vatikan II dan berlangsung hingga 1965. Beliau seorang yang terbuka, periang, lucu, dan terkenal karena pelayanan pastoralnya.

Hal penting di konklaf 1958 adalah diunggulkannya Uskup Agung Giovanni Montini sebagai
paus padahal belum diangkat sebagai kardinal. Muncul dugaan Pius XII memang kurang sreg dengan Montini. Anugerah Yohanes XXIII untuk sahabatnya Montini adalah mengangkatnya sebagai kardinal dan melempangkan jalan sebagai penggantinya pada konklaf 1963. Paulus VI, demikian beliau mengambil nama adalah paus yang brilian dan tenang. Diplomasi politiknya cukup bagus. Dua ensiklik pentingnya adalah Humanae Vitae tentang teologi moral dan Populorum Progressio, kenangan terhadap Rerum Novarum.

Sebelum meninggal pada 1978 Paulus VI telah menyiapkan kandidat yang akan meneruskan kepemimpinannya karena sengitnya perkubuan di Kuria. Beliau menyiapkan Luciani Albino yang terpilih menjadi paus baru dan hanya
bertahta dua bulan, dan kemudian konklaf selanjutnya memilih Uskup Krakow Karol Wojtyla. Mengambil nama Yohanes Paulus II, Wojtyla adalah paus yang bertahta paling lama di era modern yaitu 27 tahun.

Tak hanya kharismatik, beliau juga memimpin peruntuhan Komunisme, menulis banyak ensiklik penting dari Laborem Execerns, Redemptoris Mater, Solicitudo Rei Socialis, Evangelium Vitae, hingga Fides et Ratio. Wafat pada 2005, JP II meninggalkan banyak warisan berharga sekaligus berbagai persoalan yang selama ini tak pernah diselesaikan: sex abuse, skandal keuangan Vatikan, tuntutan tahbisan perempuan, dll. 2005, konklaf berlangsung dua hari dan memunculkan kandidat kuat di putaran pertama: Kardinal Carlo Martini, Uskup Agung Milan, Kardinal Ratzinger, Kardinal Camillo Ruini, dan Kardinal Bergoglio.

Pada putaran berikutnya Kardinal Ratzinger unggul diikuti Kardinal Bergoglio. Bersahabat sejak 1970-an dengan Wojtyla, Ratzinger adalah Prefek Kongregasi untuk Doktrin Iman yang bertugas menjaga ajaran Gereja, membuat notifikasi dan palang pintu ortodoksi.

Boleh dikatakan Ratzingerlah pendamping dan penyeimbang
Wojtyla. Brilian sebagai teolog sejak muda, ketika berusia 35 tahun beliau
menjadi Profesor Teologi Sistematik di Universitas Freiburg dan menjadi
peritus untuk Kardinal Frings dari Cologne. Beliau bertahta selama 8 tahun dan menulis tiga ensiklik penting dan monumental: Deus Caritas Est, Spe Salvi, dan Caritas in Veritate. Tiga ensiklik yang ditulis tematik secara terbalik sesuai 3 pilar Kristianitas: kasih, harapan, dan iman.

Beliau mundur pada Februari 2013 dan mengumumkan sede vacante. Konklaf 2013 yang banyak dinanti akhirnya memilih Jorge Mario Bergoglio, Uskup Agung Buenos Aires Argentina sebagai Paus baru. Jesuit pertama yang menjadi paus, paus pertama dari benua Amerika, dan paus pertama yang memakai nama Fransiskus.

Lalu apa?

Jika mengikuti penuturan Kardinal Timothy Dolan dan Kardinal Christoph
Schoenborn, pilihan kepada Bergoglio adalah arah yang jelas sesuai perbincangan pendahuluan pra konklaf. Ini terkait kemendesakan Gereja Katolik melakukan pembenahan internal (ad intra) dan revitalisasi misi
keluar (ad extra). Usai selama 35 tahun Gereja Katolik dipimpin mendunia oleh sosok kharismatik JP II dan teolog ulung Benediktus XVI, kini saatnya Gereja Katolik berayun dalam pendulum baru: orientasi pastoral. Pengalaman sebagai gembala di dunia ketiga, lekat dengan isu kemiskinan, berpengalaman menghadapi aneka tantangan politik lokal, regional dan global, Paus Fransiskus adalah pembaharu yang hadir pada situasi yang tepat. Jika pembacaan tanda-tanda zaman dilakukan, mungkin saja kehadiran Bergoglio mirip dengan kehadiran Roncalli: sama-sama berusia 76 tahun, periang, humoris, berlatar pastoral. Tentu saja kita menantikan program konkret Paus
Fransiskus.

Tentu saja Teori Pendulum hanyalah upaya ilmuwan dan analis untuk
merekonstruksi fakta historis. Boleh jadi ini sekedar analisis post-factum.
Namun bentangan sejarah yang berayun dan dinamis ini berguna untuk membaca masa depan Gereja.

Tetapi dari pesan yang disampaikan, beliau jelas menegaskan sikap optimis
pada dunia, ajakan beriman dengan gembira, dan dorongan mawas diri.

Kita semua berdoa untuk Paus Fransiskus semoga Gereja Katolik semesta kembali dapat menegaskan orientasinya, menyelesaikan masalah yang dihadapi, dan merumuskan pondasi yang kokoh bagi generasi mendatang. Peringatannya cukup
jelas: tanpa mewartakan iman akan Tuhan, seluruh aksi karitatif itu tak
ubahnya menjadikan Gereja seperti LSM internasional. Gereja tak pernah
kehilangan harapan karena hidup dari penyertaan Roh Kudus dan dinamika umat yang mendewasa. Kita patut berbangga dan lebih-lebih bersedia terlibat sesuai talenta kita.

salam

Yustinus Prastowo

Sumber:

1. What Happened at Vatican II karya John O Malley
2. Conclave karya John L Allen,Jr
3. Trent What Happened karya John O Malley
4. Church Council: A Brief History karya Norman P Tanner
5. A Brief History of Vatican II karya Giuseppe Alberigo
(Milis ApiKatolik)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar