Salam Damai Kristus,

Sebuah kontribusi para mantan frater, pastor, suster, bruder, dll bagi pembangunan kehidupan bersama yang lebih baik. Kirimkan artikel apa saja yang mau ditampilkan pada blog ini ke email: mantan.frater09@gmail.com Atas kunjungannya, terima kasih.

Senin, 04 Maret 2013

Penyuluh Agama Katolik: Dari Kumpulan yang Terbuang Kini Menjadi Pengajar Iman

Oleh: Eduardus B. Sihaloho, S.Ag*

Sampai dekade 90-an umum diketahui bahwa ada dua nama yang populer yang berkaitan dengan penyuluh yakni  Penyuluh Keluarga Berencana dan Penyuluh Pertanian. Hampir kebanyakan anggota masyarakat tahu dan kenal dengan sebutan nama tersebut. Namun beberapa tahun belakangan ini muncul beberapa jenis penyuluh. Salah satu berkaitan dengan agama yakni penyuluh agama. Untuk kalangan Katolik nama itu disebut Penyuluh Agama Katolik di bawah naungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik (Ditjen Bimas Katolik- Kementerian Agama), yang termuat dalam Keputusan MENKOWASBANGPAN, Nomor: 54/KEP/MK.WASPAN/9/1999. Tulisan ini didasarkan pada keprihatinan bahwa kehadiran para penyuluh tersebut kurang dapat diterima di kalangan Gereja, terutama di antara para imam dan Uskup. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa para penyuluh ini rata-rata adalah bekas-bekas calon imam (frater), bekas bruder dan suster, bahkan ada yang bekas diakon dan imam. Dari informasi yang kami rekam dalam dua kali pertemuan nasional para penyuluh yang datang dari 33 provinsi di Indonesia pada tanggal 15-18 April 2010 di Bogor dan pada tanggal 7-10 Oktober 2010 di Batam situasi kurang penerimaan itulah yang sedang terjadi. Situasi tersebut membuat pelaksanaan tugas para Penyuluh Agama Katolik tidak bisa berjalan efektif, karena kurang mendapat sambutan yang baik dari para Pimpinan Gereja, padahal tugas mereka sangat membantu tugas-tugas pastoral di tengah umat.   

Dari Kumpulan “Terbuang” Kini Menjadi Pengajar Iman
              Lewat jarring informasi dan sharing pengalaman para Penyuluh Agama Katolik yang ikut dalam kedua pertemuan di atas bahwa kehadiran mereka kurang diterima di kalangan Gereja, terutama para imam dan Uskup. Memang nyata bahwa mayoritas para Penyuluh Agama Katolik tersebut adalah bekas calon imam (frater), bekas bruder dan suster, bahkan ada bekas diakon dan imam. Sangat sedikit dari antara penyuluh tadi para awam yang berasal dari tamatan pendidikan tinggi Agama Katolik. Kalau boleh dibuat persentasinya antara 90%:10%. Inilah gambarannya. Karena kebanyakan penyuluh tersebut adalah “bekas-bekas” kaum berjubah, maka kami menyebutnya “Kumpulan Terbuang”. Sebab memang terbuang dari ordo, serikat, kongregasi atau keuskupan, tempat mereka dahulu menginkardinasikan dirinya. Mereka terbuang, sebab tidak sampai pada tahap jenjang imamat, kaul kekal, atau bahkan melepaskan diri dari kolegialitas imamat. Dalam arti tertentu, para penyuluh tersebut telah mendapat cap yang tidak baik dan tidak bersih dalam komunitas umat beriman. Bahkan mereka kerapkali dituduh penghianat, dibenci, dimaki, dicueki, dikata-katai, dicemooh, disumpah serapahi, dan lain-lain, akibat dari mereka telah terbuang dari komunitas kaum berjubah.
            Apapun cap atau tuduhan juga gelar yang ditujukan kepada para bekas-bekas kaum berjubah tadi, namun situasi dan kondisi hidup mereka sekarang telah berbeda. Di kalangan Gereja mereka telah memperoleh cap atau gelar yang kurang baik, tetapi Negara saat ini telah memperlakukan dan menempatkan mereka terhormat di tengah masyarakat menjadi Pegawai Negeri Sipil. Penyuluh Agama Katolik yang berstatus PNS menerima tugas, tanggungjawab, dan wewenang yang penuh dari Negara RI untuk melakukan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama. Selama ini pegawai negeri sipil yang memakai bahasa agama dalam pelaksanaan tugasnya adalah guru agama. Namun kelompok sasaran yang dituju secara spesifik adalah anak-anak didik di sekolah. Sementara kelompok sasaran penyuluh agama adalah umat beriman yang secara teritorial dan kategorial adalah wilayah domain pimpinan Gereja.
            Berdasarkan uraian tugasnya, Penyuluh Agama Katolik melakukan penyuluhan terhadap kelompok binaan: masyarakat pedesaan, masyarakat transmigrasi, masyarakat perkotaan: kompleks perumahan, real estate, asrama, daerah pemukiman baru, masyarakat pasar, masyarakat daerah rawan, karyawan instansi pemerintah/ swasta, masyarakat industri, masyarakat khusus: cendekiawan (pegawai instansi pemerintah), kelompok profesi, kampus/akademis, generasi muda (Orang Muda Katolik, Karang Taruna, Pramuka), Lembaga Pendidikan Masyarakat (komuni pertama, katekumen, sekolah minggu/bina iman anak, WKRI, seminari, postulat, novisiat), binaan khusus (Panti Rehabilitasi/ Pondok Sosial, Rumah Sakit, gelandangan/pengemis, Pekerja Seks Komersial (PSK), Lembaga Pemasyarakatan, dan masyarakat daerah terpencil dan suku terasing.
            Disinilah letak permasalahannya, bagaimana mensinkronkan keinginan pimpinan Gereja dan pelaksanaan tugas yang diembankan Negara kepada para Penyuluh Agama Katolik tersebut? Sebab apapun tuduhan yang diterima Penyuluh Agama Katolik, namum kehadiran mereka sangat membantu Gereja Katolik. Karena dengan latar belakang pendidikannya (S1) filsafat agama, teologi, kateketik, pastoral, orang-orang dari kumpulan terbuang tersebut, dengan kegiatan bimbingan keagamaan dan penyuluhan pembangunan melalui bahasa agama, sekarang telah diposisikan menjadi Pengajar Iman. Tugasnya sangat membantu pengembangan dan pembangunan Gereja, tetapi secara finansial Gereja tidak mengeluarkan dana untuk tugas yang dilaksanakan Penyuluh Agama Katolik. Maka saat ini kami melihat dan berharap bahwa para pimpinan Gereja di seluruh Nusantara mesti membuka mata dan merangkul Penyuluh Agama Katolik demi pengembangan pembinaan iman kita, sekaligus memberdayakan secara maksimal tugas dan peran Penyuluh Agama Katolik yang notabene PNS untuk pelaksanaan berbagai pembinaan di lingkungan Gereja. Di pihak lain, para Penyuluh Agama Katolik harus bersikap rendah hati untuk tetap taat dan mendekatkan diri kepada pimpinan Gereja dimana dia ditugaskan. Itulah kami pikir spiritualitas kasih dan ketaatan yang senantiasa kita bangun sebagaimana diwartakan dan dihidupi Yesus Kristus sebagai Teladan Hidup Beriman kita. Artinya, pimpinan Gereja bersedia merangkul para Penyuluh Agama Katolik, demikian juga sebaliknya para Penyuluh Agama Katolik mau mendekatkan diri sekaligus taat pada gembalanya.
              
Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Indonesia
            Posisi Penyuluh Agama Katolik boleh dikatakan sebagai jembatan – yang menghubungkan dan menyatukan antara Gereja dan Negara. Kami berpendapat bahwa posisi tersebut bisa diberdayakan secara maksimal untuk mewujudnyatakan apa yang pernah dikatakan oleh Mgr. Albertus Soegiopranata, SJ,: “Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Warga Negara Indonesia”.
            Kalau Injil mengatakan bahwa tidak bisa seseorang mengabdi kepada tuan, tetapi kenyataannya posisi Penyuluh Agama Katolik membuktikan bahwa mereka harus mengabdi pada dua tuan: Gereja dan Negara. Kami pikir bahwa dalam posisi itulah peranan dan tugas Penyuluh Agama Katolik mesti dipertegas dan dikembangkan, agar mereka tidak melulu menyampaikan tugas dan program Negara, tetapi juga harus memperhatikan situasi Gereja dan terutama bagaimana pengembangan iman mesti dilestarikan. Dengan demikian tugas dan tanggungjawab Penyuluh Agama Katolik bisa sinkron, karena berada di wilayah domain yang berbeda. Artinya, adagium kita: Seratus Persen Katolik, Seratus Persen Warga Negara, bisa diwujudnyatakan. Jabatan Fungsioanal Penyuluh Agama Katolik berbeda dengan pejabat dan pegawai kantor dan guru agama yang selama ini berada pada naungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik – Kementerian Agama. Dua posisi di atas amat sangat sedikit interaksi, pertemuan, komunikasi, pergesekannya dengan pihak Gereja. Padahal Penyuluh Agama Katolik justru di dua wilayah (Gereja dan Negara) itulah harus memainkan peran dan tugasnya dengan baik.    


*Penulis adalah seorang Penyuluh Agama Katolik pada Kantor Kementerian Agama Kota Tanjungbalai-Asahan – Sumatera Utara. Email: eduardusihaloho@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan memberikan komentar